Kisah Lala dan Karakteristik Presiden

Antrian panjang menghiasi salah satu toko buku di sekitaran kota tempat tinggal si Lala. Waktu itu dia juga ikut mengantri, tepatnya di antrian paling belakang. Buku yang sudah dibelinya beberapa hari ini harus mendapatkan tanda tangan sang penulis, itulah tugas dari gurunya.

Advertisement

“Huh, ada-ada saja,” keluh Lala. “Apakah begini cara orang belajar?”

Mata Lala menilik jauh ke depan, terlihat seorang penulis yang sedang menandatangani setiap buku yang datang padanya. Pak Presiden dengan muka yang cukup kesal karena lelah terus menerus menandatangani setiap buku yang datang padanya.

Antriannya sudah hampir habis tetapi Pak Presiden juga terlihat sangat letih. “Tolong Pak, satu ini saja,” rengek seorang anak. “Biar guruku memberi nilai yang bagus!”. "Kamu enak dapat nilai bagus. Nah, kesehatan Bapak tidak kamu pikirkan?” Guyonnya kemudian tertawa kecil. Dan setelah Pak Presiden menandatangani buku anak itu, kemudian dia pergi karena memang dia sudah cukup kelelahan.

Advertisement

Lala dan anak-anak yang lain, yang belum mendapatkan tanda tangan terlihat khawatir, karena ini menyangkut nilai-nilai mereka. Salah seorang anak malah ada yang meminta tanda tangan penerbitnya, seakan semua hal harus mereka lakukan sebagai pertanda bahwa mereka telah melaksanakan perintah gurunya demi mendapatkan nilai sebagai tolak ukur prestasi.

Anak-anak yang lain mengikuti salah seorang anak tersebut hingga terbentuklah kembali antrian memanjang di depan petugas penerbit buku tersebut. Lala kembali telat untuk berbaris dan mendapatkan antrian paling belakang. Anak yang baru datang malah lebih depan daripada dia sekarang, betapa sial nasib Lala hari itu. Setelah tinggal beberapa orang saja, malah petugas dari penerbitan merasa kelelahan dan akan membuka lagi untuk keesokan harinya, padahal tugasnya ini harus diantar keesokan harinya.

Advertisement

Saking kesalnya, Lala membanting buku yang berjudul ‘Karakeristik Presiden' tetapi matanya kembali memandang buku yang terhampar tersebut, setelah itu, kembali memungutnya. Dia sadar bahwa buku ini tidak salah, penulisnya tidak salah, penerbitnya tidak salah, gurunya tidak salah, nilai juga tidak salah.

Pikirannya menemukan satu kata yang harus tertanam pada dirinya bahwa, “Prestasi dan kesuksesan itu terbentuk dari keterampilan (Skill). Nilai bagus belum tentu akan membuat kita sukses. Namun terus berusaha mengembangkan Keterampilan (Skill) adalah kunci kesuksesan. Jadi, Kesuksesan itu adalah ada pada diriku sendiri. Jika ada yang patutku persalahkan adalah diriku sendiri karena tidak mau mengembangkan keterampilanku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Dari sebuah desa terpencil di pulau yang juga kecil. Pulau Lombok— Pulau dengan level kepedasan paling tinggi dari pada pulau-pulau yang lainnya di Indonesia.