Kuntilanak Itu Istriku, Cerita Horor yang Dibilang Lebih Ngeri dari KKN Desa Penari

Kuntilanak itu istriku

Sudah beberapa pekan terakhir ini Indonesia gempar dengan sebuah cerita horror berjudul KKN di Desa Penari, cerita ini diunggah oleh sebuah akun anonim di Twitter bernama SimpleMan (@SimpleM81378523). Banyak warganet yang berkata sejak membaca cerita tersebut mereka sering mimpi buruk, tidak berani keluar malam, dan yang paling parah hingga jatuh sakit saat membacanya.

Advertisement

Saya awalnya tidak tertarik untuk membacanya, namun karena membludaknya unggahan di beranda Instagram, Facebook, dan Twitter saya, maka saya pun mencari cerita KKN tersebut di Google.

Setelah menemukan cerita tersebut tak lupa saya mengucap Bismillah terlebih dahulu, karena tiba-tiba saya teringat akan cerita-emak-emak yang takut ketika membacanya. 

Tak perlu saya ceritakan lagi bagaimana isi cerita itu, karena mungkin kalian sudah membacanya. Setelah selesai membaca cerita Nur saya hanya merasakan sedikit saja rasa takut. Kemudian berlanjut pada Widya, dan juga lainnya, sampai-sampai viral juga versi Badarawuhi Sang Ratu Ular. Namun saya tidak menemukan hal-hal yang membuat saya sangat ketakutan. 

Advertisement

Saya lalu curhat soal kengerian lebay para warganet lewat komentar pada salah satu teman saya yang juga mengunggah soal kengerian KKN di Desa Penari (Maaf berkata kalian lebay, karena mungkin faktor pemicu ketakutan seseorang berbeda). Kemudian salah seorang teman yang lain membalas komentar saya, katanya, "Baca ini dulu mbakyu!." "Wes, tak baca." jawabku.

Teman saya ternyata memberikan sebuah tautan cerita di Facebook berjudul Kuntilanak Itu Istriku. Sebelum membacanya saya menyempatkan diri untuk membaca komentar-komentar yang ada di cerita tersebut karena biasanya lebih seru membaca komentar sebelum melihat isi postingan. Banyak sekali komentar orang-orang yang ketakutan. Setelah selesai membaca komentar, saya langsung membaca cerita tersebut dimulai dari part satu.

Advertisement

Cerita ini berkisah tentang seorang pemuda bernama Deddy yang dinikahkan dengan Kuntilanak Merah. Dari awal saya masih biasa-biasa saja saat membacanya, tak ada rasa ngeri yang berarti. Namun, ketika mulai beranjak ke beberapa part berikutnya saya mulai seperti terbawa ke dalam alur cerita, saya seperti masuk ke dalamnya. 

Saya baca maraton baru sampai part enam karena sibuk mengasuh si kecil yang harus tetap diawasi, bulu kuduk saya pun berdiri saat membacanya, ditambah beberapa adegan gore yang dengan detail disebutkan dalam cerita oleh penulis, Pada part enam, sang penulis memberikan catatan kaki kalau kejadian penampakan di lokasi tersebut dialami oleh penulis sendiri.  

Penulis mengambil lokasi di sebuah daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Amarasi dan Kota Kupang. Saya langsung googling mencari lokasi tersebut, dan lokasinya terletak di salah satu pulau bernama pulau Timor. Amarasi merupakan sebuah daerah dengan banyak hutan lebat, dan kota Kupang merupakan ibukota provinsi NTT.

Saya mencoba mengirim pesan kepada sang penulis dengan akun Facebook bernama Christian Giri, untuk menanyakan apakah cerita tersebut merupakan kisah nyata atau bukan. Namun sampai sekarang belum dibalas oleh sang penulis.

Sebab dikata bukan nyata, tapi penulis membawa kita seolah kisah tersebut adalah nyata. Jika dikata nyata, memang seolah nyata, karena sang penulis seolah terlibat atau mungkin pernah mengetahui kisah tersebut. Dan yang menjadi kecurigaan saya, sang penulislah yang pernah menikah dengan kuntilanak di dalam cerita tersebut sehingga ia menceritakan kembali. Hehe maklumlah insting intel emak-emak saya keluar. 

Cerita ini sangat horor dibaca saat malam hari, dan jika dibaca siang hari pun juga masih terasa horror. Itulah mengapa saya berkata cerita ini lebih horror dari KKN di Desa Penari.

Buat kamu yang penasaran, saya sarankan langsung membaca ceritanya dan buktikan tingkat kengeriannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Not that millennial in digital era.