[CERPEN] Tentang Ketulusan Cinta yang Mengalahkan Kemapanan

Hubungan Alea dengan Heru kandas karena kemapanan Heru tak mampu mengganti ketulusan Coki.

“Siapa pun tak suka perpisahan”, ucap Alea sambil terisak, “Apalagi dengan orang yang dicintainya”.

Advertisement

Coki diam mendengarkan, mirip anak kecil yang sedang dinasihati orangtuanya.

Tenggorokannya terasa lengket. Kata-kata yang ingin diucapnya tersangkut di sana. Angin sejuk sehabis hujan yang berputar-putar di terminal itu semakin membuat lengket isi lehernya. Juga lalu lalang orang yang sebentar lagi akan dipisahkan. Ia juga tak yakin harus mengeluarkan kata yang mana agar Alea berhenti menangis. Bila ia salah ucap, pasti tangis Alea akan semakin parah dan orang-orang di sana akan semakin memperhatikan mereka berdua.

Alea melanjutkan, “Kamu pasti tahu bagaimana sesak di hati saat merindu, tapi kenapa kamu tetap pergi?”

Advertisement

Tetap saja Coki bungkam. Menatap ke arah Alea pun ia tak sanggup.

“Jawab aku, Cok!” kata Alea agak membentak.

Advertisement

Tentu saja calon penumpang bus AKAP yang berada di sekitar mereka jadi penasaran dengan perbincangan antara Alea dan Coki. Akan tetapi, beberapa orang yang sejak awal menguping percakapan itu terlihat tak sanggup untuk terus mendengarkan kesedihan sepasang kekasih malang ini. Seorang bapak beranjak dari tempat duduknya untuk pergi menjauh. Ada pula perempuan tua yang memasang mimik teriris mengamati Alea. 

Lagipula, suara Alea barusan memang melengking keras, yang lantas memancing perhatian. Jarang-jarang juga Alea bersuara tinggi dan memanggil kekasihnya itu dengan sebutan nama, kecuali saat ia benar-benar marah. Coki menyadari itu. Ia sadar Alea sedang marah padanya. Maka, akhirnya ia memberanikan diri menggenggam tangan Alea dan mulai menatap matanya.

Mata Alea benar-benar banjir, Coki baru mengetahuinya. Sedangkan matanya sendiri kering memerah karena menahan sedih sekuat-kuatnya, tampak jelas dari bayangan di mata Alea. Untuk beberapa saat kedua pasang mata itu saling bicara tanpa kedip. Sungguh percakapan yang mendalam dan tak akan terucap. Dari tatapan itu mereka masuk ke dalam hati satu sama lain. Hingga kemudian Coki kehilangan daya untuk mencegah air matanya keluar. Terpaksa diingkarinya janjinya untuk tak menangis di hadapan Alea.

“Akan kusimpan segala sedihku demi senyummu. Agar kau yakin bahwa aku adalah rumah paling teduh untukmu," ucap Coki dulu.

Kala itu Alea merasa amat dicintai walau mereka baru sebulanan berpacaran. Perasaan itu bertahan sampai tiga tahun selanjutnya. Setidaknya kebahagiaan mereka bertahan sampai hari menyedihkan itu, 19 September 2018. Momen perpisahan begitu tentu sangat tak diinginkan oleh pasangan mana pun. Namun, mereka harus menjalaninya. Coki telah memilih untuk merantau dari Jakarta menuju Kalimantan demi menjadikan dirinya sebagai calon menantu yang baik.

“Aku minta maaf. Tapi aku benar-benar harus berangkat," Coki akhirnya mengeluarkan suara seraknya setelah setengah jam terdiam.

“Kenapa? Apa karena ayahku?”

“Jangan salahkan ayahmu…”

Alea memotong secepatnya, “Aku saja tidak mendengarkan semua kata ayahku, mengapa kau…”

“Sudahlah, Le!” Coki balas memotong, “Kau harus dapat pasangan yang mapan. Kau berhak untuk itu dan aku akan berjuang untukmu. Secepatnya aku akan kembali”.

Mendadak Alea berdiri dan melepas genggaman Coki, “Aku tak pernah inginkan itu darimu. Kau apa adanya sudah lebih dari cukup bagiku."

Coki mencoba menenangkan dengan meraih tangan Alea lagi, tetapi ditepis.

“Terserahmu saja. Usah kembali bila kau pergi. Tak akan ada harapan untuk kita setelah kau berangkat," Alea berpaling dan tiba-tiba pergi.

Semua mata terbelalak melihat adegan yang terjadi di salah satu sudut terminal bus itu. Mereka yang menyaksikan kepergian Alea merasa seperti menonton sinetron dan mulai berkomentar terhadap apa yang harus dilakukan oleh Coki. Lewat ekpresi mereka pada Coki, mereka seperti ingin mengatakan bahwa Coki harus mengejar Alea. Namun, Coki tak melakukannya.

Dalam hatinya, Coki berkata ulang-ulang,

“Jangan menoleh!”

“Jangan berbalik!”

“Jangan kembali!”

“Sampai jumpa!”

“Semoga bahagia!”

“Aku minta maaf!”

Benar saja. Sedikit pun Alea tak menoleh. Bahkan, ketika Alea naik ke mobil yang tadi mengantarnya, ia tak melihat ke Coki sedikit pun. Coki ingat mobil itu. Angka di plat-nya tak mungkin berubah, pemiliknya pasti masih Heru.

“Om tadi tak liat mobil itu," ujar seseorang dari belakang Coki.

Coki menoleh dan menjawab, “Iya, Om. Dia sengaja parkir di sana biar bisa memantau dan tak terlalu mencolok."

“Maaf karena ini harus terjadi," lanjut ayah Alea.

Coki tersenyum paksa, “Tak apa, Om. Setidaknya dia tak perlu bohong lagi setelah ini."

“Kamu laki-laki yang tangguh," ayah Alea menjabat tangan Coki. “Sayang, Alea tak benar-benar mencintai kamu."

“Biar waktu yang membuatnya mengerti, Om. Kadang kita harus menyia-nyiakan sesuatu agar nanti lebih bisa menghargainya. Semoga saja laki-laki kaya itu tak membuat Alea terluka parah."

“Ya, Om setuju. Tapi kamu akan menepati janji kamu, kan? Kalau nanti Alea betul-betul dikecewakan laki-laki itu dan dia ingin kalian kembali, kamu masih menerima dia, kan?”

“Sesuai hati saja, Om. Kalau perasaan saya nanti masih ke dia, pasti saya tunggu dia kembali. Kalau hati saya tidak dan Alea juga tidak, Om harus menepati janji juga untuk mengenalkan saya dengan sepupu Alea."

“Ya.. Ya.. Om akan tepati itu. Tapi, alangkah baiknya kamu dan Alea kembali bersama." ayah Alea tampak terharu, “Kalian sudah cocok betul. Mungkin setelah kamu sukses dari Kalimantan nanti, Alea jadi berpaling lagi ke kamu."

Coki kemudian berangkat menuju perantauannya. Di sana ia berusaha keras dan perjuangannya berujung manis. Setelah dua tahun, Coki berhasil membeli tanah dan membangun rumah di sana. Rumah itu kemudian ditempatinya dengan Alea setelah mereka menikah. Ya, doa ayah Alea dan Coki terkabul. Hubungan Alea dengan Heru kandas karena kemapanan Heru tak mampu mengganti ketulusan Coki.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini