Kenal Lebih Dekat dengan Tradisi Potong Gigi di Bali. Katanya, Ini Buat Kebaikan, Lho…

Di antara kalian ada yang udah pernah dengar tentang tradisi ini belum?

Om Swastiastu, Bali memang sangat menarik untuk dikunjungi. Selain dikarenakan berbagai kekayaan budaya yang dimilikinya, Bali juga mengajak para wisatawan untuk menikmati dan belajar tentang rangkaian upacara adat yang dimiliki oleh masyarakat Bali.

Advertisement


Jadi jangan heran jika salah satu tujuan turis datang ke Bali adalah karena adanya upacara adat yang unik dan beragam, di mana mereka dapat menyaksikan secara langsung bahkan sampai terlibat di dalamnya.


Nah, buat kalian yang pernah ke Bali, pasti pernah lihat dong berbagai tradisi upacara adat yang sering mereka lakukan? Upacara Ngaben dan Upacara Melasti memang sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat. Namun jangan salah, pulau seribu pura ini juga mempunyai upacara lain yang tidak kalah menarik, lho! Yaitu Upacara Potong Gigi atau yang biasanya juga disebut dengan istilah Mepandes, Metatah, atau Mesangih.

Pasti pada penasaran dong, apa sih sebenarnya Upacara Potong Gigi itu? Upacara Potong Gigi atau Upacara Metatah merupakan upacara adat Bali yang dilakukan untuk pembersihan diri manusia agar dapat menemukan hakikat manusia sejati terlepas dari belenggu kegelapan yang dipengaruhi oleh Sad Ripu dalam diri manusia.

Advertisement


Namun tidak sembarang usia boleh melakukan upacara ini. Upacara Metatah dilakukan pada Manusa Yadnya, yang secara fisik sudah menginjak remaja. Hal ini ditandai setelah seorang perempuan mendapatkan menstruasi pertamanya dan setelah seorang laki-laki mengalami perubahan suara.


Dalam upacara ini enam gigi taring pada rahang manusia yang mulai dewasa diratakan atau dikikir hingga rata. Pasti banyak yang bertanya-tanya mengapa gigi taring? Karena unsur buruk dan jahat dalam Sad Ripu disimbolkan oleh enam gigi taring pada rahang manusia menjelang usianya menuju kedewasaan. Sad Ripu adalah enam jenis musuh yang terlahir dari perbuatan tidak baik seorang manusia itu sendiri.

Advertisement

Sad Ripu terdiri dari enam jenis; yang pertama adalah Kama atau sifat penuh nafsu indriya, kedua adalah Lobha atau sifat serakah, ketiga adalah Krodha atau sifat kejam dan pemarah, keempat adalah Mada atau sifat mabuk dan gila, kelima adalah Moha atau sifat bingung dan angkuh, dan yang keenam adalah Matsarya atau sifat dengki dan iri hati. Dengan adanya upacara adat seperti ini manusia dipercaya akan selalu berbuat baik dan terhindar dari keenam godaan ini sehingga kejahatan dapat diminimalisir sejak dini.

Melaksanakan Upacara Metatah tidak semudah yang kita bayangkan loh! Susunan prosesi Upacara Metatah membutuhkan waktu yang sangat lama dan begitu panjang. Tahapan Upacara Potong Gigi dimulai dengan Magumi Padangan, upacara ini dilaksanakan di dapur, kemudian Nekeb yang dilaksanakan di gedong, selanjutnya Mabyakala yang dilakukan di halaman rumah, dan terakhir pergilah ke Merajan atau tempat suci di dalam rumah untuk memohon panugrahan kepada Bhatara Hyang Guru, menyembah Ibu dan Bapak, Ngayab caru ayam putih, memohon tirtha atau air suci kepada Bhatara Hyang Guru, dan ngerajah gigi untuk dipahat taringnya tiga kali.

Setelah keempat upacara ini selesai, ada upacara lain yang harus dilakukan selama dalam perjalanan menuju tempat potong gigi. Pertama sembahyang kepada Bhatara Surya dan kepada Bhatara Sang Hyang Semara Ratih untuk memohon tirtha. Kemudian ngayab banten pengawak di bale dangi, yang dilanjutkan dengan memotong dua buah taring dan empat buah gigi seri pada rahang atas.


Setelah prosesi selesai, tinggalkan tempat potong gigi dengan berjalan ke hilir sembari menginjak banten paningkeb.


Setelah gigi dipotong, peserta Metatah harus mencicipi enam rasa berbeda yang memiliki makna di dalamnya. Pasti pada penasaran dong rasa-rasa apa aja sih yang harus dicicipi? Rasa-rasa tersebut diantaranya: Rasa pahit dan asam sebagai simbol agar tabah menghadapi peristiwa kehidupan, rasa pedas sebagai simbol agar tidak menjadi orang yang pemarah, rasa kelat sebagai simbol agar taat pada norma-norma kehidupan yang berlaku, rasa asin sebagai simbol kebijaksanaan, dan rasa manis sebagai simbol kehidupan yang bahagia lahir batin.

Dari berbagai rasa-rasa ini, ternyata dapat disimpulkan bahwa hidup ini tidak selalu manis ya? Kadang ada pahit nya, namun terkadang ada asam nya juga! Itulah keseimbangan hidup, bahwa untuk bahagia tidak harus selalu manis seperti gula.

Upacara Metatah memang merupakan kewajiban dari orang tua kepada anak-anaknya, namun tidak semua orang dapat melakukannya saat itu juga. Walaupun seorang anak sudah siap secara fisik, hal ini juga harus didukung dari kesiapan finansial juga. Dikarenakan banyak perlengkapan sesajen yang dibutuhkan, Upacara Metatah membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Selain itu, biasanya upacara ini juga mengundang keluarga besar dan saudara untuk hadir layaknya sebuah acara pernikahan. Tentunya hal ini membutuhkan biaya yang sangat besar, bukan? Oleh karena itu masyarakat Bali memilih untuk melakukan Upacara Metatah secara massal atau digabungkan dengan rangkaian upacara adat lainnya agar dapat menghemat anggaran yang dikeluarkan.

Hal penting yang harus diingat adalah upacara ini bertujuan untuk meminimalkan sifat negatif seseorang. Akan tetapi bukan berarti bahwa setelah upacara ini dilakukan sifat seseorang akan sepenuhnya berubah menjadi baik. Semua kembali kepada pribadi masing-masing.


Apakah mempunyai dasar dan keinginan yang kuat dalam merubah diri menjadi pribadi yang lebih baik?


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini