Kisah Penjaga Rel Kereta Api. Pekerjaan Upah Rendah Dengan Risiko Tinggi

kisah penjaga rel kereta api

Seorang pria dengan seragam dan rompi berwarna orangenya sedang duduk seorang diri dengan pandangan matanya yang seolah menyusuri dan menembus dinginnya rangkaian besi rel kereta api di seberangnya pada malam itu. Dia sesekali memegang HT (handy talkie) bercengkrama serta bertukar informasi dengan petugas lainnya lalu dengan serius membaca setiap jadwal keberangkatan kereta di daerah Timoho. Dengan wajah yang tak terlihat letih dan selalu tampak ceria dia berkata,

Advertisement


“Jadwal keberangkatan kereta selalu ditempel di depan kita saat berjaga agar selalu bisa dilihat lalu setiap kereta sudah mulai berangkat dan akan lewat palang kereta harus segera diturunkan,“ tuturnya.




Dari raut wajahnya tak nampak wajah lelahnya. Padahal pria itu berjaga selama 8 jam dan harus selalu sigap disaat kereta akan melaju berangkat. Dia bernama Sumantri yang telah berkerja selama 5 tahun dan selama beberapa tahun tersebut juga dia telah beberapa kali dipindahkan lokasi jaga.


“Dahulu awalnya saya ditugaskan jaga rel kereta di Klaten lalu kemudian dipindahkan ke sini di Timoho,“ tuturnya.


Advertisement



Sumantri pada awalnya bekerja sebagai pekerja harian tetap PT. KAI pada bagian perawatan jalur rel kereta. Lalu kemudian Sumantri dipercayai sebagai penjaga rel kereta. Walau begitu tidak dengan semudah itu dia langsung mulai dipekerjakan. Dia harus mengikuti pelatihan dan diklat terlebih dahulu sebelum benar-benar menjadi penjaga rel kereta api.



Sumantri telah berkecimpung dan bekerja di lingkungan PT.KAI terbilang tidak hanya sebentar. Mulai dari bekerja menjadi petugas pemelihara jalur rel kereta api yang harus selalu melawan panasnya terik mata hari siang hingga sekarang menjadi penjaga rel kereta api.

Advertisement


“Ya begini, kerja seperti ini harus banyakin sabare,“ ujarnya.


Walaupun terbilang lama namun pos penjagaan dengan ukuran tak lebih dari 2×2 meter tersebut minim fasilitas. Tidak ada radio atau televisi yang menambah gambaran amat sunyi nya pos penjagaan tersebut ketika malam datang. Hanya ada sebuah kamar mandi di dalam pos serta kursi kayu tua yang cukup tinggi untuk berjaga dan melihat kearah rel yang tepat di depannya.



Sumantri bercerita sebetulnya walaupun pekerjaannya sebagai penjaga rel dan mengatur palang perlintasan kereta untuk menjaga lancarnya kereta berjalan dan keselamatan para pengendera sekitar namun tak jarang juga dia mendapatkan caci maki dari para pengendara sekitar. Padahal apa yang telah dilakukannya tersebut demi kebaikan dan keselamatan bersama serta yang terpenting hal tersebut dia lakukan karna tanggung jawabnya sebagai penjaga rel kereta.



Sumantri telah biasa dengan caci maki para pengendara yang silih berganti melewatinya. Dia hanya mengacuhkan amarah para pengendara yang terkadang marah apabila palang rel kereta telah diturunkan. Dia juga menambahkan bahwa tidak ambil pusing akan hal-hal seperti itu dan sama sekali tidak takut karna apa yang dilakukannya adalah benar. Sekalipun pada malam hari saat mulai berjaga dengan keadaan sepi dan penerangan seadaanya yang terkesan menyeramkan. Dia tak merasa takut karena telah terbiasa.



Bunyi lonceng bebekali berbunyi dan suara obrolan di HT antarpenjaga saling bersahut sahutan terdengar. Kemudian pria ini berdiri dan memakai topi kerja berwarna biru tuanya lalu keluar di depan pintu sembari tanganya memberikan hormat hingga gerbong akhir kereta yang lewat berlalu. Dia selalu melakukannya menjelang kereta akan lewat, Hal itu dilakukan agar keberadaannya dalam menjaga rel kereta diketahui juga oleh masinis dan memberi tanda bahwa perjalanan kereta aman karna telah terpantau. Setelah itu dia pun akan mencatat setiap kereta yang telah lewat pada hari itu.



Ya, Sumantri khawatir apabila dia telat satu detik saja maka akan terjadi hal-hal fatal yang tidak dia inginkan. Maka pada saat kereta telah mulai berjalan dan mendekat maka dia akan bergegas keluar kedepan pos sembari memberi hormat ketika kereta lewat.


“Pokoknya harus selalu siap dan gak boleh lengah sedikit pun, Karna ini juga pekerjaan berisiko,“ imbuhnya.




Pria paruh baya ini berkata jika masih sehat dan kuat untuk berjaga menjadi penjaga rel kereta maka selama itu pula dia akan bekerja dan mengabdi sebagai penjaga rel kereta. Dia bertugas setiap hari dan digaji sesuai UMR (Upah Minimum Regional) Jogja karena menyesuaikan lokasi dia berjaga. Gajinyapun sangat rendah melihat pekerjaan tersebut sangat berisiko dan tanpa hari libur atau cuti. Tak hanya itu untuk jatah lembur sekalipun dia juga tak mendapatkan gaji tambahan dan sama halnya untuk makan sehari-hari dia harus menbawa bekal dari rumah sendiri.


“Ya seperti ini kenyataanya, kudu nerima dan tetap dijalani dengan ikhlas tanpa banyak ngeluh biar gak kerasa berat juga pas kerja, “ tuturnya.




Menjadi pekerja dengan gaji yang sangat minim dan berisiko tersebut bagi Sumantri adalah sebuah tabungan kebaikan untuknya juga.


“Kerja yang penting ikhlas dan nerima dengan baik saja nanti juga bakal nemu kebaikan juga dan kelancaran juga,“ terangnya.




Di rumah, dia mempunyai dua orang anak yang masih kecil. Salah satunya masih berumur 3 bulan dan satunya baru masuk di bangku SMP. Karena itu Sumantri masih harus kerja keras demi anak dan keluarga. Dia tetap banting tulang, dari subuh hingga petang sebagai penjaga rel kereta api. Demi membiayai keluarga dan pendidikan anaknya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis