Belum lama ini, aku menonton sebuah drama Korea yang berjudul It's Beautiful Now, yang dibintangi Yoon Shi-yoon dan Bae Da-bin, di mana menceritakan tentang 3 bersaudara yang menghindari kencan buta, hingga ayah, ibu dan kakek mereka membuat skema yang tidak biasa agar ketiganya segera menikah. Barang siapa yang bisa membawa pasangan pertama kali dalam kurun waktu 6 bulan, akan mendapatkan warisan apartemen.
Namun, hal yang paling membuatku serasa diingatkan adalah ketika ibu dari ketiga anak itu selalu disudutkan oleh teman-teman bahkan saudaranya sendiri perihal ketiga putranya, terutama putra sulungnya yang usianya sudah 39 tahun hampir 40 belum kunjung menunjukkan tanda-tanda akan menikah. Begitu juga dengan kakeknya yang selalu disudutkan oleh adiknya sendiri.
Dalam hati aku mulai bertanya sendiri, Ibu, apakah engkau pernah ditanyai hal yang sama seperti itu? Kapan anakmu akan menikah? Kapan bisa menggendong cucu dari anakmu? Sudah usianya menikah, tapi putrimu belum menikah juga? Apakah mereka bilang, pertanyaan itu mereka utarakan karena merasa peduli padamu, Bu? Apakah seperti itu? Jika iya, maaf kalau selama ini anakmu kurang peka terhadap hal ini, Bu. Maaf telah membuatmu khawatir akan pertanyaan mereka yang menyudutkanmu, seolah-olah gagal karena belum bisa membuat putrinya menikah di usia yang hampir 30 tahun ini.
Parahnya, seseorang atau mereka yang menyuruh untuk menikah tidak mengetahui 'trauma' apa yang dimiliki oleh seorang anak yang lahir dari keluarga 'broken home' sepertiku ataupun juga perempuan lain seusiaku.
Maaf bu, sampai kapanpun kenyataan terlahir dari perceraian tidak bisa lepas dari ingatanku. Maaf karena hal ini yang membuatku benar-benar mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum nanti waktuku tiba untuk menikah. Aku tahu kisah asmara masing-masing orang berbeda, begitu pula kisahku dan kisah ibu. Bukan berarti karena ibu pernah gagal di masa lalu hingga aku ketakutan setengah mati untuk menikah. Bukan, bu.
Percayalah, meskipun tanpa mengutarakannya, aku bukan sedang diam-diam saja. Perihal ini selalu kupikirkan dan doakan sepanjang malam. Hanya saja, entah kenapa aku adalah salah satu wanita yang tidak bisa seperti putri ibu lain di luar sana, yang dalam hubungan asmara selalu berhasil. Sempat berpikir, apakah aku kurang setia? Apa aku terlalu baik? Apa karena aku orang biasa? Apa karena kesalahanku di masa lalu?Â
Maaf jika terakhir kali bersama ayah membahas perihal pernikahan, yang keluar dari mulutku adalah kata-kata yang mungkin menyakiti ibu dan ayah. Seperti menggurui dan terlihat aku akan baik-baik saja, seperti akan menemukan pasangan dengan caraku sendiri tanpa harus dijodoh-jodohkan karena usiaku yang semakin bertambah.
Memang sepertinya sangat mustahil menemukan pasangan layaknya negeri dongeng atau sinetron bahkan drama Korea, di mana bertemu pasangan dengan cara tak terduga, tidak memandang fisik, harta bahkan masa lalu yang kelam. Namun, ibu bahkan aku sendiri tidak tahu rencana Tuhan di waktu yang tepat akan seperti apa.
Maafkan putrimu ini, Bu, karena belum bisa menghentikan perkataan atau pertanyaan ibu-ibu lain, atau saudara yang seenaknya menghakimimu karena memiliki putri yang sangat keras kepala ini. Maaf karena membuat mereka menyalahkan ibu karena masa lalu yang gagal dalam rumah tangga dulu hingga berdampak pada diriku.
Ibu, terima kasih karena telah menyembunyikan pertanyaan-pertanyaan menyakitkan itu dariku. Maaf karena membuatmu harus memendamnya sendirian hingga mungkin menangis tapi tak bisa kudengar. Bu, saat ini aku baik-baik saja, tapi juga tidak sepenuhnya baik juga. Aku tidak ingin menyalahkan siapa-siapa termasuk ayah yang sudah meninggalkan kita sejak aku kecil dulu. Aku hanya ingin bahagia tanpa harus menuruti perintah orang lain. Aku ingin bahagia bukan untuk diriku sendiri, tapi juga untuk ibu. Terima kasih bu, karena telah melindungiku dari perkataan mereka yang sebenarnya membuatmu khawatir akan diriku yang saat ini masih bergulat dengan kesendirian.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”