Resensi Novel: Maryam-Sebuah Cerita dari Mereka yang Terusir

Resensi Novel Maryam

Judul Buku : Maryam

Advertisement

Penulis : Okky Madasari

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta

Tahun Terbit : Februari 2012

Advertisement

Jumlah Halaman : 280

Penghargaan : Khatulistiwa Literary Award 2012

Advertisement

ISBN : 978-979-22-8009-8

Beberapa hari yang lalu negara kita dihebohkan dengan adanya  aksi pembakaran masjid yang terjadi di kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Masjid yang dibakar tersebut merupakan masjid dari ormas Ahmadiyah.  Ya, konflik tentang Ahmadiyah ini seperti tidak ada habisnya untuk dibahas dan didiskusikan, termasuk melalui karya sastra.

Gambaran nyata dari apa yang dialami oleh penganut Ahmadiyah bisa kita amati dari sebuah novel yang berjudul Maryam. Novel karya Okky Madasari ini bercerita mengenai sosok perempuan bernama Maryam yang merupakan penganut Ahmadiyah.  Maryam bersama keluarganya hidup di sebuah pulai di Lombok  yang mayoritas warganya bukan penganut Ahmadiyah. Maryam bersama keluarganya merupakan segelintir orang dari penganut Ahmadiyah yang sangat taat.

Semua perlahan berubah ketika Maryam memutuskan untuk berkuliah di Surabaya dan pada akhirnya memutuskan bekerja di Jakarta. Di titik inilah Maryam sudah tidak benar-benar yakin dengan ormas yang dianutnya itu. Ia ingin hidup bebas layaknya masyarakat muslim pada umumnya yang tidak dipandang remeh atau sebelah mata. Pun, tidak mudah baginya hidup sebagai Ahmadiyah di tengah-tengah masyarakat yang menganggap aliran ini sebagai aliran sesat.

Di ibu kota, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang bernama Alam. Mereka kemudian menikah tanpa restu dan kehadiran orang tua Maryam. Orang tua Maryam hanya ingin anak kesayangannya itu menikah dengan orang yang sama-sama Ahmadi, sebutan untuk penganut Ahmadiyah. Orang tua Alam pun demikian, mereka tidak merestui anaknya menikah dengan seorang Ahmadi. Beribu cara Alam lakukan untuk membujuk ibunya dengan mengatakan, Maryam hanya kebetulan lahir di keluarga Ahmadi. Pernikahan tersebut akhirnya tetap dilangsungkan dengan syarat Alam harus membina Maryam menuju jalan yang lurus.

Sayang, pernikahan tersebut  tidak bertahan lama, hanya lima tahun,  karena ketidaksukaan ibu mertua Maryam yang masih memandang rendah diri Maryam yang dianggapnya tetap beraliran Ahmadiyah. Maryam merasa dikucilkan dan di sisi lain sudah berusaha dengan susah payah untuk mempunyai anak. Barangkali dengan mempunyai anak hubungan dengan ibu mertuanya akan membaik. Yang terjadi malah sebaliknya, ia merasa semakin tidak berdaya dan memilih mengakhiri rumah tangganya.

Maryam memutuskan kembali ke kampung halamannya di Lombok. Ia ingin meminta maaf kepada orang tuanya karena tidak mendengarkan nasehat mereka. Ternyata orang tuanya sudah tidak berada di sana. Menurut keterangan warga, orang tua Maryam sudah pergi beberapa tahun yang lalu. Kemanakah Maryam harus pergi agar bisa menemui keluarganya kembali? Bagaimana cerita kehidupan Maryam selanjutnya? Bagaimana perlakuan masyarakat terhadap penganut  Ahmadiyah di sana?

 Jangan lupa baca novelnya, ya ^^

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta buku, bahasa, dan sastra