Melihat teman-temanku yang terjun lebih dulu merintis karir dari pada aku, terlintas di pikiranku bahwa Tuhan tidak adil pada diriku, si A telah bekerja di perusahaan kontraktor, si B telah bekerja di konsultan hukum, si C dan si D dan seterusnya telah mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dari pada aku. Dan aku yang telah mengirim banyak surat lamaran, tidak ada satu pun kelanjutan untuk mengikuti seleksi berikutnya. Semua hanya berakhir di tahap psikotes dan interview.
Lulus menjadi seorang sarjana lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan, ternyata tidak membuatku mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Hal itu membuatku berada di titik terlemahku. Menghadapi banyak pilihan dengan meninggalkan rumah dan kedua orang tua untuk pergi ke luar pulau dan menerima tawaran pekerjaan di salah satu BUMN ternama atau tetap tinggal bersama kota kelahiran tercinta dengan kedua orang tua dan keluarga di rumah.
Menghadapi kebiasaan yang baru setelah lulus kuliah, membuatku sedikit bosan menghadapi hari-hari selanjutnya. Sesaat aku memikirkan, akan ada kejutan apalagi dihari esok? Apakah aku mendapatkan panggilan dari pihak HRD untuk mengikuti seleksi selanjutnya setelah berkas administrasiku lolos? Atau tidak akan terjadi apa-apa di hari esok? Entahlah. Semua kekhawatiran ini membuat hidupku berubah 180 derajat.
Jarak puluhan kilo pernah aku tempuh hanya ingin mendapatkan pekerjaan, mengupayakan segala jiwa dan raga untuk berjuang mengalahkan perasaan pesimis dan berujung putus asa. Aku telah menghabiskan banyak waktu ku untuk berusaha, berdo’a dan pasrah.
Kini aku berada dalam usaha yang terakhir, pasrah. Dalam sujudku kepada Tuhan, aku merintih, menangis kesakitan, batinku hancur, dadaku sesak meratapi semua ini. Pedih rasanya, ketika apa yang diinginkan tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan.
Di dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku masih ingin berusaha. Menghabiskan sisa-sisa semangat yang masih ada untuk mendapatkan pekerjaan. Ketika aku melihat kedua orang tuaku mengupayakan segala sesuatunya untuk membesarkan aku hingga aku lulus menjadi seorang sarjana, tekad ku semakin bulat untuk membahagiakannya.
Jatuh bangun kehidupanku setelah lulus kuliah telah membuatku menjadi seseorang yang lebih bijaksana menyikapi segala masalah. Aku belajar tentang sabar dan ikhlas. Dengan mengikhlaskan apa yang sudah terjadi, membuat diriku menjadi lebih legowo untuk menerima. Kini, aku mulai membangun sisa-sisa semangat yang masih ada. Diiringi do’a, restu kedua orang tua serta usaha yang nyata, aku percaya bahwa tidak ada yang sia-sia dari usaha dan doa’a yang terus dipanjatkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Aku hanya ingin melihat senyum yang melingkar di wajah kedua orang tuaku, anak yang dulu di timang dan di rawat ketika bayi hingga detik ini, kini anak tersebut tumbuh menjadi pribadi yang tegar serta kuat menghadapi segala rintangan hidup.
“Ibu, Bapak maaf jika anak mu ini masih belum bisa mendapatkan pekerjaan yang Ibu dan Bapak harapkan, namun aku akan terus berusaha untuk membahagiakan Ibu dan Bapak serta mempersiapkan masa tua Ibu dan Bapak agar tetap bahagia tanpa kekurangan sedikit pun seperti Ibu dan Bapak merawatku tanpa mengeluh sedetik pun”
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”