Aku adalah seorang Ibu dari dua malaikat kecil, Abang Ale dan Mbak Ai. Â Saat ini Abang Ale berusia 3 tahun 8 bulan dan Mbak Ai berusia 10 minggu (2,5 bulan). Kedua malaikat kecilku pernah terkena penyakit yang bahkan tidak pernah kubayangkan sebelumnya bisa singgah di tubuh mereka yang mungil. Abang Ale pernah terkena TBC (Tuberkulosis) dan Mbak Ai pernah terkena Covid-19.
Abang Ale, anak pertamaku terkena TBC saat berusia 18 bulan atau 1,5 tahun. Awal mulanya aku tidak menaruh curiga karena Abang tidak memiliki gejala sama sekali. Tidak ada batuk, tidak ada benjolan dibelakang telinga, tidak juga demam yang berkepanjangan. Abang malah jarang sekali jatuh sakit. Kecurigaan baru muncul ketika tidak ada kenaikan berat badan sama sekali selama tiga bulan padahal nafsu makannya baik, minum susu UHT juga sering, es krim apalagi karena ia suka sekali dengan es krim. Tetapi setiap melakukan penimbangan di Posyandu, berat badannya stagnan.
Satu dan dua bulan tanpa kenaikan berat badan aku masih tidak khawatir karena berpikir bahwa kalori makanannya habis menjadi bahan bakar untuk tingkah lakunya yang sangat aktif. Tetapi di bulan ketiga aku mulai merasa ada yang aneh dan memutuskan untuk konsul ke Dokter Spesialis Anak (DSA). Melalui serangkaian tes seperti tes darah lengkap, tes mantoux dan rontgen paru serta menkonsultasikan hasil tes kepada dua Dokter Spesialis Anak, vonisnya sama. Abang terkena TBC dan harus segera melakukan pengobatan. Abang mengalami pengobatan selama enam bulan.
Setiap hari ia harus meminum obatnya dan tidak boleh terlewat karena jika terlewat sehari aja, pengobatannya harus diulang. Misal terlupa saat memasuki bulan ketiga, maka harus menambah tiga bulan lagi masa pengobatannya. Drama minum obat menjadi keseharian keluarga kami. Abang lebih sering menolak minum obat dan memuntahkannya. Baju berubah warna menjadi merah adalah pemandangan sehari-hari karena terkena muntahan obat TBC. Jalan terakhir yang diambil ketika aku ataupun suami tidak bisa membujuknya untuk minum obat adalah dengan memaksa.
Suami akan memegangi kedua tangan dan kaki Abang lalu saya akan memasukkan obat dengan menutup hidungnya. Abang akan menangis sejadi-jadinya ketika obat masuk kemulutnya, setelahnya kami bertiga hanya bisa berpelukan, berharap waktu segera berlalu agar tidak lagi melakukan hal ini.
Setelah enam bulan masa pengobatan, tes dilakukan kembali untuk melihat apakah pengobatan sudah berhasil atau belum. Tes yang dilakukan adalah rontgen. Alhamdulillah, TBC Abang sudah dinyatakan sembuh oleh dokter.
Membersamai Abang saat terkena TBC sudah menjadi proses yang cukup melelahkan buatku, tetapi rupanya tantangan tidak berhenti disitu. Dua minggu setelah melahirkan Mbak Ai, ia dinyatakan positif Covid. Lemas tubuhku saat melihat hasil tesnya. Air mataku tak berhenti mengalir sambil memandangi wajah Mbak Ai yang tertidur lelap. Aku kira demam yang diderita Mbak Ai hanya demam biasa tetapi ternyata itu merupakan respon karena Virus Corona berada dalam tubuhnya. Suhu tubuh Mbak Ai berada di 39 derajat selama lima hari walaupun telah diberi obat penurun panas.
Setiap malam tidurku tidak nyenyak, berulang kali terbangun dan mengecek hidung Mbak Ai apakah masih bernafas atau tidak, ketakutanku begitu besar jika ia tiba-tiba mengalami sesak nafas. Setelah hari kelima, suhu tubuh Mbak Ai mulai menurun dan benar-benar kembali kesuhu normal di hari ketujuh. Untuk pengobatan selama Covid, Mbak Ai diresepkan antibiotik dan juga obat penurun panas. Selain itu diberikan juga vitamin untuk memperkuat sistem imunnya. Alhamdulillah masa-masa kritisnya telah lewat dan Mbak Ai dapat sembuh.Â
Merawat anak yang sakit merupakan momen yang tidak akan terlupakan oleh seorang Ibu. Perasaaan khawatir, takut dan cemas bagai hantu yang terus mengikuti hingga sang buah hati dinyatakan sembuh. Untuk para Ibu, aku doakan agar kita selalu diberikan nikmat sehat sehingga terus bisa membersamai tumbuh kembang anak-anak.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”