Kilas Tentang Kita, yang Aku Harap Dapat Kutemukan di Dalam Dirinya

Hai …. Sepertinya, sudah hampir satu dekade kita tidak bertemu, ya? Apa kabarmu? Kalau kamu balik bertanya bagaimana kabarku, tentu aku akan selalu mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Kamu tahu? Terkadang aku masih teringat bagaimana kisah kita yang dulu. Kamu yang pendiam, tidak banyak berbicara dan cenderung tak suka kebisingan, akhirnya menerimaku yang ceria dan petakilan seperti yang pernah kamu katakan. Bukan hal mudah untuk menghadapi sosok yang kala itu masih sulit membuka diri untukku. Wajar begitu, karena memang aku yang lebih dulu memulai semuanya. Memulai tentang kita.

Advertisement

Berawal dari teman, akhirnya menjadi sepasang kekasih. Bukankah seharusnya menjadi suatu hal yang menyenangkan? Ternyata kalimat itu tidak berlaku untukku. Berbulan-bulan lamanya kamu menipu. Memanggilku dengan sebutan yang seolah kamu telah menerimaku sepenuhnya. Mencintaiku apa adanya saat itu. Padahal tidak. Kuputuskan untuk pergi darimu, menyelamatkan diri dari kenaifanku yang menganggapmu tulus mencintaiku. Namun nyatanya aku masih menginginkanmu untuk kembali. Hatiku berkata aku perlu membuktikan padamu bahwa aku memang begitu tulus mencintaimu. Mencoba menaklukan hati yang tak bisa kudobrak paksa. Lalu kamu berkata bahwa tidak ada sosok yang dapat menggantikanku. Dan berjanji untuk mencintaiku dengan benar.

Saat itu aku menganggap diriku beruntung karena kamu tidak begitu antusias jika ada seseorang yang berkata kalau ia lebih pantas untuk bersanding denganmu. Selalu berkata jujur ketika suatu hal terjadi. Tetap menggunakan bahasa yang lembut agar tidak menyakiti perasaanku. Kamu selalu mengatakan kalimat baik. Karena hal itu, aku tidak heran mengapa teman wanita di kantormu merasa kehilangan ketika kamu mengundurkan diri dari pekerjaanmu. Ia menangis, kan? Berkata akan merindukanmu. Namun kamu tidak kunjung mengerti akan apa yang kuinginkan. Akhirnya aku melakukan suatu hal yang kurasa benar. Aku lelah dan memutuskan untuk melangkah ke arah yang berbeda darimu. Aku pikir mungkin lebih baik aku sendirian tanpa lelah hati menunggumu. Aku tahu kamu mencintaiku. Tapi, apa sesulit itu untuk mengerti bahwa aku juga perlu waktu kebersamaan dengan ragamu? Barang satu hari saja kamu datang menjumpaiku. Barang sekali saja kamu meyakinkan dirimu, tak seharusnya egomu terlalu besar. Aku mengerti kamu perlu memperjuangkan dirimu sendiri. Namun kamu perlu sadar kalau waktu itu kamu tengah menjalin hubungan dengan seseorang. Bukan hanya kamu yang memiliki perjuangan dalam hidupmu sendiri.

Itulah mengapa kuputuskan untuk pergi meninggalkanmu. Meskipun aku berulangkali meyakinkan hatiku dan mengatakannya padamu, aku tetap merasa keputusanku baik. Walau aku pernah bertanya apa kita memang sudah benar-benar tidak bisa diperbaiki. Kamu bisa memperjuangkan hidupmu tanpa pusing oleh kebisinganku, dan aku tidak perlu menunggu sesuatu yang entah akan terjadi perubahan atau tidak. Kita menjalani kehidupan masing-masing. Lalu aku menemukan sosok lain yang sangat jauh berbeda denganmu. Parasnya, tingkahnya, dan cara ia memperlakukanku. Tentu semua orang memilliki sifat, karakter dan jiwa yang berbeda. Dan bersamanya, aku terpikir untuk menghabiskan sisa hidup dengannya. Kamu tahu? Terkadang aku sekilas mengingat tentangmu. Bukankah … seharusnya kita seperti ini? Dulu ….

Advertisement

Seharusnya kita menghabiskan waktu bersama tanpa harus berdebat untuk meminta waktumu. Seharusnya kamu memberiku pelukan hangat untukku tanpa ragu. Seharusnya kamu lebih membuka hatimu dan memberiku kesempatan untuk menghangatkan hatimu yang dingin. Dan seharusnya … kita masih bersama, kan? Tapi aku sadar. Takkan ada kita yang dulu. Takkan ada buku kedua yang kutulis tentang perjalananmu denganku. Itu hanya kisah cinta di masa muda kita berdua. Bukankah kamu sepakat akan hal itu? Bahkan hingga hari ini, hingga aku menulis kata demi kata yang saat ini kutuangkan, aku masih tidak tahu apa yang kamu pikirkan tentang kita. Bagaimana pendapatmu tentangku? Apa yang kamu rasa? Apa dahulu kamu benar-benar mencintaiku? Dan apa kamu benar baik-baik saja ketika aku pergi? Jika jawabannya adalah ‘iya’, maka kuputuskan untuk benar-benar melupakanmu.

Menghapus pertanyaan demi pertanyaan yang tak sempat kutanyakan dan bersarang dikepalaku ini. Maaf karena telah mengganggu hari-harimu dengan membaca surat yang kutuliskan ini. Aku tak berniat untuk memintamu kembali. Sama sekali tidak. Aku memilih untuk mencintai sosok berarti yang mendampingiku saat ini. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa dahulu kala … ada hati yang begitu merindukan kehangatan dari dinginnya hatimu. Ingin mengatakan bahwa sebaiknya sebelum kamu memulai lagi dengan wanita lain, jangan sampai ia berusaha keras mencairkan hatimu yang beku. Jangan sampai ia merasa begitu kesepian hanya karena kamu tak mau berusaha, atau karena kamu tak mau merugikan waktumu demi menghabiskan waktu bersamanya. Meski kuakui, kamu pandai menjaga dirimu dan pandai berbicara dengan pasanganmu. Itu jahat, itu egois.

Terima kasih, ya. Pernah mewarnai hari-hariku. Terima kasih pernah menjadi sosok yang berperan penting di dalam hidupku. Bila aku boleh menganalogikanmu, kamu adalah samudera yang aman tanpa adanya badai. Terlihat tenang dan luas. Dan di dalam sana, kamu begitu pekat. Hanya terasa gelombang semu yang menenggelamkan. Tak terlihat di mana dasarnya dan bagaimana keadaannya. Mengapa? Karena kamu tidak pernah mengizinkan mentari menyinarimu. Kamu merasa baik-baik saja. Sementara orang-orang yang menyelam padamu, tersesat dan mati begitu saja.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Berdarah Sunda & Betawi, berzodiak Leo, kurang lebih karakternya seperti Dorry di film Finding Dorry.

Editor

Penikmat jatuh cinta, penyuka anime dan fans Liverpool asal Jombang yang terkadang menulis karena hobi.