"Gue mau nikah sebelum umur 25 aja atau maksimal 25 deh."
Kalian pernah nggak sih buat target menikah? Pasti pernah dong, apalagi cewek. Sama, aku juga pernah. Nggak tau dan nggak ngerti juga apa yang sebenarnya aku pikirin waktu itu sampai-sampai punya target menikah maksimal usia 25 tahun. Rasanya kayak usia segitu pas aja buat menikah. Menikah juga kayaknya enak.
Ada yang nemenin dalam situasi dan kondisi apapun. Kita gak bakalan sendirian lagi. Sesimple itu mikirin tentang sebuah pernikahan. Tapi semakin bertambahnya usia, dan didukung pula dengan perubahan pola pikir, aku jadi mikir lagi ternyata menikah bukan soal ada yang nemenin, atau ngejagain, tapi lebih ke tanggung jawab kita ke pasangan masing-masing dan siap atau enggaknya kita mengarungi lautan rumah tangga.
Banyak orang yang akhirnya memutuskan untuk cepat-cepat menikah karena iri melihat temannya udah pada nikah, atau desakan dari orang tua. Bahkan ada juga yang menikah karena nggak tahan jadi bahan gosipan tetangga sekitar.
"Kok umur segini belum nikah?"
"Nggak ada pacar ya?"
"Udah lama pacaran tapi nggak nikah-nikah."
"Jangan suka pilih-pilih pasangan. Nanti jadi perawan tua loh."
Akibat keseringan diomongin begitu, akhirnya asal pilih pasangan. Pokoknya yang penting menikah. Padahal ketika kata sah diucapkan oleh saksi, dalam sekian detik langsung mengubah hidup kita 360 derajat. Untuk anak perempuan, tanggung jawab yang awalnya dipegang oleh ayahnya, sekarang beralih ke suaminya. Dan untuk anak laki-laki, tugasnya bertambah lagi, yaitu bertanggung jawab untuk istrinya.
Pernikahan enggak hanya mengikat dua orang anak manusia, tapi juga kedua belah keluarga besar yang awalnya hanya kenalan aja, sekarang jadi sebuah keluarga. Aku mulai mikir lagi. Ternyata kita menikah bukan hanya ke calon suami atau istri aja, tapi juga keluarganya. Kita nggak bisa kalau cuma menerima si dia doang, sementara hati kita gak bisa menerima keluarganya, terutama keluarga inti (ayah, ibu, adik, kakak).
Kenapa? Karena kalau ada apa-apa ya mereka adalah orang terdekat yang akan kita hubungi, dan untuk anak perempuan, begitu menikah pasti harus ikut suami kan. Kalau suami masih tinggal di rumah orang tuanya, berarti si istri harus ikut dong. Kebayang nggak sih kalau ternyata istrinya nggak bisa akur sama kedua orang tuanya atau adik, kakaknya. Pasti suasana rumah jadi ramai penuh drama ya. So, harus diingat bahwa kita menikah bukan sama si dia aja, tapi sama keluarganya juga.
Selanjutnya masalah pilih pasangan. Kata orang nyari jodoh itu 11-12 susahnya dengan nyari pekerjaan. Dapat 1 belum tentu cocok, terpaksa harus cari yang lain. Untuk masalah satu ini, setiap orang pasti punya kriteria masing-masing. Dulu aku pengin punya pasangan yang cakep dan pintar Tapi, lagi, kriteria pasangan ku berubah seiring dengan bertambahnya usia. Cakep dan pintar ternyata bukan jaminan aku bisa bahagia.
Belakangan kasus perceraian semakin banyak terjadi, jadi bikin tambah selektif dalam memilih pasangan. Apalagi sekarang banyak banget orang yang menyembunyikan watak asli dirinya dalam jubah kata soleh/solehah/alim. Tujuannya tak lain adalah untuk membangun citra diri yang baik di mata calon pasangan. Well, nggak dipungkiri banyak yang tertipu dengan ini, terutama dari kalangan wanita. Menjadikan pribadi seseorang yang soleh/solehah/alim atau punya karakter yang takut akan Tuhan sebagai salah satu kriteria itu nggak salah.
Siapa sih yang nggak mau punya pasangan yang bisa mengarahkan kita ke jalan yang lebih baik, dan lebih dekat dengan Tuhan? Apalagi dalam ajaran Islam, Rasulullah sudah menjelaskan dalam memilih pasangan ada 4 hal yang harus diperhatikan, dan yang paling utama adalah memilih jodoh yang baik agamanya yakni taat kepada Allah SWT dan Rasulullah. Gimana caranya supaya kita tidak tertipu dengan calon pasangan yang suka bersembunyi di balik kata soleh/solehah/alim ini?
Well, aku sendiri belum menemukan cara yang tepat apalagi yang namanya masalah keyakinan ini bersifat pribadi, hanya dia dan Tuhan yang tau. Tapi aku selalu bilang ke diri sendiri, kalau misalnya ada calon pasangan yang tidak pernah meninggalkan sholat atau ibadah lainnya, itu adalah sesuatu yang memang menjadi kewajiban dia. Bahkan kita juga, karena sebagai manusia ya udah jadi kewajiban kita kan untuk selalu dekat dengan Yang Maha Pencipta.
Intinya menikah lah ketika kita memang sudah siap secara lahir maupun batin, bahkan kalau perlu secara finansial juga sudah mapan. Pilih pasangan yang kepribadian dan kebiasaannya cocok dengan kita. Jangan terpengaruh dengan omongan orang. Mau dikatain perawan tua lah, nggak laku lah, atau apapun itu. Terserah mereka. Toh yang menjalani kan kita, bukan mereka.
Jangan sampai karena termakan omongan orang lain kita jadi asal pilih pasangan, yang ternyata nggak cocok dengan kita dan berujung penyesalan. Menikah itu bukan perlombaan. Nggak ada tuh ya hadiah siapa yang menikah duluan dia pemenangnya. Menikah itu bagian dari ibadah, jadi harus dipersiapkan dengan matang. Kalau kita merasa belum siap, masih banyak cita-cita atau keinginan yang pengin dicapai, nggak apa-apa kok. Tenang aja, jodoh akan datang di waktu yang tepat.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”