Logika Rusuh di Balik Selingkuh

"Dia tuh tau banget dia ganteng, makanya ga kaget sih denger kabar dia selingkuh. Lha wong yang tampang hasil tuker tambah aja bisa main gila."

Advertisement

Terdengar obrolan 2 perempuan geram di pojok kafe yang harga segelas kopinya bisa buat beli 3 paket ayam geprek sambal bawang. Topik mereka ga jauh dari yang beberapa waktu lalu santer beredar yaitu perselingkuhan sejumlah publik figur yang terungkap dalam kurun waktu berdekatan. Kebetulan semuanya dilakukan oleh kaum lelaki.

Mengingat background-nya demikian, selayaknya tulisan berikut ini disampaikan melalui sudut pandang perempuan pula. Kaum berjakun, jika tidak merasa terwakili, silakan tulis narasimu sendiri.

Selingkuh ini kayaknya dari jaman Singosari Majapahit juga udah ada deh. Kemunculan-kemunculan berikutnya cuma modifikasi cerita aja dari tokoh yang berubah-ubah. Yang sepertinya ga berubah itu yang pertama dicari khalayak nan budiman adalah foto si orang ketiga sebagai alat bantu visual untuk membayangkan secantik apa si orang ketiga dibanding sang korban perselingkuhan. Kalau korban lebih rupawan, si pelaku akan dicaci maki karena kebodohannya untuk "turun spek". Lalu, jika si orang ketiga lebih molek, si pelaku juga akan tetap dihardik keras tentang ketidak bersyukurannya dan ketidaktanggungjawabannya.

Advertisement

Tidak lupa, pemirsa riuh rendah mengata-ngatai si orang ketiga sebagai perusak hubungan. "Pelakor" (perebut laki orang) adalah term yang kini termasyhur di topik perselingkuhan. Seolah-olah semua berantakan gara-gara si perempuan yang merebut si lelaki. Nah, untuk hal ini saya tidak sepakat. Suami kan bukan tempe goreng yang cuma bisa diem-diem anyep tanpa daya upaya, bisa dong menolak atau menyambut adegan 'direbut' tersebut? Jadi kalau memang selingkuhnya terjadi, berarti bukan direbut, tapi si lelaki menyerahkan diri!

Kasus khianat terhadap pasangan ini menarik untuk ditelisik lebih lanjut supaya ga hanya berhenti di kolam emosional dan judgmental. Yuk berenang lebih dalam biar tau dan ga menganggap ini bahasan tabu!

Advertisement

Seperti disinggung di atas, atensi pemirsa sering kali hanya fokus pada tampilan kasat mata dari korban dan orang ketiga. Berdasarkan hasil analisa murah meriah dengan membaca beberapa jurnal infidelity, menonton talk piskiater tentang perselingkuhan, dan beberapa artikel terkait lainnya, berikut ini poin-poin utama yang menggugah roh jahat di dalam diri seseorang untuk berkhianat dengan pasangannya, selain dari alasan fisik:

1. Bentuk Penghindaran

Selingkuh adalah aksi hasil akumulasi dari berkali-kali menghindari masalah yang tak kunjung berani untuk dibahas. "Entar aja lah.. gimana nanti lah.."

Lalu, sembari nunggu yang entar-entar itu belum muncul hilalnya, mari kita kemon cari selingan aja biar ga mati gaya.

Lha kok kenapa ga beresin masalahnya aja biar clear?

Kan susah bos! Ribet banyak ina-inunya, lagian belum siap juga untuk adegan konfrontasi. Nanti malah jadi ke mana-mana bahasannya. Diemin aja lah.

Terus gimana, dong?

Yaudah, yang gampang aja yuk?

Apa tuh?

Ya cari yang baru. Belum ada variabel anak, KPR, cicilan mobil, mertua & ipar, baby blues, badan istri mekar, ga menarik lagi kayak waktu pacaran, ketertarikan seksual yang makin kreatif, dan hal lainnya yang menyandung-nyandung nyali kecilku untuk bahas masalah yang ada.

2. Bentuk Ketakutan

Namanya hidup kan fasenya berubah terus sehingga sering kali hinggap rasa ketidakpastian akan masa depan, banyak tantangan baru, serta perubahan yang bisa jadi tidak diharapkan.

Yah, kan siapa sih yang seneng ketakutan? Siapa juga yang hobi ngadepin tantangan terus-terusan? Apalagi kelelakian ku yang rapuh ini mudah remuk seperti kue semprong kesenggol stang motor di pom bensin. Nah, makanya selingkuhlah agar nemu yang kebalikannya: gembira, have fun, tiada masalah. Siapa tau kan jadi semangat lagi?

3. Bentuk Inferiority

Ada ketimpangan dalam hubungan di mana si pelaku selingkuh sejatinya merasa minder, merasa timpang dengan pasangannya. Bisa jadi di beberapa kasus, perannya kurang dimaksimalkan. Atau mungkin pendapatnya tidak didengarkan. Kumpulan dari semuanya tersebut bisa menumpuk dan menghasilkan rasa jengah yang membuncah dan rasa tidak kompatibel untuk bersama.

Apakah yang terjadi kemudian? Ya mau pisah kok efeknya besar, terlebih jika ada anak. Mau curhat dan diskusi sama istri kok udah keok duluan baru bayangin aja. Mau meningkatkan nilai diri kan juga bukan hal yang instan.

Aha! Cari selingan kayaknya asik nih. Bisa pilih profil sesuai kehendak. Tinggal cari yang membuat diri merasa lebih perkasa, yang nurut dan mudah diarahkan kayak rambut dikasih pomade, yang murah puja-puji, penuh rayuan kosongpun tak apa, itu kan makanan favorit bagi egoku.

4. Bentuk ketidakpuasan

Teman kantor lebih cantik menarik, kaum hawa di Instagram lebih terpancar aura(t)nya, rekan bisnis lebih enak diajak curhat, bercinta bayaran kabarnya lebih menggairahkan, dan lebih-lebih lainnya.

Coba flashback deh ke beberapa tahun lalu saat istrimu belum jadi istrimu? Widiiih, mati-matian kamu kejar maszzeeh.. Ngapel dari Depok ke Balaraja tiap Sabtu juga dijalani.

Bukan kurangnya istri yang membuat tidak puas, tapi kemampuanmu jaga komitmen yang sudah amblas.

Demikian secuplik narasi ini dibuat untuk lebih memahami tindak kecurangan dalam hubungan.

Mohon maaf untuk pihak-pihak yang sekiranya tertohok, silakan taubat nasuha.

Dan untuk para korban, jangan pertanyakan nilai dirimu hanya karena perbuatan tak bermutu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Karena tulisan adalah rekaman pikiran dan perasaan.