Presiden Joko Widodo pernah berkata bahwa,
"Pancasila itu jiwa dan raga kita. Ada di aliran darah dan detak jantung kita, perekat keutuhan bangsa dan negara."
Kalimat petuah presiden tentang Pancasila sebagai ideologi negara adalah harga mati. Tak bisa diganti. Semua Warna Negara Indonesia wajib harus bisa memaknai dan mengamalkan ideologi ini di setiap berkehidupan berbangsa dan bernegara. Tercermin di setiap sikap dan tindakan. Begitu juga di saat bersosialisasi di dunia digital, internet ,dan media sosial.Â
YouTube salah satunya. Media kedua terbesar setelah google yang di akses orang Indonesia. Konten prank adalah konten yang paling banyak dilihat di YouTube. Dan parahnya, jenis konten prank ini banyak yang tidak berfaedah, jahil, dan merugikan korban yang di-prank. Jauh dari falsafah yang pancasilais.
Menurut Destutt de Tracy, ideologi merupakan suatu ide atau gagasan. Idelogi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Berangkat dari pemikiran ini, para prankster sangat bertolak belakang dengan ideologi Pancasila, terutama sila kedua tentang Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Pranskter selalu upload video prank yang jahil dan tidak manusiawi. Guyonannya sangat kebablasan. Tujuannya hanya agar viral, memperbanyak subscriber, kemudian dimonetize secara kapitalis untuk mendapatkan pundi-pundi dollar. Iklan laris. Semakin banyak yang pro-kontra, semakin banyak yang penasaran, semakin meningkat juga keviralannya. Seolah-olah tidak ada harkat dan martabat dalam Persatuan Indonesia di sila ketiga.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab sebagai sila kedua harus mampu dimaknai saling menghargai satu sama lain. Bertindak sopan dan santun meskipun dalam sebuah konten. Tontonan harus mampu mengembangkan sikap tidak semena-mena. Jenaka atau komedi tidak harus separah konten prank bukan?
Belantika televisi kita juga pernah ada konten prank. Program komedi bernama Spontan Uhuy mulai tahun 1996-2002 dan meraih banyak penghargaan sebagai program televisi terfavorit. Salah satu segmennya adalah adanya tokoh Den Bagus yang mirip dengan Charlie Chaplin dengan sutradara seorang pantomim bernama Septian Dwi Cahyo.
Doktrin terus-menerus tentang sebuah prank akan menjadi sesuatu yang dogmatis. Sesuatu yang salah dalam sebuah prank dan diulang terus-menerus, serta dilihat oleh jutaan orang awam yang kemudian meyakini bahwa membuat suatu prank adalah hal yang lumrah pada saat ini. Pantas saja, korban bullying terutama pada anak di bawah umur tak kunjung berhenti. Ideologinya tetap Pancasila, namun cermin kehidupan masyarakatnya un-pancasilais, sesuka hati demi meraup pundi-pundi.
Kecepatan internet pada era saat ini sangat luar biasa. Algoritma di dalam internet seperti google dan YouTube, 2 situs besar yang paling banyak diakses oleh orang Indonesia sudah dapat menampilkan peristiwa aktual lebih cepat tersebar dan diterima oleh masyarakat dalam hitungan menit. Filter bubble dalam algoritma internet tersebut semakin memperburuk khasanah informasi masyarakat. Alih-alih mendapatkan informasi dan wawasan yang pancasilais, malah selalu disuguhkan tontonan prank yang un-pancasilais.
Algoritma yang tercipta dari Filter Bubble seperti itu akan selalu mengisolasi masyarakat secara intelektual. Masyarakat akan selalu fokus pada sudut pandang informasi yang mereka sukai. Karena terlalu suka nonton prank dan terlihat jenaka padahal sebenarnya un-faedah. Lebih parah, akan membentuk personal yang anti-kritik dan un-pancasilais.
Eli Pariser mendeskripsikan Filter Bubble sebagai "personal ecosystem of information". Dunia yang dibangun dari kesamaan (hal yang familiar) adalah tempat kita tidak bisa belajar apa-apa. Jika filter bubble internetnya berisikan konten prank dan un-faedah. Lalu kapan belajar memaknai falsafah ideologi negara yang pancasilais ini.
Seluruh komponen bangsa wajib mengambil peran untuk meluruskan (kembali) ideologi negara ini yang pancasilais. Pemerintah dan masyarakat harus mampu bersinergi. Apalagi di masa pandemi saat ini, waktu yang tepat bagi kita semua berempati. Memang dibutuhkan 'muscle mind' atau 'muscle knowledge' yang seirama agar mudah mewujudkan harmoni bersama dalam naungan Pancasila.
Jika dalam tubuh lembaga pemerintah, mudah saja pemimpin atau presiden tinggal mengganti orang yang tidak pancasilais dengan yang pancasilais. Karena tidak mungkin merubah mindset seseorang karena muscle mind nya memang sudah demikian. Dengan catatan orang lama tersebut tetap mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukan ketika menjabat saat diganti.
Pun juga demikian perlakuan kepada para influencer di ranah digital media sosial. Kita tidak dapat mengubah mindset mereka semau kita, persis seperti falsafah Pancasila yang disusun oleh Panitia Penyelenggara Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 75 tahun lalu dan ditetapkan sebagai falsafah dasar negara sejak saat itu. Namun, kita masih bisa memberikan edukasi pemahaman Pancasila melalui para influencer baru yang harus dibantu oleh lembaga pemerintah terkait untuk sinergisitas antar komponen agar hasil konten yang diterbitkan tidak jauh melenceng dengan nilai dan makna Pancasila.
Dengan begitu, masyarakat awam yang hanya penikmat konten melalui internet bisa diarahkan untuk melihat konten tontonan yang berkualitas dan bernilai pancasilais. Daripada selalu melihat konten yang un-pancasilais, un-faedah, dan tidak mendidik. Urusan teknis pembuatan dan hasil konten, biarkan kreativitas para muda-mudi tanah air kita berkreasi. Pemerintah melalui lembaga resminya yang terkait cukup melakukan bimbingan, pengarahan, dan pengawasan sebagai fungsi kontrol terhadap ideologi yang kita cintai bersama. PANCASILA.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”