Aku tidak ingin mengatakan ini, tapi aku juga tidak mau menyimpannya terlalu lama lagi. Bagaimana kalau saja. Bagaimana jika. Pertanyaan-pertanyaan tak berdasar itu selalu menghantuiku.Â
Aku jelas tau. Ada saat-saat pilu ketika kita menangis begitu sakitnya tapi tak seorang pun diizinkan mendengar. Jadi kutuliskan saja kesakitan-kesakitan itu dalam aksara-aksara yang biar saja masing-masing kepala yang mengartikannya sesuai keinginan.
Bagaimana kalau sudah dituliskan tapi aku masih belum baik-baik saja. Bagaimana kalau yang seharusnya ada, menghilang begitu saja tepat didepan mata. Tepat di tengah kelemahan dan ketiadaan daya untuk berkata, "tetaplah tinggal… walau sedetik saja."
Tapi, aku tau. Ketidakbaik-baiksajaanku ini hanya sementara. Bukan karena kedatanganmu yang akhirnya tiba. Bukan pula karena kata-katamu yang selalu berhasil melayangkan ku di udara.Â
Tapi, lebih karena aku sudah lelah untuk tidak baik-baik saja. Dan bukan berarti kau yang harus menjadi penawarnya. Aku sendiri yang harus. Karena itu aku tidak pernah menginginkanmu hadir lagi dan lagi. Bahkan ketika aku sangat menginginkannya.Â
Kau akan tau. Ini bukan perkara kau tidak lagi berarti apa-apa untukku. Tapi, karena aku sudah menemukan apa-apa yang sebelumnya selalu kukaitkan denganmu. Sebagi penawar lukaku. Sebagai penghibur muramku. Sebagai pengganti kelam dengan terang seperti kebanyakan yang dinantikan oleh banyak pecinta untuk segera menemukan cahayanya sedini mungkin.Â
Berbeda denganku. Kalaupun aku sudah tau. Akan terangmu dalam hidupku. Aku berusaha untuk menyalakan terangku sendiri. Karena bisa saja ternyata kau pergi ketika terangmu teramat kubutuhkan. Tapi kau menghilang. Seperti kunang-kunang kehilangan malam.
Aku harus terbiasa dengan ada dan tiadamu. Dengan datang dan pergimu. Karena dengan itu. Kurasa aku akan segera kembali baik-baik saja.Â
Kau pernah bilang.
Kita di bawah langit yang sama. Tapi kita tidak pernah tau ke mana sebenarnya semesta membawa kita.
Akan ada masanya ketika langkah kita saling berseberangan. Akan ada saatnya ketika tangan kita tak lagi saling bergenggaman. Tapi, semua itu bukan perkara yang mesti disukarkan. Bukan pula sesuatu yang mesti disesalkan. Karena di situlah kita akan menemukan sesuatu yang sebenarnya. Bagaimana aku kepadamu. Bagaimana kamu kepadaku. Setelah semua kebalikan yang seharusnya setujuan.Â
Pada akhirnya semua tampak jelas. Dari waktu ke waktu. Apakah kita masih berupaya meraih tangan satu sama lain. Atau dengan penuh kerelaan saling melepaskan. Adalah pilihan masing-masing. Semua di tangan kita. Semesta menguji. Tapi kita harus kuat mengatasi.Â
Kau masih mau percaya denganku. Begitupun aku.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”