Buk……
Aku selalu memanggilnya begitu dalam sehari-hari. Contohnya dalam beberapa kondisi seperti ini.
Kupanggilnya, buk, tiap kali aku baru saja memasuki rumah sepulang dari bepergian. Aku akan terus memanggilnya hingga kutemukan sosoknya yang entah itu sedang sibuk di dapur, bebersih rumah, atau bahkan saat beliau asyik menghayati tontonan sinetron yang ia gandrungi. Berbicara sinetron, aku sampai detik ini tak sampai paham bagaimana bisa ibuk menikmati tontonan sebuah drama fiksi yang jatuhnya terlalu mendramatisir hingga bahkan tak masuk akal bagiku.
Tapi saat kuperhatikan diam-diam tiap kali beliau tertawa atau ikut emosi karena alur cerita dalam sinetron tersebut, cukup bagiku menyadari bahwa sinetron yang bagiku nggak-well untuk diikuti itu, sebaliknya malah menjadi hiburan tersendiri baginya. Menjadi hiburan ditengah-tengah kesibukannya yang bahkan 24 jam pun rasanya masih kurang untuk bisa menyelesaikan semua pekerjaannya. Beliau tak meminta bayaran atas semua pekerjaan yang dilakukannya secara suka rela itu. Ibuk hanya butuh hal-hal kecil nan remeh yang bisa menghibur penatnya, seperti menonton sinetron atau mendengarkan lagu di sela-sela aktivitasnya.
Aku akan memanggilnya lagi, saat aku memasuki dapur tapi tak kutemukan makanan di sana. Atau sepelenya, terkadang aku sudah tahu tapi pura-pura tak melihat hanya untuk memastikan makanan apa yang beliau siapkan dihari itu. Satu-dua kali jika aku malas dengan jenis makanan dihari itu, mie instan atau order makanan online adalah jalan ninjaku. Mengetahui hal itu, ibuk kerap mengomeliku ini-itu, katanya aku malas-lah, katanya aku terlalu pemilih-lah, dan berbagai ungkapan sejenisnya yang hanya kutanggapi dengan acuh tak acuh.
Hingga kemudian aku mengerti bahwa menyiapkan makanan tidaklah semudah aku memilih makanan favorit lalu mengeklik order di aplikasi online. Lebih dari itu, aku juga baru tahu bahwa ternyata berada di posisi Ibuk saat makanan yang ia siapkan tapi ternyata tidak kusambut dengan senang, itu diam-diam mendatangkan perasaan kekecewaan baginya.
Belum lagi saat aku tak menemukan barang yang kubutuhkan. Aneh bin ajaibnya, saat Ibuk datang dan ikut mencari, tiba-tiba tanpa membutuhkan waktu yang lama, barang yang ku cari sampai membuatku pusing sendirian itu sudah ada digenggaman Ibuk. Tentu saja ibuk kesal karena aku kelewat ceroboh, seringkali tidak disiplin dan rapi dalam menyimpan barangku sendiri. Tapi bagiku itu tak masuk akal, seakan Ibuk punya kantong ajaib milik Doraemon yang sekali rogoh sakunya langsung ketemu barangnya.
Dibeberapa kasus yang membuatku terdesak, kata Ibuk adalah ucapan yang ku lafalkan secara spontan. Misalnya suatu kali aku tak sengaja tertimpa kecelakaan ringan seperti terjatuh dari sepeda, terpeleset, atau ketakutan karena suatu hal. Kuteriakkan kata ibuk disela-sela isak tangisku. Apalagi saat beliau bergegas datang dengan muka khawatirnya, seakan apa yang sedang ku alami bagaikan bencana besar yang siap mengancam keselamatan hidupku. Ibuk dengan suara khawatirnya menanyakan perihal rasa sakit dan perih luka ditubuhku, lalu ku sahut dengan tangisan semakin kencang.
Entahlah, sampai sekarang aku juga tak mengerti mengapa perlakuan super khawatirnya itu malah membuatku semakin ingin menangis sekencang mungkin. Tapi yang pasti, pelukan hangat yang beliau berikan meski sesekali dibumbui dengan perkataan seperti, ‘makanya jangan aneh-aneh, kan jadi sakit’ atau ‘jangan diulangi lagi loh ya’ dengan nada kesal, tetap saja membuatku merasa terlindungi seakan keberadaannya mampu menyelamatkanku dari monster yang siap menculikku.
Ibuk adalah definisi pahlawan yang kutemui dihidupku. Beliau bukan orang yang memiliki derajat tinggi dihadapan masyarakat sekitar, tetapi ibuk mampu mengkondisikan diri bagaimana cara merawat rumah beserta isinya agar terhindar dari gosip maupun celaan dari tetangga sekitar. Apalagi jika menyangkut perihal anaknya ini, sungguh ibuk akan melindungiku dengan baju besinya.
Ibuk juga bukan orang yang punya prestasi atau keahlian khusus disebuah bidang, apalagi sebagai tokoh terkenal yang dikenal masyarakat luas. Tapi Ibuk sangat multitasking dan teramat kompeten jika berurusan dengan domestik rumah tangga. Seakan seisi rumah berada dibawah kendalinya, semua akan tersusun dan beliau lakukan semaksimal kekuatannya. Aku semakin menaruh kagum lagi, saat Ibuk ikut membantu menyukupi perekonomian keluarga demi tercukupi segalanya, termasuk biaya pendidikan anak-anaknya. Melihat sesibuk apa aktivitas keseharian beliau yang biasanya penuh dengan urusan rumah lalu ditambah dengan aktivitas diluar rumah, membuatku serasa berhenti bernapas seketika.
Ada sebuah ungkapan, seorang Ibu bukanlah dewa. Begitupun juga berlaku bagi ibuku. Sebab Ibuku juga manusia yang punya kekurangan, yang terkadang juga dari ucapannya atau perbuatannya membuatku sakit hati dan emosi. Aku mengerti, kita semua tak luput dari kesalahan begitupun juga ibuku dan atau para ibu diluar sana. Tapi yang berbeda ialah, ibuku adalah sosok spesial dan teristimewa dalam hidupku. Tak perlu memakai make up untuk merias wajahnya yang makin hari makin keriput, segala perjuangannya demi merawat keluarga kami adalah riasan paling cantik seumur hidupnya. Juga tak perlu mengenakan pakaian branded, sebab daster atau baju rumahan nan kusut yang sering beliau kenakan malah terlihat menawan dimataku.
Ibuk tak pernah memperlihatkan selelah apa fisiknya setelah seharian tak diam, juga tak pernah memperlihatkan tangis sedihnya karena suatu hal. Tapi dewasa ini aku semakin mengerti, helaan napas atau pandangan menerawang darinya yang beberapa kali tertangkap basah olehku, membuatku menyadari bahwa bahu kecilnya yang terkesan mudah rapuh itu ternyata sungguh kuat. Apalagi menerka hatinya, sungguh aku tak mampu.
Bulan Desember adalah bulan perayaan Ibu. Namun aku tak butuh setahun sekali demi bisa teringat bagaimana perjuangan ibuku demi keluarga kecilnya. Sebab setiap hari, tiap kali terbayangkan sosoknya atau saat kusebut Ibuk, maka akan dengan mudah bagiku untuk menyaksikan beliau dengan peranannya yang sungguh besar bagi suami dan anak-anaknya.
Kupanggil dia ibuk, definisi pahlawan di hidupku. Beliau bukan Kartini atau sosok pahlawan bangsa lainnya. Ia hanya seorang perempuan yang dalam dua puluh empat jam waktunya penuh untuk merawat keluarga. Ibuk hanyalah perempuan biasa, yang lewat perjuangannya mengenalkanku akan banyak hal. Namun ia dan keberadannya teramat istimewa, yang selalu ku butuhkan disetiap keadaan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”