Ketika iman tak lagi disanubari, ketika kepercayaan terhadap semesta punah, ketika keinginan hidup hampir punah…KAU akan selalu jadi destinasi terakhirku.
Hidup berdamping luka dan duka selama 24 tahun…
Mencoba teguh dengan iman yang tak pasti.
Mengenal Tuhan katanya, tapi seperti apakah Tuhan? Seperti apakah sebenarnya hubungan manusia dengan Tuhan?
Benarkah ia mendengar? Kenapa seperti membisu?
Orang tua kita adalah Tuhan yang hidup dan nyata katanya.
Tapi mengapa itu juga tidak kudapatkan?
Apalah yang kumiliki? Tiada
Siapakah yang sudi memilikiku yang dipandang hina ini? Tiada
Lalu apa yang sebenarnya coba kupertahankan untuk tetap berkorban dan berpura baik?
Apakah aku memang baik atau sedang berpura?
Jika benar dosa hukumnya neraka, mengapa setiap dosa terasa begitu nikmat?
Jika benar orang jahat amat terkutuk, mengapa mereka berbahagia dan berumur panjang serta memiliki segalanya?
Permainan apa sebenarnya yang dunia ini sedang coba tunjukkan?
Apakah Tuhan itu sendiri baik? Salahkah pertanyaanku ini? Ketika itu aku begitu muda umurku baru saja 19 tahun.
Jangankan Ayah, Ibu pun nampaknya samar di ingatanku. Yang begitu jelas di memori ini hanyalah luka. Yang kuingat hanyalah kepedihan yang seringkali membuatku menjatuhkan air mata tanpa sebab. Semuda itu aku telah jatuh ke sebuah perangkap jejaka biadap yang merusak masa depanku lalu mencampakkanku begitu saja dengan kejinya. Tak cukup sampai disitu dia juga merebut buah hati yang kulahirkan sepenuh hati. Dengan teganya meninggalkanku di kala saat itu penyakit mematikan menggerogoti tubuhku. Katanya hidupku tak lama lagi. Tak ada yang bisa melarikan diri dari kanker katanya. Dengan mudahnya mencari pengganti, aku tak cemburu sedikitpun entah kenapa. Dengan tega wanita itu mencemarkan namaku dan dengan sengaja menyebar berita palsu. Katanya aku ini berpakaian sexy, menonjol dan aku ini wanita murahan.
Semua orang menudingku dan aku tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan tentang siapa aku dan apa yang sebenarnya terjadi. Semudah itu manusia di era ini menuding jari dan mengutukku. Tapi Tuhan katanya Maha Melihat. Tidakkah bisa dia membela bagi pihakku? Dia kan tahu segalanya. Mereka semua menertawakanku dan sembunyi di balik topeng kemunafikannya. Semudah itukah manusia berbuat dosa? Apakah kepuasan yang kita dapat dengan menghina dan menyakiti? Bukankah itu dosa? Tapi kenapa kita manusia suka dan melakukakannya lagi dan lagi?
Dosa yang seperti apakah yang dimaksudkan?
Mengapa tiada hukuman dan pendosa masih hidup berkeliaran? Termasuk aku.
Hewan pun tahu cara mempertahankan anaknya. Tapi aku sering melihat bayi yang terbuang dan akhirnya mati.
Aku sering melihat orang tua yang mengabaikan anaknya.
Memanjakan mereka dengan uang tanpa memberi kasih sayang, lalu ketika si anak besar dan tidak beradap mereka mengeluh dan menghukum anaknya. Bukankah anak dan orang tua juga berdosa? Bagaimana orang tua bisa berdosa? Bukankah mereka Tuhan yang nyata yang kita lihat?
Aku sedang menikmati dosaku dan merusak masa depanku.
hilang harapan, dan selalu berkata "TERSERAH"
Mengapa menahan diri untuk tidak berdosa dan selalu disakiti? Lebih baik berdosa dan lalu menikmatinya.
Karna Tuhan pun tak menghukumku sampai saat ini.
Lebih baik begini.
Mereka telah menuduh dan mencemoohku bukan? Menuduhku atas kesalahan yang tidak kulakukan. Pembelaanku sia-sia karna manusia-manusia itu tuli. Mulutku tak diberi kesempatan. Aku harus tetap menjadi baik dan menahan sakit? Bukankah itu seperti satu kebodohan? Lebih baik aku membuktikan kalau ucapan mereka benar dan melakukannya!
Namun entah kenapa…
Aku tak cukup handal menikmati dosa.
Air mata masih mengalir, dan aku seperti kehilangan arah…
Dan aku lupa jalannya pulang
BERSAMBUNG
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”