Aku pernah berlari sangat kencang sejauh mungkin hingga kakiku melepuh dan bernanah. Aku pernah berlari tanpa henti mencoba bersaing dengan siapapun. Aku pernah berlari tanpa lelah mencoba sejajar dengan manusia lain. Aku pernah berlari.Â
Namun, kini aku mulai lelah. Nafasku mulai tersenggal hanya sesak dan pengap yang memenuhi dadaku. Tenagaku telah terkuras, keringatku mengucur deras dan aku mulai terkapar. Aku lelah dan rasanya ingin berhenti seolah hidup segan. Namun, aku juga tak ingin mati.Â
Ada waktu aku sangat menginginkan banyak hal. Aku ingin seperti yang lainnya. Melakukan banyak hal dan menjadi sesuatu. Karena itu aku terus berlari berkejaran dengan waktu dan berlomba dengan miliaran manusia di bumi.Â
Aku ingin menang, aku tidak boleh ketinggalan. Dan aku sangat benci kelambanan. Aku ingin menjadi yang terdepan. Menjadi sesuatu yang berarti dan aku terus berlari. Berlari, berlari dan berlari hanya itu yang terpikir olehku.Â
Seiring aku terus berlari semakin dalam pula aku terluka. Kedua telapak kakiku mungkin sudah tidak berbentuk. Ia lecet, melepuh dan bernanah. Nafasku tersenggal, badanku ambruk dan jiwaku tergoncang. Aku sakit.Â
Pada akhirnya aku berhenti berlari. Aku hanya ingin berjalan menikmati semua hal yang Tuhan ciptakan. Mencoba mensyukuri setiap hal yang Tuhan karuniakan padaku. Dahulu, aku terlalu sibuk berlari hingga aku lupa siapa aku sebenarnya.Â
Aku hanya manusia. Aku bisa terluka, kecewa, sedih dan marah. Aku lupa semua hal tentangku. Saking aku tergesa menyesuaikan langkah dengan manusia lain. Aku luput untuk berterimakasih pada diriku.Â
Kini aku berhenti berlari. Aku tak sanggup lagi untuk berlomba dengan waktu. Ritmeku bukan sebagai pelari. Sekencang apapun aku mencoba berlari hanya kelelahan yang kuraih. Dan, aku tidak menyesal. Aku hanya ingin berjalan sembari menikmati semilir angin, melihat birunya langit dan awan putih berbentuk kelinci.
Karena manusia diciptakan dengan ritme yang berbeda. Langkah yang berbeda. Tidak semua manusia adalah pelari. Tidak semua manusia adalah pemecah rekor. Sebagian lagi tercipta menjadi lamban. Bagiku tak masalah menjadi lamban. Ritme hidup yang terlalu cepat dan menuntutku untuk terus berlari hampir membuatku gila. Semakin keras aku mencoba berlari semakin sering aku melukai diriku.Â
Persaingan terkadang menjadi tidak masuk akal. Manusia yang seyogyanya diciptakan berbeda malah berusaha untuk seragam. Semua ingin menjadi pelari. Katanya, dunia berputar sangat cepat dan waktu terus berjalan.Â
Tik tok tik tok tik tok. Waktu tidak bisa mundur ke belakang. Karena itu manusia terus berlari. Namun, bagaimana denganku yang cukup menikmati menjadi lamban. Aku bahagia, aku bisa menarik nafas panjang menghirup sebanyak mungkin oksigen. Aku berselonjor kaki menikmati matahari yang hangat. Aku bisa tidur melewati malam yang panjang. Iya, aku bahagia menjadi lamban.Â
Maaf, bukan aku berhenti bersaing atau aku menyerah bersaing. Aku hanya mencoba mencintai diriku yang tercipta sebagai manusia lamban. Aku ingin hidup dan berumur panjang, bagiku persaingan seperti imajinasi yang tak terukur. Sampai kapan akan terus bersaing. Sampai kita tua dan sakit-sakitan hingga mati tanpa bisa menikmati hidup.Â
Maaf kawan, aku memilih untuk bahagia. Karena menjadi lamban adalah jalan hidupku. Untukmu yang terus berlari, tetaplah hidup dan jangan lupa berbahagia.Â
Salam dariku si manusia lamban.Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”