Ketika Tuntutan Menjadi Dewasa Menghantuiku

Awalnya aku menjadi diri yang malu melangkah, namun suara ibu terus terdengar di belakangku dan sesaat ku menengok ke arahnya, ada senyum yang bangkitkan semangatku. Dengan langkah yang penuh hati-hati, ku tapaki jalan gerbang itu. Belajar menjadi diriku, walau tak jarang orang tidak menyukaiku, menertawaiku, memandang sebelah mata, dan membicarakan ini itu tentang diriku.

Advertisement

Andai kau paham, bu bahwa ini amat berat.

Sesaat aku pulang ke pelukanmu, kau memelukku dengan hangat. Sembari tersenyum dan berkata bahwa engkau paham apa yang aku rasakan. Nasihat demi nasihatmu menyelimuti hatiku yang terluka oleh mereka. Ntah bu, kau bagai dokter bersayap malaikat yang sangat hebat. Kau bahkan bisa mengobatiku tanpa ada sepatah kata terlontar dari isak airmata dalam hatiku. Aku belajar tegar, aku belajar sabar karena langkah ini masih panjang.

Hari kian berlalu seiring daun berguguran, tekanan demi tekanan menghantuiku seiring langkahku yang kian dekat dengan mimpiku. Walau kadang aku sadari, engkau pun semakin tua, bu. Kadang aku kembali takut dan teringat saat kecil kau memelukku yang terselimuti resah. Namun kini, aku semakin resah, aku tak tega selalu menyusahkanmu di senja usiamu. Taukah engkau bu, aku sering menangis sendiri mengkhuatirkan masa depanku, mengkhuatirkan aku tak bisa sehebatmu. Jujur ku akui bu, kadang aku takut menghadapi masa dewasa, saat aku harus belajar mandiri, tegar menghadapi masalah seorang diri, kedinginan di keramaian dan hampa terbawa kesunyian.

Advertisement

Aku kian meragu, apa aku mampu, bu?

Kadang aku takut suatu saat ditinggalkanmu, aku takut berpisah denganmu bu. Adakah yang akan memelukku sehangatmu? Adakah yang menasehatiku sesabarmu? Bagaimana jika aku hilang ditelan waktu tanpa arti, bu? Dewasa bagiku menyeramkan. Hanya ada 1 hal yang menjadi harta karun terbaikmu, bu. yaitu

Advertisement

Senyummu yang berbekas dalam

Bu, tuntutan dewasa ini menghantuiku, apa aku mampu lewati ini? Aku ingin menjadi sehebatmu, yang bahkan rela berkorban nyawa demiku. Nasihatmu 10 tahun silam, bahkan rasanya bagai setiap pagi dibisikan ke dalam hatiku. Begitu merdu dengan hembus nafas damaimu. Tuhan, kuatkan bahu ini, izinkan aku mengikat kepalaku dengan bandana yang lebih kuat, dengan kancing lengan baju yang ku singsingkan dan melangkah penuh percaya diri mengejar asaku.

Kini aku melangkah menuju dewasa seperti nasihatmu, bu. Dewasa ini memang menghantuiku, namun aku kuat karenamu, bu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sederhana dan mensyukuri kebahagiaan Terus berkarya

9 Comments

  1. Saeful Fajri berkata:

    izin copas kata”nya

  2. Eiva K. Sary berkata:

    Andaikan kau paham bu,ini amat berat.

  3. Bagus banget. Bikin berkaca2