#KompetisiYoungMom-Tandem Nursing: Melawan Mitos Menyusui Anak Kembar

Jika di Kitab-Mu tertulis mengASIhi selama 2 tahun maka aku percaya akan ada jalan dan kemudahan untuk sampai di titik itu~

Garis dua! Seolah membenarkan kerisauan ku alat ini menunjukkan bahwa aku sedang mengandung anak ke dua setelah kelahiran pertamaku empat bulan yang lalu.

Advertisement

Menjalankan peran ganda sebagai istri sekaligus ibu baru tentu bukan perkara mudah. Sepertinya Tuhan begitu baik kepada kami, setelah menikah kami langsung diberi kepercayaan untuk merawat dan menjaga malaikat kecil titipan-Nya. Seolah ingin membayarkan kesunyian mertua ku yang cukup panjang Tuhan menitipkan kembali malaikat kecil di rahim ku untuk kali ke dua. Tentu bukan sebuah kehamilan yang di rencanakan, perjalanan ini terasa sangat berat bukan saja untuk ku sebagai seorang ibu tapi juga suamiku. Bayi kecilku, dia masih membutuhkan ASI sebagai 100% sumber kehidupannya.

Tandem nursing, menyusui dua anak yang berbeda usia dalam satu waktu dan tetap menyusui saat hamil ketika anak pertama belum disapih. Ternyata perjuangan ini tidak mulus. Patah hati terbesarku saat itu adalah harus memberikan tambahan sufor ketika bayi berusia 6 bulan, hormon kehamilan dan menyusui yang bekerja berbanding terbalik membuat tubuhku tidak lagi memproduksi ASI yang cukup. Saat itu tidak memungkinkan bagi ku mencari pendonor ASI apalagi aku berada di tengah masyarakat dimana pemberian sufor untuk anak di bawah satu tahun merupakan hal yang sangat lumrah bahkan beberapa tenaga kesehatan sengaja memberikan sufor dengan alasan ASI dari si ibu belum keluar bukan atas anjuran kondisi medis yang memang memerlukan tambahan sufor. Saat kehamilan pertama aku mencari segala seluk beluk tentang menyusui salah satunya adalah tandem nursing oleh karena itu aku sangat yakin dengan pilihan ini meski aku tau aku akan berjuang sendirian melawan mitos yang berkembang di masyarakat tentang hal ini.

Beberapa hal yang ku persiapkan memulai perjalanan tandem nursing, di antaranya:

Advertisement

1. Pastikan Kondisi Kesehatan dan Kehamilan

Setelah mendapati garis dua di alat uji kehamilan aku memeriksakan diri ke dokter kandungan memastikan kondisi kesehatan dan kehamilan ku baik-baik saja. Kusampaikan keinginanku kepada dokter untuk menjalani tandem nursing dokter menyetujui dengan catatan tidak terjadi kontraksi berlebihan selama menyusui. Aku tau, ketika menyusui aku bukan lagi memberikan kebutuhan nutrisi untuk bayiku, aku hanya memenuhi kebutuhan psikologisnya berusaha memberi rasa nyaman dan sedikit menebus rasa berdosa ku karena membuatnya harus berbagi sedini ini.

Advertisement

2. Cari, Bentuk dan Ciptakan Support System

Menyadari perjalanan ini tidak akan sanggup ku lalui seorang diri maka aku mencari, membentuk dan menciptakan support system untuk menemani lika liku yang akan kuhadapi. Tidak lain dia adalah suamiku sendiri teman di segala kondisi. Hamil sembari merawat bayi tentu membuatku sering merasa lelah, lonjakan emosi yang tidak stabil, pinggang yang terasa nyeri karena harus mempertahankan posisi menyusui yang cukup lama, payudara yang sering terasa perih karena lebih sensitif, serta kelelahan membagi waktu menyusui untuk ke dua anakku tak jarang membuat ku ingin menyapih anak pertamaku. Suamiku, support system paling nyata yang memberi dukungan setiap saat serta mengingat kan kembali apa tujuan awalku dan betapa mulianya peran yang sedang kujalani.

3. Beri Penjelasan, Tutup Telinga dan Lupakan!

Celotehan-celotehan seperti: ASI basi, ASI yang tidak cukup, ibu yang pelit tidak mau memberi sufor, judgement anak akan bodoh, seolah sudah menjadi tema utama bahan obrolan dari tetangga dan keluarga sendiri. Bahkan, saran untuk menyapih anak pertamaku datang dari keluarga sendiri, beliau adalah seorang perawat di ruang rawat inap bayi pada sebuah rumah sakit milik pemerintah daerah. Saran yang sama kerap kudengar setiap hari dari ibu mertua yang berdalih bahwa ASI-ku sudah bercampur darah jika tetap kuberikan. Heran sekali, kenapa orang-orang meragukan produk ciptaan Tuhan tetapi malah mengagungkan produk ciptaan manusia. Tentu, bukan perbandingan yang selaras.

Ucapan dan komentar senada masih sering ku dengar setiap hari bahkan sampai artikel ini ku tulis saat anak-anak ku berusia 17 bulan dan 5 bulan. Yap! kembar yang kumaksud adalah perbedaan usia yang hanya terpaut 12 bulan 3 minggu sekilas mereka tampak seperti sepasang anak kembar. Kukuat kan tekad sembari mempertebal benteng pertahananku untuk melanjutkan perjuangan. Aku hanya perlu memberi sedikit penjelasan kepada mereka mengapa aku memilih jalan ini, menutup telinga dan perlahan melupakan komentar mereka yang tidak beriringan dengan usaha ku mengASIhi lalu kembali fokus mendampingi masa emas anak-anakku. Proses terberat dari perjalanan melawan mitos ini bukan terletak pada kondisi kesehatan tetapi tidak adanya dukungan dan semangat yang sengaja di patahkan melalui omongan orang-orang di sekitar ku.

Latif dan Fatimah anak-anak ku. Maafkan jika sebagai ibu aku terlalu keras kepala berusaha mengASIhi kalian. Aku hanya sedang berusaha melaksanakan perintah Tuhan, dan aku memilih mengASIhi kalian berdua sebaik yang kumampu. Tumbuh sehat dan bahagia anak-anakku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini