Roy sering dimarahi Ayahnya dan hal itu sangat membuatnya jengkel sekaligus merasa lemah sebagai seorang anak. Ia anak yang tak bisa diandalkan.
Roy duduk mengasingkan diri dekat istal keledainya. Teman setianya Gus si Keledai, bingung melihat tindak-tanduk majikannya yang kecewa serta geram.
Ibunya lewat di hadapan Roy. “Sudah jangan terlalu dipikirkan apa yang dikatakan Ayahmu. Keadaan semakin sulit sekarang. Mungkin itu yang membuatnya cepat naik tensi. Lebih baik kau bawa saja si Gus ke padang rumput. Ia terlihat lapar.”
“Iya,” jawab Roy, namun ia kembali membuang muka ke tanah. Ia juga sama seperti Ayahnya. Masih naik tensi.
Ia membawa si Gus ke padang rumput dengan membisu. Si Gus juga ikut terdiam memahami perasaan sang majikan, namun ia tersentak ketika dengan tiba-tiba sang majikan berbicara ke arahnya. “Apakah seorang anak patut untuk diandalkan?” Si majikan kembali lesu.
Ia terus menyeret si Gus, keledai bodohnya sampai ke padang rumput dengan pohon di bawahnya untuk ia berteduh.
“Nah makanlah kau. Sudah, jangan pedulikan aku. Aku bisa nanti saja di rumah. Masak iya kamu menyuruhku makan di sini?” Roy terus mengoceh ke keledainya seakan-akan si keledai mangerti ucapannya. Gus si keledai makan dengan tenang tak jauh dari Roy. Ia hanya sesekali memandang ke arah Roy dengan tatapan bingung.
Roy bertanya kembali kepada si keledai. “Apakah kau bisa ditunggangi?”
Si keledai tak menjawab, ia sedang asik makan dan tak memperdulikan apapun. Roy mencoba menaiki Gus, tetapi tak lama kemudian Gus limbung dan rapuh kemudian terjerembab.
Roy segera turun kemudian berkata, “Seandainya saja, kau adalah kuda yang kuat.”
Gus terlihat kecewa mendengar perkataan Roy. Gus merajuk dan pergi meninggalkan Roy.
“Huhh!” Roy bersandar di bawah pohon rindang yang melindunginya dari sengatan sinar matahari yang menyala. Ia menggeleng-geleng melihat keadaan yang terjadi, kemudian berkata, “Aku dan Gus sama persis. Kami tak ada bedanya.” Ia memikirkan keledainya yang merajuk meninggalkannya karena perkataannya yang melukai hati Gus.
Namun, sekitar lima belas detik kemudian Roy terkejut ketika melihat Gus muncul dengan badan kekar berlari kencang layaknya kuda perkasa.
Setelah Roy lama meneliti, ternyata itu bukan Gus. Tetapi itu kuda.
Kuda itu menghampiri Roy, lalu berkata, “Jangan lari sebagai pecundang. Aku Gus, kuda perkasamu. Ayo kita kembali ke Ayahmu!”
Roy takjub dan menungganginya pulang ke rumah.
Cerita di atas hanyalah suatu perumpamaan. Saat kita dicemooh atau dikucil serta merasa dikecilkan, justru saat itulah momen kesadaran untuk bangkit membuktikan bahwa kita tidak selemah yang mereka pikir.
Dan dalam cerita di atas, Gus si keledai membuktikan kepada majikannya bahwa ia bisa menjadi kuda, yang kemudia ia membawa Roy si pengecut pulang kembali ke rumah dengan gagah.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.