#KesehatanMental – Sepertinya Aku Depresi, Fenomena Self Diagnose Penyakit Mental yang Pernah Menyerangku

Self Diagnose Penyakit Mental

Sedih berkepanjangan, lemah tak berdaya, dan tidak memiliki semangat hidup, telah menjadi bagian dari diriku di masa lalu. Seketika diriku tersadar, sepertinya ada yang salah dengan kesehatan mentalku. Berusaha mengulik informasi kesana kemari terkait apa yang sebenarnya terjadi kepadaku.

Advertisement

Sepertinya aku depresi, kalimat yang tiba-tiba muncul di dalam pikiranku. Ketika membaca sebuah postingan di Instagram mengenai ciri-ciri orang depresi. Batinku menolak, tetapi tidak bisa membohongi kenyataan akan gejala depresi yang memang terjadi pada diriku.

Hingga pada akhirnya aku memberanikan diri untuk berkonsultasi kepada seorang psikolog. Apa saya depresi, bu? Tanyaku penasaran. Mbak, gak boleh diagnosis sendiri, ya. Balasnya lewat aplikasi khusus mengirim pesan. Hatiku seperti terperanjat saat membaca percakapan itu. Dan mulai menyadari bahwa memang apa yang aku lakukan salah, yakni mendiagnosis diri sendiri mengidap penyakit mental (self diagnose).

Ketika Penyakit Mental Hanya Untuk Gaya-gayaan

Advertisement

Fenomena self diagnose yang terjadi padaku dipengaruhi oleh menjamurnya tren anak muda yang menganggap penyakit mental itu keren. Begitu seringnya aku temui pada bio media sosialnya tertulis Pengidap Depresi, Bipolar, PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), OCD (Obsessive-Compulsive Disorder), dan beragam jenis mental illness lainnya. Mereka (para penganut self diagnose) sangat meyakini akan penyakit mental yang ‘mungkin’ diderita.

Ciri-cirinya (gangguan jiwa) semua ada di aku 🙂 atau Kok related banget sama aku  merupakan contoh kalimat sering aku baca di kolom komentar pada akun media sosial edukasi kesehatan mental. Mereka (anak muda) terlihat begitu bangga dengan ‘penyakit mental’. Selain itu, ada yang hanya ingin dikasihani dengan penyakit mentalnya, seperti halnya pada diriku.

Advertisement

Apabila dahulu jika menderita penyakit dianggap sebagai aib yang harus ditutupi. Di era keterbukaan informasi saat ini, justru banyak anak muda yang membanggakannya termasuk isu kesehatan mental. Dengan dalih self awareness dan membagikan pengalaman terkait penyakit mental. Mereka bahkan secara terang-terangan mengenakan kaos bertuliskan ‘I’m Depressive Disorder’.

Penyakit Mental Bukan Suatu Hal yang Prestisius

‘Banyak membaca’ adalah suatu hal yang aku lakukan ketika seorang psikolog menegurku atas tindakan self diagnose. Dari banyak informasi yang ku peroleh, aku yakin bahwa penyakit mental bukan untuk diromantisasi. Tetapi seperti penyakit pada fisik, penyakit mental juga perlu diobati.

Kehadiran media sosial yang semakin giat memperbincangkan isu kesehatan mental pada anak muda inilah yang membentuk persepsi baru. Penyakit mental telah dianggap sebagai sebuah tantangan dan rintangan dalam hidup yang membentuk seseorang menjadi kuat. Banyak orang berpikiran bahwa orang yang mengidap penyakit mental merupakan sosok hebat. Nyatanya, bagi penderita penyakit mental itu sendiri, perlu waktu cukup lama hingga bertahun-tahun untuk dapat legowo atau menerima dengan penyakitnya. Dan mereka berjuang untuk sembuh dan terlepas dari stigma.

Pengalamanku mengikuti kuis-kuis bertedensi pengukur tingkat anxiety (kecemasan), juga menjadi pemicu banyak anak muda yang mengklaim dirinya mengidap suatu penyakit mental. Saat menjadi salah satu golongan anak muda penganut self diagnose, aku merasakan bahwa hal tersebut hanyalah suatu bentuk narsistik. Dengan penyakit mental yang diyakini, aku merasa akan mendapatkan perhatian lebih dari orang lain.

Setelah mulai tersadar akan kesalahanku di masa lalu terhadap self diagnose. Aku mulai mencintai diri-sendiri, lebih peduli terhadap kesehatan mental, dan enggan mengikuti tren yang membawa kepada kebodohan. Apakah kamu juga pernah mengalami self diagnose? Segera hentikan, lebih baik lakukan pemeriksaan kepada tenaga profesional, seperti psikolog atau psikiater.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sebutir pasir pantai asal Probolinggo, Jawa Timur