Terkadang kita harus belajar untuk mendengar; tidak hanya ingin didengar saja.
Iya. Benar. Terkadang kita lupa bahwa kita hidup di dunia ini tidak seorang diri menghirup oksigen; tidak seorang diri menghadapi persaingan; tidak seorang diri mengais rejeki; tidak seorang diri terlibat permasalahan; tidak seorang diri menjalani hidup ini.
Terkadang kita sebagai manusia terlalu sering menatap cermin. Menyentuh bagian yang tak sempurna; membandingkan dengan seseorang yang lebih dari kita. Membandingkan parasnya, pendidikannya, status sosialnya, bahkan dari jenis ponselnya.
Iya. Saya menulis ini memang tamparan keras untuk diri saya sendiri juga. Di mana saat saya mengahadapi masalah, terkadang saya meratapi dan menganggap saya paling sengsara di dunia ini. Saya merasa orang lain tidak akan bisa seperti saya. Padahal itu sama sekali bukan maksud Tuhan.
Saya merasa diingatkan Tuhan melalui cerita orang-orang; yang mempercayakan ceritanya kepada saya.
Dari segi mereka yang berpunya segala: suami-istri bekerja, berkecukupan, punya kendaraan pribadi hampir memenuhi garasi rumah, orangtua juga masih lengkap, punya anak dan juga saudara yang mengelilinginya. Tapi ada kisah yang tak pernah saya bayangkan; bahwa ada permasalahan besar yang bahkan saya sendiri jika ada di posisinya belum tentu bisa menghadapinya.
Saya mencoba mengambil kesimpulan bahwa: Masalah tidak pernah memandang derajat.
Tidak pernah memandang siapa dan bagaimana keluarga kita, masalah pasti ada. Tapi kita sebagai manusia seringnya merasa Tuhan tidak adil.
Bahkan saya pernah berbicara dengan diri saya sendiri: Kalau bisa orang yang tak berpunya, tidak usah sakit saja. Boro-boro harus membawa ke rumah sakit, untuk makan saja rasanya masih kekurangan. Bahkan kejadian ini pernah saya alami ketika bapak saya harus menjalani operasi dan saya mendengar jika seseorang yang dimintai tolong bapak untuk membantunya membeli tanah beliau, kembali mengurungkan niatnya.
Saat saya mengetahui kabar tersebut saya sempat merasa jengkel bahkan tak mengira akan seperti itu. Apa tidak ada rasa belas kasih atau bagaimana dari orang berpunya? Tapi saya belajar untuk tetap memafkan dan mengambil pembelajaran dari peristiwa ini.
Tidak semua orang berpunya juga seperti itu. Tidak semua peristiwa disimpulkan bahwa orang berpunyalah yang hidupnya baik-baik saja. Jadi, jangan pernah merasa yang punya masalah cuma orang tak berpunya saja; seperti kita.
Jika semua orang di dunia ini hanya sebagai konglomerat, pejabat, PNS saja, tanpa ada yang menanam padi, menjual sayur di pasar: Bagaimana kita bisa makan, dan bisa mendapatkan uang?
Tuhan lebih tahu dari pada kita manusia. Yang pasti Tuhan menciptakan kita berbeda untuk menunjukkan dan mengingatkan kita: jangan sampai tinggi diri jika di atas dan merasa paling rendah jika di bawah. Kita semua sama di hadapan Tuhan. Semua manusia; baik itu kaya atau bukan, semua punya porsi masing-masing untuk menggenapi segala janji Tuhan: bahwa kita manusia tidak pernah sekali-kali ditinggalkan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”