Hati ialah tempatnya semua rasa berkumpul, dari hati pula semua momen dimulai. Namun, tidak semua moment berlau memakai hati. Hanya beberapa pilihanlah yang masuk ke dalamnya. Seperti pertemuanku dengan dia yang tanpa rencana tanpa diduga. Pagi itu di kelas yang sama ketika awal kamu menyapa. Kita semua belum saling mengenal karena ini kelas baru.
Kamu duduk tepat di belakangku kala itu. Kamu menepuk pundakku dan memanggilku, akupun menoleh seketika. Kita saling berkenalan dari nama sampai saling follow di media sosial. Hari demi hari sebenarnya obrolan yang tercipta antar kita tidak terlalu sering.Â
Sampai akhirnya kamu memulai sebuah percakapan melalui chat. Hingga datang sebuah hari minggu kamu mengajaku keluar, namun aku menolaknya karena aku masih merasa canggung jika pergi hanya berdua dengan seorang pria yang status saat itu hanyalah seorang teman biasa. Namun obrolan kita dalam chat masih terus berlanjut hari demi hari bahkan semakin intens dari pagi ke pagi sekedar hanya menanyakan aktivitas ataupun basa basi. Sampai datang di suatu hari minggu berikutnya kamu kembali mengajaku pergi bersama untuk sekedar makan di luar. Kedekatan kita yang semakin intens pun cukup berhasil membuat aku ingin jauh mengenalmu lebih dekat. Akhirnya pun kuiyakan ajakanmu kali ini.Â
Sore itu, ya aku masih ingat awal kita pergi di suatu sore di hari minggu. Kita pergi berdua untuk pertama kalinya. Sebenarnya aku sangat canggung saat itu tapi ku coba tutupi dengan memulai banyak obrolan ringan dan candaan selama perjalanan kita di mobil. Obrolan panjang tercipta adanya tanpa topik namun tetap asyik menikmatinya sepanjang perjalanan kita sore itu. Kita pun bisa saling tertawa lepas tanpa canggung dan risih lagi. Sesampainya di tempat makan kita saling memesan makanan dan masih dengan obrolan yang berlanjut. Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 9 malam. Aku pun mengajaknya untuk pulang karena rasanya tidak nyaman jika pergi sampai larut dengan seorang lelaki.Â
Setelah pertemuan pertama kita saat itu, hubungan pun semakin dekat. Kita pun semakin akrab.
Sampai akhirnya mulai terasa tumbuh cinta antar kita. Namun layaknya hubungan dua orang dewasa kita pun memilih untuk diam dan cukup saling tahu tanpa harus diungkapkan. Tak kuduga kemampuanmu untuk membuat wanita nyaman akhirnya mampu benar-benar membuatku jatuh hati yang cukup dalam. Nyaman ternyata memang berhasil membuat seseorang meletakan hatinya sedalam itu dan bukan main-main. Itulah yang benar-benar kurasakan saat itu. Kedekatan kita di kelas pun rupanya sudah mulai tercium oleh teman-teman sekelas. Meski sebenarnya kita tak resmi saling mengikat dalam hubungan cinta namun tetap saja tak ada yang bisa dibohongi dari setiap gerak dan tatap mata kita.Â
Tak terasa sudah tiga bulan waktu berlalu, kita semakin dekat saja. Entah di kelas atau pun di luar kelas. Sampai beberapa teman pun sudah tahu kalau kita sering pergi berdua. Pantas lah jika semua mengira kalau kami sudah jadian. Di suatu pertemuan malam itu untuk yang kesekian kalinya aku dengan dia, mungkin malam itulah awal kedekatan kita merenggang. Sebenarnya ada sebuah hal penting yang tidak kuceritakan dengan nya di awal perkenalan kita.
Kuakui ini murni salahku yang tidak terbuka untuk hal sepenting ini bahkan sampai masing-masing kita masuk dalam perasaan yang sama begitu dalam. Aku memulai obrolan kali ini dengan hati bergetar rasanya tidak karuan dan entah darimana cerita ku mulai. Benar-benar terasa berat untuk kucerita yang sebenarnya jika aku sudah jauh hari dijodohkan dengan anak dari teman orang tuaku.
Jauh sebelum aku mengenal dia. Jauh sebelum kita berada di kelas yang sama. Memang sudah menjadi keputusanku juga untuk menerima perjodohan itu, namun memang salahku yang tak pernah menceritakan ke siapapun sehingga teman terdekatku dan sekelasku pun tak ada yang tahu soal itu.
Air mata pun tak mampu ku bendung, usai cerita aku menangis sejadi-jadinya di depan dia. Wajahnya yang kecewa tak dapat dia tutupi meski terlihat tenang dan dia tak marah sekalipun padaku. Tapi aku tahu betapa sebenarnya hancur hatinya saat itu. Dia memang pria luar biasa kepribadian yang dewasa dan sangat tenang itulah yang berhasil membuatku jatuh hati sekaligus meremukan hatiku karena aku mengecewakan orang sebaik dia. Sungguh di sini aku lah yang paling merasa bersalah dan berdosa, meski di awal dia yang memulai semua kedekatan ini tapi tak seharusnya aku menutupi itu semua. Semua rahasia penting yang ujungnya melukai hatinya separah hari ini.
Dalam kondisi aku masih terisak tangis, dia terus menenangkanku dan mengusap air mataku. Nyatanya itu justru membuatku semakin bersalah dan tangisku semakin tak terhenti. Aku sungguh menyesal benar-benar sebuah pengesalan yang amat dalam. Kita bertemu dan saling mengenal secara baik dan aku pun ingin pamit secara baik juga. Meski ku tau yang telah ku lakukan adalah salah kepadamu. Setidaknya aku hanya ingin terus terang dan mulai menjaga jarak antar kita. Karena meski belum secara resmi kita terikat hubungan, namun langkah kita sudah sejauh ini dan kedekatan kita sudah tidak bisa dikatakan biasa. Dengan berat hati pun aku memutuskan untuk melepas dia. Semoga dia pun bisa cepat melepasku.
Selepas hari itu, yang awalnya chat dari pagi ke pagi kini sepi sudah. Tak ada kabar lagi. Aku atau dia tak ada yang memulai percakapan. Hari demi hari hampa melanda, kami tau jika hati masih saling suka dan susah tuk melupa. Tapi pilihan untuk saling diam dan tak berkabar sepertinya menjadi solusi terbaik untuk kita. Mungkin setidaknya begitu langkah awal untuk membiasakan hati ketika ada yang tak bisa untuk saling dimiliki, bahwa ada yang saling tak bisa bersatu. Rasa ini biarlah tersimpan sendiri hingga waktu yang nantinya akan menghapus semua rasa yang pernah ada. Waktu pula lah yang membawa hati ini, dulu kita pernah saling memeluk erat dan kini sudah saatnya kita saling melepas.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”