Memperpendek Jarak

Pagi ini aku kembali dipertemukan pada takdir asing. Entahlah mugkin seharusnya takdir memang asing dan tak harus ditebak. Seperti mataku yang kini tak beralih pada sosok indah itu, senyum dan garis tawa itu membuat siapa saja akan terpikat.

Advertisement

Aku hanya lelaki bodoh yang tak mampu memperpendek jarak, dan entahlah rasa nyaman ini membuatku enggan melangkah lebih jauh, pantas saja jika aku di juluki lelaki pengecut. Jangankan untuk mengobrol, menatap matanya secara langsungpun tak mampu, mengendap endap di balik dinding kokoh, mengamati senyumnya. ah bukan saja senyumnya yang indah, dia punya empat keajaiban yang menggerakan roda hatiku yang berkarat.

Matanya yang indah selalu menunduk, bukan dia tidak sedang mencari koin yang terjatuh, atau sedang meningkahi debu debu yang menempel di kaki nya. yang kutahu itu adalah salah satu ketundukannya pada yang kuasa agar mata yang diberikan tak salah memandang tak sembarang menangkap objek. sementara aku? mataku liar memburu tiap detil keindahan darinya. aku terhipnotis aku ikut merunduk.

Mulutnya yang santun, selalu bertutur lembut penuh kebaikan, tapi ada kalanya ia lebih serring terdiam tanpa harus menanggapi setiap persoalan. Tak pernah terdengar dari nya suara latag dan tinggi, ah ya aku megerti dia tengah mecoba menjada belati yang tertanam di mulutnya. tak ingin ada yang terluka hanya karena tutur yang tak berkenan. tidak seperti diriku, bergumpal gumpal sampah begitu mudah terlontar dari mulutku, busuk menyergap.

Advertisement

Setiap ku amati dari dari di9ndig tinggi ini, langkahya selalu pasti dan lurus pada jalan yang baik, begitu anggun melangkah, betapa indahnya langkah yang selalu berada pada koridor kebaikan. aku malu dengan kedua kakiku yang selalu saja berat untuk melangkah ke surau, padahal hanya berjarak sepuluh meter dari rumah.

Setiap pagi kulihat dia tampak asik dengan lantunan aayat ayat, yang diputar lirih dari dalam kamarnya, syahdu sungguh syahdu, tidak ada dentum detum musik yang menyumpal telinga, seperti yang kulakukan saat ini.

Advertisement

Aku juga sering mendapati dirinya yang terbagu ditegah malam, berkecipak dengan air wudhu, lalu larut dalam kesunyian malam, dan saat itu aku tegah asik menonton film yang penuh adegan panas, entah berkali kali rasanya ditampar tapi hati bebal ini tetap sulit bergerak.

Kepatuhannya pada kedua orag tuanya begitu menakjubkan, tak pernah sedikitpun membantah, dan lagi lagi akulah orang yang berada di sebrang jarak, bukan hanya membantah, membentak pun sering kulakukan.

Aku sering menguntitnya diam diam dan aku selalu saja jadi orang bodoh yang tertampar melihat tangan tangan lembutnya dengan mudah membantu orang orang disekitarnya, mengulurkan bantuan tanpa perlu diminta. dititk ini keegoisanku di tubruk, ah aku benar benar malu dan ya, keajaiba keaaiba yang di tunjukan membuat karat di hatiku rontok, apakah salah jika manusia tak utuh sepertiku mendambakannya? Apakah salah juga ika aku ingin menjadi sebanding dengannya. Tapi lagi lagi aku hanya pengecut yang berdiri dibalik dinding, hanya mampu mengamati tanpa bisa bertindak. meskipun hanya memperpendek jarak.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mantan anak pesantren. Baper, mudah terdistraksi. Pemalu kadang malu maluin

One Comments

  1. Dirham Pulungan berkata:

    Aku yang berjarak
    Aku tersusun dari hawa nafsu dan akal. Mata hati yang seharusnya jadi penuntun langkah tiba tiba buta gelap gulita. Langkah kaki tak berarah.
    Aku terkungkung dalam dinding yang tebal membuat ku menjadi berjarak. Mengapa harus berjarak jika aku bisa merobohkan dinding dinding penyekat ini.
    Aku tak leluasa bergerak karena aku kehilangan arah dan tujuan. Setiap langkah ku hampa dalam kehidupan.
    Aku telah lama tersesat jauh dari arah tujuan ku. Aku kehilangan sesuatu ya aku tahu saat ini aku telah melupakan Dia Penguasa Alam Semesta.
    Aku hanya ciptaanNya yang banyak noda dalam hidup ini. Tapi aku punya Dia Sang Maha Kuasa. Ya Rob Maha Pengasih dan Penyanyang, ampuni aku atas noda yang ku perbuat. Aku khilaf selama ini aku berjanji mulai detik ini akan sami’nah waatonah pada Mu Ya Rob.
    Kan ku langkahkan kaki ini mengikuti mata hati. Kan ku runtuhkan dinding dinding ini kan ku pangkas jarak ini. Aku jauh engkau jauh Aku dekat engkau dekat.