Memendam Rasa Tak Sekuat yang Kamu Kira

Aku lebih memilih memendam rasa, karena perasaan ini sudah terlalu dalam

Kali ini aku terjebak di antara dilema, dirimu atau perasaanku.
Mungkin kisah cinta ini sudah terlalu klise dan membosankan.
Tapi aku sungguh menaruh hati kepadamu, laki-laki yang entah mengerti atau hanya sekedar gemar memuji.

Advertisement

Malam semakin larut. Langit gelap tanpa bintang. Mataku masih terpaku menatap layar handphoneku. Menikmati senyum dari foto seseorang yang kusimpan didalam memori handphoneku.

Tring,,, tiba-tiba saja ada chat masuk. Aku melihatnya sambil senyum-senyum sendiri. Ya itu karena pesan darimu.

Advertisement

"Kamu sudah siap tugas agama yang tentang konsep alkitab itu?"
"Sudah", jawabku dengan singkat.
"Kalo sudah siap, fotokan dong, aku mau lihat. Aku malas banget searching di internet karena waktu udah mepet. Aku takut gak sempat ngerjainnya."

"Yasudah, sebentar ya aku ambil bukuku dulu."

"Okedeh."

Advertisement

Setelah itu kufotokan semua tugas agamaku padanya. Terimakasih banyak ya Mira. Kamu selalu baik samaku. Kamu malam minggu besok kemana? Kita jalan yuk! Ya dia selalu mengajakku setiap kali setelah aku membantunya. Ia katakan bahwa itu sebagai tanda terima kasih. Tapi menurutku berlebihan. Karena aku hanya membantunya dalam hal kecil.

Hampir setiap hari aku selalu bersamanya, tapi sekarang rasanya sudah berbeda. Ia sudah memiliki kekasih dan aku takut mendekatinya. Akupun menjauhinya tapi aku rasa ia sama sekali tak peduli akan hal itu. Karena aku tahu dia tak pernah punya rasa padaku. Mungkin aku hanya dapat mencintai dalam diam.

Aku masih ingat dengan pertemuan pertamaku dengannya. Sederhana saja, senyumnya dan perhatiannya lah yang dapat membuatku jatuh cinta. Kala itu saat aku sedang bosan dan duduk di pinggir pantai menikmati senja sore. Dia tiba-tiba datang dan mengajakku berkenalan. Aku merespon baik karena saat itu aku juga butuh teman mengobrol.

"Kamu di sini sama siapa kak?"
"Apakah aku mengganggumu di sini?"
"Oh tidak kok, kamu tidak mengganggu ku di sini."
"Kalo aku tidak mengganggumu, bolehkah aku menemanimu."
"Ya silahkan saja, kebetulan aku butuh teman untuk mengobrol sambil menikmati senja yang indah ini."

"Kamu kenapa kok murung sekali kak? Kamu punya masalah dengan pacarmu?"
"Masalah dari mana, aku sendiri aja gak punya pacar. Kamu ini baru juga kenal udah sok tau ya."
"Bukan sok tau, kan mana mungkin orang sendirian duduk di pinggir pantai kayak gini kalo gak galau namanya."

"Jadi menurut kamu, semua orang yang sedang merenung menikmati kesendirian berarti ada lagi galau?"
"Mungkin aja kak, aku cuman menebak aja."

"Tapi tebakan kamu salah kan?" Aku pun menertawainya.

"Nah gitu dong kak, ketawa kan manis kalo dilihat. Daripada murung gak jelas, bikin muka kusut, dan nanti cepat tua tahu."

"Lagi-lagi kamu sok tahu, kalo boleh tau kamu ke sini sama siapa?"
"Aku sama pacarku di sini kak, emang kenapa?"

"Kamu kok tanya kenapa? Udah deh kamu cepetan pergi dari sini. Aku takut kalo pacar kamu lihat, entar dia salah paham sama aku."
"Takut banget sih kak, pacar aku gak posesif makanya aku cinta sama dia."

Baru saja aku merasa mendapatkan orang yang tepat, tapi sayang ia sudah punya kekasih. Tapi karena ini pertemuan pertamaku, aku merasa ini hanya rasa biasa saja karena ia sudah membuatku bahagia dan melupakan masalahku. Kita pun semakin dekat dan memang benar, dunia ini sempit banget.

Kita bahkan satu kampus walaupun berbeda kelas. Lama-kelamaan terus bersamanya, aku merasa rasa yang ada di hatiku berbeda. Rasa ini berubah menjadi cinta. Aku tak bisa mempungkiri perasaan ini, tapi aku memilih untuk menyimpan rasa karena aku tak ingin merusak hubungan baiknya dengan kekasihnya.

Walaupun menjadi sahabat baiknya, aku sudah bahagia. Ia selalu bisa membuat aku tersenyum dan tertawa. Tak pernah sekalipun ia membuatku sedih. Tapi sekarang, kebahagiaan itu telah sirna. Dia telah pergi dari hidupku.

Kepergiannya membawa duka hari-hariku. Langit seolah berwarna abu setiap harinya. Aku berusaha bertahan melalui semuanya dengan berusaha menunjukkan kembali senyum dibibirku. Rasanya bersama nya menikmati waktu setiap hari nya membuatku berharap juga ia memiliki rasa yang sama. Aku hanya bisa mengutarakan perasaanku melalui tulisan ini untukmu, orang yang sangat kucintai.

Ketika lelah melanda diriku, aku menatap kamu yang seolah tersenyum balik menatapku meski melalui foto saja. Rasanya lelahku pun hilang. Dan kadang ketika aku sedang menikmati liburanku untuk berusaha menghilangkan rasaku padamu, tapi aku selalu teringat kembali padamu.

Karena setiap aku melihat dua orang kekasih yang sedang berjalan berdua, aku membayangkan itu seperti kita. Aku membayangkan kamu menggenggam erat tanganku. Setelah tersadar dari lamunanku aku menyentuh hatiku. Kamu tidak perlu bersamaku, karena kamu selalu ada di hatiku.

Aku memang perempuan yang tidak bisa mengungkapkan perasaanku secara frontal. Dan setelah kamu pergi pun, rasa ini semakin dalam dan tidak bisa hilang dari hatiku. Entah mengapa aku tak mampu memberitahumu tentang perasaanku. Aku takut untuk melihat reaksimu begitu kamu tahu bahwa aku selama ini menyimpan rasa padamu.

Tapi aku selalu penasaran denganmu, aku hanya ingin tahu bagaimana perasaanmu ketika melihatku. Tapi mungkin kamu melihatku sebagai sahabat baik yang selalu siap membantumu. Jauh berbeda, ketika aku melihatmu bukan hanya sebagai sahabat baik, lebih dari itu.

Aku tak bisa mendefinisikan tentang kamu, tapi kamu selalu bisa menarik segala perhatianku. Bahkan ketika kamu duduk diam dan tidak melakukan apa-apa, aku dengan senang hati menyimak semua. Mungkin kamu tak sadar, hal-hal kecil yang kamu lakukan sering membuatku seperti anak sekolah yang bengal, yang tak bisa diatur setiap kali berada di dekatmu.

Saat merindukanmu, aku hanya bisa mengenangmu dengan semua hal yang kita lalui. Aku masih ingat saat itu ku dapati kamu sedang bermurung seharian, sungguh rasanya aku ingin mengelus kepalamu dan meminjamkan pundakku untukmu bersandar.

"Kamu kenapa murung seperti itu Roni, apakah masalah kamu sangat berat?"
"Tidak apa-apa kok Mira. Aku hanya sedang mencari jalan keluar untuk masalahku ini. Kali ini aku benar-benar bingung bagaimana untuk menyelesaikan ini sendirian saja."

"Justru dengan kamu berpikir seperti itu, kamu tidak bisa menyelesaikan itu sendiri. Kamu pasti butuh bantuan orang lain. Aku tau gengsimu sangat besar tapi tolong sekali ini saja, beritahu padaku mengapa kamu murung seperti ini."
"Oke aku akan bilang ke kamu. Sebenarnya aku ada masalah dengan keluargaku. Karena kutahu aku selalu hanya menyusahkan mereka. Aku cuman tahu minta uang saja, dan tak pernah bisa memberi mereka apa-apa dari hasil kerja kerasku."

"Udah kamu gak usah sedih gitu, kamu jadikan masalah ini menjadi pelajaran berharga buat kamu, dan kamu harus buktikan kalau kamu bisa berubah menjadi lebih baik. Kamu harus semangat ya Roni, aku akan selalu di sini mendukungmu."

Ya kata motivasi itu selalu kuberikan padamu agar kamu lebih semangat menjalani hidup. Namun terkadang di saat aku berada di kondisi buruk, kamu tak pernah ada. Jangankan untuk menemaniku, menyemangati saja kamu tak pernah.

Sungguh ironis. Aku merasa cintaku padamu sangat dalam. Seringkali kamu membuatku patah hati, mungkin kamu tak menyadarinya. Disisimu, aku melihat orang silih berganti dan aku selalu di sini menahan cemburu setengah mati. Saat seperti itu, pernah terlintas dipikiranku untuk mengatakan apa yang aku rasa. Agar plong dan tak ada beban rasa lagi.

Tapi setiap keinginan itu muncul, ragu yang datang semakin besar. Mungkin karena aku takut tak diterima. Sebelum kuungkapkan perasaanku saja, kita sudah berjauhan. Mungkin aku tahu keadaan saat ini sudah tidak berpihak padaku untuk dapat bersamamu lebih lama menikmati setiap hari kudenganmu.

Aku sungguh merindukanmu, setiap kali kamu selalu membuatku tertawa dan membuat setiap masalah yang tak pernah kuceritakan padamu hilang seketika. Ya memang benar, setiap aku punya masalah, aku tak pernah ingin menceritakannya padamu, karena aku tidak mau menjadi beban di dalam hidupmu.

Aku cuman ingin kamu selalu tahu kalau aku selalu bahagia sejak kamu masuk kedalam kehidupanku. Cukup rindu ini menjadi milikku saja. Rindu ini memujamu. Dan diri ini terlalu malu untuk mengaku dan terlalu takut untuk pilu. Sebab kamu yang kupuja bukan milikku. Kamu milik orang lain. Aku disini hanya dapat memendam rasa.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Suka menulis, suka travelling, sama suka makan. Kalau suka kamu, emang boleh?