Sudah merupakan isu klasik tentang jurusan IPA yang dianggap lebih baik daripada jurusan sosial ketika kamu duduk di bangku SMA. Biasanya teman-teman yang berhasil masuk IPA dianggap lebih cerdas, logika berpikirnya lebih baik, dan punya lapangan kerja yang luas. Sementara anak-anak IPS cenderung dianggap sebagai anak-anak yang lebih gemar bermain, selalu berisik di kelas, dan hanya mengerti hal-hal seputar hafalan saja. Tak heran jika kebanyakan dari kamu berlomba-lomba untuk dapat mengisi kursi di jurusan IPA.
Saat duduk di bangku sekolah, aku sangat menantikan pelajaran bahasa, sosiologi, dan menggambar. Aku  merasa memiliki energi yang besar saat berkarya dengan tugas-tugas itu. Bagi kebanyakan orang mengarang mungkin hanya berisi kata-kata seputar omong kosong dan curhat belaka yang tak serumit memecahkan rumus matematika. Padahal tentu nggak sembarangan memilih kata saat seorang penulis menciptakan sebuah karya, seperti cerpen, puisi, novel, dll. Sementara itu, untuk kelas sosiologi, aku akui bahwa aku tak begitu menyukai teori-teorinya yang rumit.Â
Namun aku senang mengamati teman-teman kelasku, melihat sisi yang berbeda dalam diri mereka. Aku suka berinteraksi di dalam sebuah organisasi dan membantu teman-teman untuk menemukan bakat mereka. Di dalam interaksi tentu diperlukan bahasa. Itulah yang membuat diriku ingin terus mengasah kemampuan berbahasa dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Tak heran jika saat ada tugas-tugas dari sekolah untuk presentasi, topik debat, atau diskusi aku sangat bersemangat. Biasanya, aku memilih topik yang berbau fenomena sosial. Aku memiliki cara berpikir yang nggak biasa untuk setiap fenomena sosial, sama seperti halnya dengan menggambar.
Tanganku memang tak sehebat Leonardo da Vinci, namun aku sangat menikmati kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan estetika untuk mengisi waktu luangku atau mengurangi rasa penatku. Tapi dari semuanya itu aku memang paling menyukai bahasa dan interaksi dengan banyak orang. Atas dasar itulah aku mengambil jurusan psikologi ketika kuliah.
Banyak orang, termasuk kakak kelas bahkan teman-teman di sekolah terkejut saat aku memutuskan mengambil IPS saat sekolah. Mereka mengomentari hasil raporku yang sebetulnya bisa-bisa saja untuk masuk IPA. Tak sedikit yang menakutiku bahwa kelak aku sulit mencari pekerjaan jika aku tetap memilih IPS. Namun aku adalah diriku dan bukan orang lain. Aku sangat mengenal kepribadian dan potensiku. Aku bercermin diri, refleksi sejenak tentang hal-hal yang kusuka. Aku lebih menikmati waktu saat berbincang-bincang dengan teman, mendengarkan curhat dalam kelompok kecil, menyemangati teman yang galau, dan menulis cerita yang membuat hatiku merasa lebih baik.
Sudah terbayang jelas hal-hal yang ingin aku lakukan dengan jurusan IPS dan psikologi yang sangakt kunikmati. Begitu lancarnya aku mampu membayangkan tentang aku yang akan duduk di sebuah ruangan konseling, menerima klien yang tadinya cemberut dan nggak punya harapan, namun ketika keluar dari ruangan wajahnya berseri, tersenyum  dengan mimpi-mimpi indahnya. Saat itu aku membayangkan bahwa betapa menyenangkannya jika aksi kecil atau usulan dariku bermakna untuk orang lain yang memiliki masalah dan membutuhkan teman untuk bercerita.
Khayalanku tak berhenti sampai di sana saja, aku coba melayangkan imajinasiku saat aku menulis cerita, menentukan tokoh-tokoh dari cerita yang kubuat lengkap dengan kepribadiannya. Di sana ada ilmu psikologi kepribadian, bahasa, serta sastra. Di waktu luang, aku membayangkan diriku yang iseng menggambar, melukis keindahan yang tak hanya bisa kubuat untuk diriku sendiri, tapi dapat kuhadiahkan untuk orang lain.
Sementara saat aku mencoba berandai-andai tentang diriku jika mengambil jurusan IPA rasanya aku perlu berpikir begitu keras. Aku memang lulus mengerjakan soal matematika, tapi itu setelah melewati perjuangan panjang dan belajar berjam-jam lamanya.Â
Aku tak begitu berminat di bidang IPA. Saat orang-orang mampu membuat garis lurus dan mengukurnya dengan hitungan akurat, aku selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Ide kreatifku tak bermain di jurusan itu. Aku tak mengatakan jurusan IPA itu kaku. Namun aku yakin jurusan IPA itu layak dan tepat ada di tangan-tangan milik teman-temanku yang merupakan calon insinyur, calon arsitek, ahli fisika, calon guru matematika, dll.
Meskipun aku tak terlalu menyukai pelajaran berbau sains, bukan berarti aku ogah-ogahan belajar matematika saat duduk di bangku SMA. Aku tetap terbuka pada berbagai bidang ilmu, karena semakin luas wawasan yang dimiliki, semakin mudah kita bergaul dengan orang yang berbeda bakat dan minat.Â
Setiap orang sudah dibekali dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Di bangku sekolah, aku lebih fokus belajar untuk peka pada hal-hal yang mampu kulakukan dengan maksimal dan hal-hal yang benar-benar kusukai. Aku ingin menciptakan hal-hal kreatif dari potensi yang kumiliki dan membuat diriku sendiri dan orang-orang sekitarku merasakan dampak positifnya.
Mungkin sederhana dan bukan suatu hal yang besar untuk mendengarkan cerita seorang teman, namun bagiku itu adalah effort luar biasa, ketika aku mendengarkan tanpa menghakimi, mengurangi komentar atau pertanyaan yang kurang baik dan bersifat menyinggung perasaan orang lain.
Singkatnya, aku belajar berempati. Kini, aku memang menjadi seorang penulis di perusahaan start up, namun  aku juga menjalankan profesi sesuai jurusan yang kuambil yakni psikologi. Aku bekerja sebagai konselor di hari Sabtu dan mendengarkan cerita-cerita dari para remaja yang galau dengan permasalahan cinta, masalah sekolah, mimpi, dan jurusan mereka. Aku sangat menikmati profesi itu dan ingin terus belajar menjadi pendengar yang baik lewat aksi kecilku.
Aku juga sedang menjalankan sebuah komunitas mental health bersama beberapa temanku, agar remaja lebih menyalurkan energi mereka ke dalam kegiatan-kegiatan positif dan mencintai diri mereka sendiri. Saat melihat orang lain menjadi diri mereka sendiri dan dapat berkarya dengan optimal, di situ letak kebahagianku yang pernah mengambil jurusan IPS semasa sekolah.
Dunia ini adalah tempat untuk para ilmuan di bidang sains, tempat bagi orang-orang yang memiliki kepekaan sosial tinggi untuk menjadi teman bagi mereka yang selama ini hidup dalam kesendirian, dan tempat bagi orang-orang dengan kreativitas tanpa batas yang mampu menghasilkan karya dengan nilai estetik yang indah dan menghibur.
Dunia kita miliki semua orang dengan bakatnya masing-masing dan siap menampung jutaan mimpi banyak orang. Bukan hanya mimpi satu orang dan satu bidang saja. Jadi, kamu nggak perlu lagi galau untuk memilih jurusan, karena dunia ini selalu terbuka untuk setiap mimpi yang sedang kamu pupuk.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”