Luka Fisik Dan Non Fisik yang Sama-Sama Memiliki Bekas, Tapi Memiliki Jangka Waktu Kesakitan yang Berbeda

Bekas luka (non fisik).

Seorang anak yang bermain dengan tiang diatas sungai, akhirnya terjatuh ke dalam sungai dengan luka yang cukup serius (robek) di dahinya. Dia akhirnya dilarikan ke sebuah rumah sakit dan mengalami beberapa jahitan di dahinya yang terluka. Tahun berganti, dan bekas luka itu masih terlihat jelas di ujung bagian kiri dahinya.

Advertisement

Dan setiap kali dia berkaca dan melihat bekas luka itu, dia pasti akan seketika teringat hari dimana dia terjatuh dan menjalani proses operasi. Kemampuan mudah mengingat ini juga bisa muncul dalam dirinya ketika orang mendekatinya, melihat bekas itu, dan kemudian berucap, "Itu kenapa?" "Itu bekas luka ya? Habis jatuh atau kecelakaam?" 

Namun di akhir ceritanya, dia akan selalu menjelaskan bahwa sejak saat itu, dia tidak pernah lagi punya keinginan untuk melakukan kegiatan panjat-memanjat atau bermain di dekat sebuah sungai. Mengapa? Ya tentu saja karena dia sudah tahu bagaimana sakitnya berada di atas meja operasi dengan pemandangan darah segar yang bercucuran dari tubuhnya. 

Well sama halnya dengan bekas luka yang diterima anak remaja atau setiap kita yang pernah mengalami luka atau menjalani operasi akibat suatu penyakit, terjatuh atau kecelakaan tertentu, luka yang kita dapat bukan secara fisik pun ternyata bisa memberikan bekas. Ya, meskipun bekasnya tidak secara kasat mata terlihat. 

Advertisement

Bekas luka non fisik juga pasti memiliki asal-usul, sejarah atau cerita kehadirannya. Biasanya, bekas luka non fisik ini berasal dari perkataan atau sikap yang menyakitkan dari orang-orang yang ada di sekitar kita, entah itu dari orang tua, saudara, bos, atau pasangan kita. Atau siapa lagi ya readers?

Jika luka fisik pengobatannya bisa langsung dilakukan beberapa menit atau jam setelah terluka, luka non fisik tidak demikian. Ini terjadi karena seringkali orang yang melakukannya (si pelaku) ternyata tidak sadar telah melukai, sehingga tidak pernah ada proses rekonsiliasi (saling meminta maaf dan memaafkan) yang dilakukan sebagai sebuah cara ampuh untuk segera mengobati luka non fisik ini.

Advertisement

Dan, kita yang mengalaminya pun terlanjur merasa tersinggung, rapuh, hingga tak bisa mengutarakan apapun dan memilih untuk menyimpannya sendiri. Lalu, waktu terus berjalan, dan perasaan itu semakin berbuah menjadi kesakitan yang mendalam yang membuat hidup terasa tak legah, emosi naik turun dan tidak tenang, hingga muncul sebuah rasa benci dan ketakutan akan dilukai lagi. Inilah yang disebut sebuah bekas luka non fisik.

Nah, bekas luka non fisik ini lah yang akhirnya melahirkan sebuah respons untuk enggan berdekatan dengan si pelaku-pemberi bekas luka non fisik tersebut. Jika, remaja dengan bekas luka di dahinya akhirnya enggan panjat-memanjat dan bermain di dekat sungai dengan alasan tidak mau lagi terluka, berdarah, dan harus masuk ruang operasi untuk dijahit dahinya, seseorang yang terluka non fisik juga membangun tembok yang tinggi antara dia dan pelaku demi menghindari sebuah potensi mendapat tambahan rasa sakit dan bekas luka yang baru dari orang yang sama.

Mungkin, memang masih ngobrol, tapi akan menjadi sebuah obrolan yang hanya basa-basi dan palsu. Sulit untuk bisa merasa lepas-apa adanya, tidak ada lagi saling bercengkrama, bersenda gurau, bahkan bertukar pikiran untuk menjalin hubungan dengan level yang lebih akrab lagi. Bahkan ketika mendengar namanya disebut saja, kita bisa menjadi sangat salah tingkah dan berusaha untuk segera mengganti topik pembicaraan atau berlalu pergi.

Apakah pendapat saya dalam tulisan ini benar? Jawab dalam hati saja readers. Hehehe.

Jadi, jika bekas luka fisik rasa sakitnya tidak akan lagi terasa meskipun berulang-ulang diceritakan asal-usulnya, dengan mengingat bahwa proses pengobatannya segera dilakukan di beberapa menit setelah terluka. Maka jauh berbeda dengan bekas luka non fisik, dimana ketika kita mulai ingat lagi dengan asal-usul bekas luka yang tak kasat mata ini, kemungkinan rasa sakitnya tetap akan terasa. 

Mengapa? Tentu saja karena (biasanya) tidak pernah ada proses penanganan-pengobatan langsung yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya-proses rekonsiliasi untuk jenis bekas luka yang satu ini. Sehingga, meskipun sudah melewati waktu yang cukup lama, bekas luka ini tidak pernah kering dan tetap akan selalu basah-karena tidak pernah diobati.

Lalu, harusnya gimana dong?

Hm harusnya sih, kita sebagai korban yang punya bekas luka yang selalu basah itu, mulai mau membesarkan hati untuk datang kepada si pelaku dan menyelesaikan. Atau jika kita lah yang mungkin adalah pelaku, maka ketika seseorang di sekitar kita mulai dirasa tiba-tiba menghindar atau menjaga jarak, maka kita harus segera berinisiatif untuk bertanya dan berusaha menyelesaikannya.

Ya, memang proses penyembuhan bekas luka non fisik ini agar segera mengering dan tak lagi menyakitkan akan menguras banyak tenaga dan energi di dalam diri kita, tapi ini akan baik untuk pribadi kita sendiri. Waktu kita memutuskan untuk menjalani proses rekonsiliasi, ini akan membuat bekas luka non fisik itu mungkin masih belum terlalu kering-teringat sesekali , tapi tidak lagi menjadi sesuatu yang mengganjal di dalam hati dan kehidupan kita, yang membuat kita selalu gusar dan tidak tentram, selama bekas luka non fisik ini tidak segera diobati-selalu basah.

Bijaklah dalam mengobati bekas lukamu, readers. Terutama yang tak kasat mata, dan bersarang di hati. Karena waktu kita memilih diam, menyembunyikannya maka itu tidak pernah akan sehat bagi jiwa bahkan tubuh jasmani kita. Karena jika bekas luka non fisik ini tidak segera diobati, maka hati kita akan menjadi tempat sampah yang baik bagi perkembangbiakan banyak bakteri dan penyakit yang lambat hari akan menggerogoti seluruh tubuh bahkan kehidupan kita. Jadi, bijaklah!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Shangrila.(n) ; any place of complete bliss and delight and peace→The Lost Horizon, James Hilton(England,1933)™ Passion Never Weak