Pada awalnya semua baik-baik saja. Denganmu aku merasa sangat bahagia. Setiap hari tawa itu selalu ada. Perhatianmu selalu kurasakan dengan hangat. Saling berbagi rasa adalah kita. Saling peduli di segala suasana. Selalu didekatmu adalah inginku. Tak ingin sedetik pun berpaling darimu. Semua terasa begitu sempurna dan menyenangkan.
Semakin lama kita bersama, obrolan kita juga semakin serius. Kamu menyampaikan inginmu, begitu juga aku. Memang, tidak semua keinginan kita sama. Banyak perbedaan diantara kita. Mulai dari hal kecil sampai hal yang serius. Aku rasa itu wajar, karena kita adalah dua insan yang sedang disatukan. Perbedaan-perbedaan itu bisa kita bicarakan, sehingga kita bisa satu tujuan. Tetapi, menyatukan perbedaan bukan hal yang mudah. Terkadang, kita harus menghadapi pertengkaran. Aku yang mengalah, atau kamu yang mengalah agar kita bisa tetap bersama.
Semua itu bisa kita lalui. Aku dan kamu masih berjalan beriringan. Menekan ego masing-masing demi kita agar tidak berpisah. Saling menghargai untuk tetap bersama. Dari sinilah aku kagum dengan sifatmu begitu juga sikapmu. Kamu sangat dewasa menghadapi aku yang keras kepala. Kita memang sering bertengkar. Tapi tidak butuh waktu lama untuk kembali baikan. Aku merasa beruntung memilikimu. Aku sangat membanggakanmu di depan keluarga dan teman-temanku. Aku sangat menyayangimu. Bersamamu aku bisa lupa dengan lukaku yang lalu. Aku rasa hidupku sudah lengkap.
Sampai pada suatu hari kamu mulai mengatur hidupku. Hidupku kamu atur mulai dari pakaian, make up, kegiatanku sehari-hari, semuanya kamu atur. Aku harus begini, aku harus begitu. Aku harus mengikuti semua yang kamu inginkan. Warna baju, model baju, make up, warna jilbab, model sepatu dan lain-lainnya kamu yang tentukan. Aku harus menurut. Kalau aku tidak menuruti maumu, kamu marah dan membentakku.
Di awal, aku berusaha memenuhi maumu itu. Aku berusaha membeli baju baru, jilbab, sepatu dan yang lainnya sesuai keinginanmu. Aku juga merubah kegiatanku sesuai dengan yang kamu mau. Aku melakukan semua itu agar kita tidak berpisah. Walaupun sebenarnya aku keberatan dan tertekan. Aku juga merasa terkekang, karena setiap kegiatanku kamu awasi. Semua harus seperti yang kamu inginkan. Aku merasa kamu sudah tidak bisa menerima aku apa adanya. Hati kecilku menolak, aku tidak bisa menjadi seperti yang kamu mau. Aku adalah aku, dengan segala kekuranganku. Tetapi kamu tidak bisa menerima semua itu.
Semakin lama aku menjadi kehilangan diriku sendiri. Semua yang kulakukan demi kamu, agar kamu tidak memarahiku. Aku nggak mau kehilangan kamu, tapi aku juga tertekan dengan semua ini. Dalam hati aku berkata “Aku tak pernah memintamu menjadi seperti yang aku mau, tapi kenapa kamu ke aku seperti ini?”, “Aku menerima kamu apa adanya dengan segala kekuranganmu”. “Aku senang dan aku menghargai kamu menjadi dirimu sendiri, tapi kamu ke aku?”
Tetapi kamu tidak pernah menghargai usahaku untuk menjadi seperti yang kamu mau. Aku selalu salah. Padahal mati-matian aku menuruti kemauanmu. Yang menurutku kemauanmu itu berlebihan. Aku belum menjadi istrimu saja kamu sudah seperti ini. Bagaimana kalau aku sudah menjadi istrimu?
Perlahan aku mulai berontak. Aku katakan semuanya kepadamu. Bahwa aku tertekan dengan sikapmu yang terlalu mengatur hidupku. Aku minta kamu menghargaiku aku dan semua usahaku. Tapi kamu justru marah ke aku. Kamu memaki dengan suara yang sangat keras. Dari situlah aku memberanikan diri untuk mengatakan “pamit” dari kamu. Aku menyerah. Untuk apa aku mempertahankan kamu, sedangkan kamu tidak menghargai aku. Kamu tidak bisa menerima aku apa adanya.
Terima kasih, sudah pernah hadir dalam hidupku. Maaf terpaksa aku pergi, mungkin kepergianku bisa membuatmu mengerti arti sebuah perjuangan. Semoga kamu di sana bahagia, dengan siapapun penggantiku nantinya~
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”