Hai. Entah kepada siapa secara spesifik hai ini ditujukan. Padamu yang membaca, yang aku juga tidak tahu siapa. Tapi terima kasih sudah meluangkan waktu, menyimak sampah kepalaku yang kutuangkan via tarian jariku di atas keyboard. Hari ini, aku ingin berupaya bukan Cuma bercerita, namun juga agar kamu memetik makna, sebuah hadiah dariku buatmu yang mau meluangkan waktu.
Belakangan hal yang membuatku terpuruk adalah pikiranku sendiri. Penyakit utamaku ya rasa inferior yang sebenarnya aku sadari bahwa itu akan menggerogoti rasa percaya diri yang terbilang butuh waktu lama untuk aku bangun. Sebabnya adalah kebiasaanku membandingkan diri dengan orang lain, yang tentu saja gak apple to apple. Haha, sudah tahu bahwa itu bukan sesuatu yang baik buat dilakukan, tapi masih saja dilakukan.
Memang, faktanya selalu ada kali pertama dalam melakukan sesuatu. Termasuk terjunnya aku di ranah professional. Sebenarnya hal ini sudah lama aku harapkan, di posisi yang aku dambakan pula. Tuhan pun memberikan padaku as requested. Tapi malah salah Langkah dan hilang arah.
Sebenarnya wajar jika untuk anak baru sering melakukan salah, karena di sana akan menemukan celah untuk semakin terarah. Tapi, hal yang dirasakan justru malah sebaliknya, karena banyak hal yang aku belum kuasai, aku merasa tidak pantas ada di posisi sekarang, karena aku merasa bodoh dan lambat dalam menangkap sesuatu.
Harusnya lagi, aku merasa beruntung karena punya atasan dan rekan yang baik dan membantuku belajar. Pun sebaliknya, aku malah merasa tertekan, akhirnya IGD jadi teman, karena mumetnya kepala sinkron dengan asam lambung yang naik dan bikin makin tak karuan.
Sebenarnya, rasa puas, rasa bahagia, rasa sedih, bahkan kecewa adalah state of mind. Benar-benar tergantung dari bagaimana kita memandang sesuatu. Tahukah bahwa ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa kita kontrol? Nah, yang bisa kita kontrol Cuma sedikit. Paling-paling diantaranya adalah pikiran kita, usaha kita, dan cara kita merespon sesuatu. Lalu, selama ini apa penyebab orang-orang sering pusing dengan kehidupan? Karena berusaha keras untuk mengontrol hal-hal yang tidak bisa dikontrol. Mulut jahat orang-orang, bahkan pandemi yang ujug-ujug sudah dua tahun.
Yang paling kita bisa lakukan ya paling tutup telinga; karena tangan kita cuma dua, tidak cukup untuk membungkam mulut semua orang, dan juga patuh kepada anjuran pemerintah untuk tidak keluar rumah. Upaya sederhana, namun besar dampaknya. Maka jangan sibuk untuk melakukan upaya raksasa, karena sebenarnya itu nggak seujung kukunya dunia. Upaya kecil saja, tapi ada manfaatnya. Untuk diri sendiri, kalau bisa ya untuk orang banyak.
Yah, yang kuketik di atas tidak lain tidak bukan adalah ceramah untuk diri sendiri. Sungguh, kita lebih pandai dalam menasehati orang lain ketimbang menasehati diri sendiri. Sungguh sebenarnya, mengatakannya jauh lebih mudah ketimbang melaksanakannya. Dari sini kita tahu bahwa melakukan secara nyata tidak seringan berbicara.
Lantas ke depannya untuk aku dan kamu, aku memetik banyak pembelajaran; buah dari ganasnya peperangan di pikiranku yang membuat sulit tidur karena terlalu liar di kepala. Bahwa tidak semua bunga mekar bersamaan. Perumpamaan yang cukup untuk mendefinisikan manusia. Teramat tidak adil jika kita membandingkan diri sendiri dengan orang lain, sementara ranah dan kapasitas kita berbeda dan kita tidak sedang berlomba. Kita berjalan di atas rel masing-masing.
Jika berbicara tentang ‘bagusan mana’, maka yang harus dibandingkan adalah kita di masa lalu dengan kita di masa kini. Adakah improvement dalam diri kita yang membuat kita berkembang lebih handal, adakah pembelajaran yang kita petik dari setiap peristiwa sedih dan Bahagia yang tentu saja bermakna, adakah kita belajar dari setiap kesalahan yang kita lakukan.
Dari pertanyaan dan perbandingan itulah kita harusnya berkaca. Kompetisi itu adalah dengan diri sendiri. Komparasi itu adalah tentang kita dari masa ke masa. Mengapa bukan orang lain perbandingannya? Lagi aku jelaskan, yang terlihat oleh mata belum tentu sebaik kenyataannya. Aku tidak sedang berkata bahwa mereka tidak lebih baik darimu, bukan.
Namun kamu tahu kan? Yang ditampilkan manusia, khususnya di media sosial tentu yang bagus-bagus saja. Yang jelek dan pahit cukup untuk ditelan sendiri. Memangnya kamu pribadi apakah senang, jika terlihat jelek dan gagal di depan orang lain? Tentu tidak. Kamu berusaha untuk menampilkan versi terbaik darimu demi membentuk penilaian baik dari orang lain.
Kita memang tidak sama, dan tidak harus sama. Kompetisi ini adalah tentang diri kita, bukan tentang mereka. Bahagia dan segala rasa lainnya juga tentang bagaimana cara memandang kita, cara merespon kita, dan tentu saja Cuma kita yang bisa mengendalikannya. Aku, kamu, kita semua, coba pahami dan lakukan, ya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”