Ingin balik ke masa lalu, tapi masa lalu masa yang juga menyusahkan, hanya saja beda cerita. Bertahan di detik ini rasanya sulit, tak ada naungan. Hidup tak lebih dari pasang surut.
Terkadang kita bertahan dengan orang-orang yang selalu ada. Esoknya, kita kehilangan mereka. Lusanya, kita bertemu individu-individu baru. Lalu, akhirnya kembali dipisahkan. Hidup ini hanya soal mengikhlaskan, bukan. Hanya perihal waktu dan seberapa cepat semuanya akan berakhir.Â
Rasanya, hidup ini juga hanya soal pengulangan. Pagi kita terbangun, sarapan setiap hari, hanya saja beda menu, atau bahkan menu yang itu-itu juga. Lalu menjalani aktivitas seperti biasa, yang bekerja akan pergi bekerja, ibu rumah tangga akan mengurus keperluan keluarga, anak-anak mungkin akan sekolah, mungkin pula sekolah daring karena masih pandemi, pengangguran akan tetap berbaring di ranjangnya, bersandar pada dipan ranjang yang keras, sembari jari-jemari menari di atas layar smartphone.Â
Lalu, malamnya kita istirahat. Keluarga yang harmonis akan berbincang tentang kebersamaan, bertanya tentang apa saja yang dialami hari ini untuk saling mendukung dan menguatkan. Keluarga yang kritis akan melihat berita, baik itu berita pembunuhan, tentang vaksin yang digembar-gemborkan pemerintah, atau peristiwa dunia yang jauh lebih berat. Saling melempar pernyataan serius dan wajah yang mengernyit ngerih. Ada pula keluarga yang kurang beruntung, hari-harinya hanya dipenuhi tatapan sinis dan lemparan kebencian penuh tuduhan. Saling menyalahkan satu sama lain, dan menghardik.Â
Kemudian, si penyendiri, yang selalu meratapi takdir buruknya di dalam kamar kecil yang disesaki barang-barang. Bertanya, mengapa dunia begitu kejam dan tidak adil.
Lalu, ada aku, yang setiap harinya berjuang dengan banyak kata-kata dan kalimat, yang siap untuk dituliskan dan dikirimkan. Terus berharap agar tulisan bisa diterima oleh editor.Â
Aku yakin, kita semua sama-sama berjuang. Entah itu demi sesuap nasi, demi harapan yang pernah pupus, demi kebutuhan hidup yang kian lama kian membumbung tinggi, sementara pendapatan semakin terasa susah saja. Atau, berjuang dengan kesehatan mental kita yang semakin hari semakin memburuk.Â
Kita disulitkan oleh banyak hal, bukan. Banyak tekanan yang terus memberatkan, dari masalah keluarga, sosial, mental, pasangan, dan apapun itu.Â
Terkadang, tujuan hidup yang menjadi animo kita, justru menyimpan tanggungan besar yang harus kita selesaikan. Seperti dalam permainan, kita jatuh tapi kita diberi kesempatan untuk melakukannya lagi. Mungkin, sampai Tuhan berkehendak bahwa tugas kita telah usai. Tak peduli jika tujuan itu tak kunjung kita raih.Â
Kalau kamu, apa ceritamu? Bolehkah aku mendengar kisahmu?
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”