Kita pasti pernah melakukan kesalahan, entah yang disengaja maupun tidak, baik kesalahan yang besar ataupun yang kecil. Mungkin ketika sedang mengerjakan tugas, kita salah menulis, atau ketika mengerjakan ulangan harian, kita salah menjawab beberapa soal. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga pasti pernah berbuat kesalahan. Berkata yang kotor, merendahkan orang lain, dan lain sebagainya.
Itu wajar, karena manusia zaman sekarang seperti kita-kita ini memang tidak ada yang sempurna. Karena kita tidak sempurna, ujung-ujungnya kita pasti kita akan menerima kritikan orang, dibilang ini itu, atau bahkan direndahkan orang lain. Sakit? Iya, aku pribadi pun sering merasakannya. Dulu aku sering dibilang payah karena aku penakut, tidak bisa berenang, kurus, cengeng, dan lain sebagainya. Bahkan waktu SD dulu aku pernah dijauhi oleh teman-teman sekelas selama beberapa hari. Waktu itu ya rasanya sedih, karena seolah banyak orang yang tidak menyukaiku. Ingin tidak sekolah, tapi dirumah aku dipaksa ibuku untuk bersekolah.
Ya sudah, aku tetap menjalani hari-hari setelahnya dengan berat hati. Namun karena ada pepatah terbentur-terbentur-terbentuk dan juga ala bisa karena terbiasa, lama kelamaan ketika aku dihina teman-teman SD, di hatiku tidak ada rasa sakit hati lagi, karena saking seringnya dihina. Entah kenapa perasaan sakit hati itu hilang, seiring dengan seringnya aku dihina dan ditertawakan oleh teman-teman. Bahkan ketika temanku menertawakanku, aku saat itu juga ikut tertawa. Bukan tertawa sinis yang sekedar “hehe…”, tapi tertawa alami, tidak dibuat-buat. Dalam hati mereka waktu itu mungkin mereka menganggapku aneh.
Aku tak peduli, saat aku tertawa yang aku pikirkan adalah “gapapa yang penting mereka seneng”. Ini bukan pansos atau apa, tapi emang itulah kenangan yang aku ingat ketika SD. Beranjak SMP, sudah tidak ada bully-bullyan ala-ala anak SD, namun berganti menjadi sindar-sindir. Temen sih tidak menghina secara frontal, tapi menyindir dengan bahasa halus, tapi menusuk. Justru yang seperti ini malah lebih nusuk daripada di bully ala anak SD.
Tapi, seperti waktu SD, aku tidak terlalu serius menanggapinya. Selain sadar bahwa aku memang salah, kalo masalah mendebat juga aku pasti kalah. Waktu terus berjalan, di SMA jarang orang yang mengejekku. Tapi, bukan berarti tidak ada masalah. Justru semakin bertambahnya usia kita, ujian itu semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya. Di SMA aku sadar bahwa aku tidaklah lebih baik dari yang lain, dan ada yang mengkritik itu wajar. Justru dengan itu aku bisa mengintrospeksi diri sendiri dan berkembang menjadi siswa yang lebih baik lagi.
Jadi, entah kritikan atau ejekan, aku pribadi tidak pernah menanggapinya dengan berlebihan. Kalau sedih atau marah, lebih baik aku diam saja, karena bisa jadi kritikan atau ejekan yang dilontarkan pada kita emang benar adanya. Justru malah kita akan dicap menjadi orang dengan kepala batu jika ada orang yang ingin mengoreksi kita, malah kita tolak.
Kita hidup dengan orang lain, yang masing-masing dari kita punya sudut pandang masing-masing. Jadi kita tak perlu terlalu memikirkan apa yang orang katakan pada kita, apalagi memikirkan apa yang orang pikirkan tentang kita. Selama yang kita lakukan adalah hal yang baik dan benar, jika ada orang yang tidak suka jangan dihiraukan, karena yang mau berbuat baik itu kita, balasannya ya untuk kita juga. Dengan begitu kita bisa mengurangi kadar insecure dan overthinking kita.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”