Melintasi Pandemi dan Degradasi Moral Generasi Muda Indonesia

Kebobrokan Moral Yang Terjadi Tidak Bisa Dibiarkan Begitu Saja!


Masa muda masa yang berapi-api ~ Rhoma Irama


Advertisement

Begitulah kiranya generasi muda, manusia yang sedang ditangguhkan dalam api yang berkobar. Jiwa muda yang terbentuk dari didikan para generasi tua. Penerus bangsa ini menjadi tonggak pembangunan bangsa. Lambat laun terdidik oleh kerasnya semesta dan hukum alam menjadi manusia dewasa. Hingga ada masanya, mempertanyakan kelayakan generasi muda mengambil alih tombak penyokong negara kita tercinta, Indonesia. 

Kilas balik beberapa saat ke belakang, muncul isu yang menggemparkan jagad maya. Mulai dari pandangan disparitas pendidikan yang terasa, kesenjangan ekonomi yang membuncah, hingga salah satu yang terburuk, yaitu merosotnya moralitas anak bangsa. Tentu miris ketika melebarkan telinga untuk mendengar satu per satu dosa yang disuguhkan kepada ibu pertiwi. Lebih miris lagi, sebagian besar dosa itu seolah dibangga-banggakan oleh para generasi muda, calon penerus bangsa.

Meromantisasi kebobrokan moral generasi Indonesia? Tentu saja, jawabannya: BIG NO. Sekilas terpampang nyata, sejak pandemi corona merajai dunia, kemerosotan pendidikan negara +62 ini semakin menjadi-jadi. Institusi pendidikan yang diharapkan bisa menggandeng tangan tonggak penerus bangsa pun tampaknya kewalahan. Sssttt…tidak perlu menuding satu sama lain, delima krisis moral sudah menjadi rahasia umum. Namun, kasus ini bukan sekadar cerita kuno yang didramatisasi seakan-akan Indonesia sedang dalam keadaan gawat darurat. Bukan sekadar omong kosong belaka! Sudahlah, tidak perlu menutup mata dan menepis realitas terhadap kesalahan anak cucu kita.

Advertisement



Menelisik lebih jauh, pandemi corona yang mengancam jutaan nyawa memaksa pemangku kebijakan untuk bergerak, membentengi Indonesia agar terhindar dari wabah mematikan ini. Sayangnya, tentara mikroskopis alias virus Corona ini bisa menembus dinding tipis yang dibangun beberapa saat setelah pemerintah menyadari bahwa rakyat +62 tidak kebal diterpa badai Corona. Keadaan pun kacau balau, ratusan bahkan ribuan orang harus tunduk bersimpuh di hadapan virus kecil yang tak terlihat oleh mata langsung.

Korban-korban mulai berjatuhan, meninggal tanpa peluk cium dari sanak saudaranya. Penguasa jabatan, tenaga kesehatan, aparat negara, hingga rakyat kecil disiagakan. PPKM, Stay at Home! Sebagian besar makhluk bernyawa bersorak ria, siapa lagi kalau bukan para pengenyam bangku pendidikan. Sekolah mendadak ditutup, digitalisasi kali ini menjadi momen penentu, terutama di era modern yang serba canggih.

Advertisement

Generasi muda yang terlahir dengan kenikmatan digital tampak sedikit membungkam mulut, ibaratnya hanya sebagian kecil yang meraung-raung ingin beranjak pergi ke sekolah. Mungkin kaum minoritas itu memang berniat menuntut ilmu untuk menggapai masa depan, atau malah hanya ingin melepas penat bersama teman sebayanya. Lupakan sejenak orang-orang ini, memandang secara visioner lebih krusial.

Entah bagaimanapun kacau balaunya dunia, generasi muda – para pelajar – tetap kembali ke keluarganya masing-masing. Perlu dipertanyakan lebih lanjut terkait peran orang tua di sini. Tanpa tatap muka, hanya mengandalkan sesuatu yang disebut dengan kecanggihan teknologi tentu terasa seperti nasi tanpa lauk. 

Kekosongan peran tenaga pendidik secara langsung terjadi, terutama saat pandemi berlangsung. Setiap orang tua juga mempunyai kapasitas dalam mendidik buah hatinya, gampangnya tidak semua orang tua bisa mendidik anaknya dengan baik. Di situlah pentingnya mengenyam bangku pendidikan, agar buah hati mereka bisa memandang masa depan lebih luas. Ada sesuatu yang hilang dalam dunia pendidikan, lebih tepatnya learning loss. Kini, manusia-manusia belia penggenggam nasib bangsa menggeliat, menghadapi perubahan tatanan sistem pendidikan yang amburadul, dibumbui oleh desas-desus degradasi moral kian memburuk. 

Esensi edukasi sejak dini  mencuat dari mulut ke mulut. Norma yang turun temurun diwariskan oleh nenek moyang, menggembor-gemborkan tata krama lenyap bak ditelan bumi. Ke mana perginya adab sopan santun warisan leluhur itu? Mungkin saja hilang termakan zaman atau bersembunyi di balik rimbunnya hutan hujan tropis Indonesia.  

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini