Masyarakat sedang kalut dalam suasana perang, maka cerita yang berduit adalah yang happy ending karena masyarakat membutuhkan hiburan -little woman-.
Perspektif lama saya, tujuan membaca novel hanya buang waktu karena hanya mencari hiburan. Namun, selang berapa lama. Saya menjumpai sebuah gagasan manfaat membaca, salah satunya adalah melatih empati dengan membaca novel.
Lekas dari itu saya menilik diri, sepertinya anggapan saya dulu perlu di luruskan.
Mengapa saya menganggap membaca novel itu hanya membuang waktu ? Mungkin karena saya hanya memfungsikan novel sebagai media rekreasi saya, eskapisme saya dalam menjalani rutinitas hidup.
Persepsi ini juga mungkin diawali saya dari kemarahan orang tua saya ketika dulu semasa sekolah saya sering lupa diri membaca novel, sampai menyulut kemarahan orang tua saya untuk membakarnya.
Pada masa itu, saya menyukai novel karena dalam novel ada dramatika dan itu yang membuat novel memilki atensi dan jika sudah larut dalam cerita akan menjadi candu untuk dipuaskan. Sebuah rasa candu yang selalu dipuaskan akan menemui titik jenuhnya. Mulai dari situ anggapan dari orang tua saya jadi semakin kuat. Bahwa memang saya tidak ada gunanya membaca novel karena hanya membuang waktu.
Agaknya persepsi bahwa membaca novel sebagaiamana yang saya yakini dulu bisa saja di alami oleh orang lain. Banyaknya orang yang memfungsikan novel hanya sebagai media rekreasi bisa semakin meningkat kala suasana luar biasa seperti contohnya sekarang saat pandemi.
Tidak dipungkiri bahwa tren pasar yang masih dan mungkin selalu menginginkan suatu cerita yang ada unsur dream fantasy -suatu hal yang banyak di impikan sesorang tetapi dengan sadar mereka tidakn akan bisa mendapatkannya-, mengandung banyak bumbu unsur dramatika sampai hilang subtansi pesan yang akan disampaikan, dan akhir yang bahagia menjadi tuntutan mutlak akan tetap melanggengkan fungsi rekreasi adalah hal utama dalam membaca novel.
Padahal jika kita bisa lebih luas dalam menyikapinya. Banyak hal yang bisa kita fungsikan. Dikutip dari memahami novel yang disusun oleh Dea Adhitya fungsi novel sendiri sebagai sebuah karya sastra ada 5 yaitu fungsi deduktif (pendidikan), fungsi moralitas (nilai kebaikan), fungsi estetis (keindahan), fungsi rekreatif (hiburan), fungsi religiusitas (nilai keagamaan).
Jika kita bisa lebih terbuka dalam memfungsikan novel, tidak dipungkiri kita bisa menjadikannya sebagai media latih dalam menambah kapasitas diri, misalnya empati.
Bagi saya novel merapakan sastra yang memberikan unsur imaji secara detail. Dengan begitu pembaca bisa menyelami keadaan tempat, karakter tokoh, suasana cerita, dan alasan mengapa setiap tokoh bersikap terhadap seuatu konflik dalam suatu peristiwa. Dengan begitu kita bisa ikut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh.
Memahami latar belakang apa yang menimbulkan suatu rasa dan ikut merasakan apa yang dirasakan dalam cerita, rasa yang menyakitkan, rasa yang membahagiakan, rasa akan penyesalan, rasa akan dilukai dan melukai, rasa putus asa, rasa semangat membuat kita lebih terlatih dalam belajar untuk bijak dalam menyikapi kehidupan sendiri atau orang lain.
Jika dalam buku teori kita belajar untuk mengasah logika, sedangkan dalam novel kita belajar untuk mengasah empati.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”