"Selamat pagi!" Sepasang mata indah menyapa secangkir kopi. Lama menatapnya. Kemudian mengenangnya. Sebelum bibir merah merekah menyentuhnya. Bibir cangkir memintanya untuk teguk pertama.
"Sudahlah, kita akhiri saja! Karena engkau diam-diam menyimpan nama lain. Juga foto. Di dalam album dan buku harianmu. Tak perlu dipertahankan. Tak perlu dilanjutkan. Jika ini beraroma pengkhianatan!'
Pada teguk kedua, terbayang hijau telaga. Air menggigir. Angin berdesir. Langit biru. Serombongan belibis terbang mengoyak senja. Mengayuh dayung. Perahu tak lelah menyisir. Seolah mengekalkan cinta!
Pada teguk ketiga, terbayang rinai hujan. Mengguyut wajah, juga tubuh. Pinus dan cemara. Mengiring berjalan. Tak ada resah, juga keluh. Seolah cinta tak akan merapuh
Pada teguk keempat, terbayang belati. Mengajaknya bunuh diri. Darah meruah. Rindu mengalah. Senyum matahari dan bulan, juga bau parfum melambai. Seolah cinta telah selesai!
Pada teguk terakhir, sepasang mata indah berbinar. Ketika kopi pagi diseruput lelah hatinya pudar. Hidup tak selamanya manis. Tak selamanya pahit. Berkelindan. Telah dirasakan. Telah ditemukan. "Selamat pagi, kawan!" Suaranya lirih tapi menyenangkan.
Cibinong, 16 September 2019
Sajak Mata Gadis Itu
Mata gadis itu menyapa senja. yang dilumuri garis-garis wajah lelaki. Menanti angin membawa nyanyi asmarandana. Ketika sunyi menjelaga.
Mata gadis itu mendengar ringkik kuda jantan. Berlari di panas terik pada sabana. Mencumbu bau gerai rambutnya. Mengoyak biru sansai.
Mata gadis itu menanti isyarat matahari. Menggelucak di antara batas impian dan harapan. Gairah memekat. Kapan waktu akan mendekat.
Jakarta, 3 November 2015
Â
Â
Â
Sajak Mata Gadis Afgan
Mata gadis Afgan menyimpan puisi. Ditulisi dengan peluru tajam. Juga bom rakitan. Melegam dendam. Bertinta darah.Menorehkan kematian sia-sia. Tangis merobek harapan.
Mata gadis Afgan menyimpan puisi. Melafalkan perang saudara. Pengkhianatan. Duka lara. Senyum hilang terkubur. Bersama angin tenggara yang berkesiur.
Mata gadis Afgan menyimpan puisi. Terbayang burung gagak berteriak. Mewartakan kematian di pandang tandus. Pahit merbak. Mencekik jantung yang berdetak.
Jakarta, 2 November 2018
Â
Â
Â
Air Mata Para Jomblo
Air mata para jomblomenguap ke langit. Menyapa awan lalu mengabarkan sakit. Awan ikut berduka cita hingga menanngis. Turunkan rahmat-Nya. Hujan berlapis-lapis.
Cibinong, 13 Desember 2018
Â
Â
Â
Sajak Mata Selfie
Dengan selfie kau julurkan lidahmubagai lidah kobra. Dengan selfie kau kerlingkan mata. Menyihir para pendusta. Dengan selfie kau santap. Hidangan tersaji di atas meja.Â
Dengan selfie kau minum keangkuhan. Didalam pesta. Dengan selfie kau selalu luput. Memungut maut yang bicara.
Cibinong, 13 Februari 2016
Â
Â
Â
Sajak Mata Harimau
Sepasang mata harimau jantan. Di belantara menyapa betina. Juga anak-anaknya. Kuku tajam membelai. Seringai dan auman. Memecahkan cemburu purnama.
Mata tajamnya mencabik kelam. Mengirim kabar kepada semesta. Malam diliput kabutgurau senda. Hingga pagi menyapa malam. Tersuruk. Mata tajamnya membenam.
Jakarta, 28 Oktober 2015
Â
Â
Â
Sajak Mata Elang
Sepasang mata elang betina. Melayang. Mencumbui angkasa. Matanya menyihir semesta. Hingga aku tersungkur, dinda.
Ketika kau menakik senja, mata pedangmu lumerkan baja. Yang mengeram di hati. Iba. Menajaga marwah. Senantiasa.
Jakarta, 27 Oktober 2016
Â
Â
Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”