"Wah pusing pusing pusing. Ibu sudah lupa pelajaran sekolah. Belum lagi, adikmu yang TK juga harus setor hapalan dan video dikirim. Masak iya jadinya meangkap guru TK dan SMA %$@#&^%&^$#@…..,” sebait kalimat protes seorang ibu yang harus mendampingi putra putrinya belajar mandiri online selama masa pandemi.
Kejadian yang mayoritas menimpa orang tua khususnya beliau-beliau yang juga bekerja di luar rumah. Peran yang selama ini tidak terpikirkan. Sebelum pandemi, menyerahkan semua hal yang berkaitan dengan pendidikan ke pihak sekolah khususnya guru. Orang tua tahunya membayar biaya pendidikan, terima rapor anak.
Jika ada sedikit kekurangan nilai, menyalahkan guru. Mengapa anaknya tidak tinggi nilainya. Jika anaknya belum juga tuntas kompetensi tertentu, kembali menyalahkan guru. Mengapa tidak dijelaskan detail. Seolah-olah guru bertanggung jawab sepenuhnya, sehingga orang tua terima hasil jadi yang memuaskan.
Pandemi mengungkap fakta yang sebenarnya. Apa yang selama ini orang tua tuntut terhadap guru, mampukah menggantikan? Apakah mudah mengajarkan seperti yang diharapkan, bahkan untuk anaknya sendiri? Dibandingkan guru yang mendidik puluhan siswa dalam kelas dan bahkan ratusan dalam sekolah.
Pandemi menyadarkan betapa berat beban guru. Bukan hanya jumlah siswa yang banyak, tetapi pemahaman cara belajar masing-masing siswa berbeda, memaksa guru untuk lebih kreatif dalam mengajar. Tujuannya semata-mata keberhasilan siswa didik. Guru berusaha melebihi mendidik anak sendiri. Beban mental ketika siswa didiknya belum sesuai keinginan orang tua.
Mendidik, tidak cukup dengan satu aspek mengajarkan ilmu secara verbal. Perlu empati mendalam karena setiap siswa berangkat dari keluarga yang majemuk latar belakangnya. Guru, tidak hanya menyampaikan mata pelajaran, tetapi lengkap dengan akhlak dan sikap. Dalam K-13 setiap mata pelajaran ada sentuhan agama dan budi pekerti. Bahkan ada kompetensi dasar dan khusus yang mengaitkannya.
Kalau saja dari awal orang tua berkenan duduk bersama dengan guru, maka tidak aka nada perbedaan persepsi terhadap tugas mendidik. Guru bertemu siswa didik maksimal delapan jam sehari dan pastinya tidak penuh dalam sepekan. Sementara orang tua bersama setiap hari. Praktis orang tua mempunyai waktu yang lebih lama dibandingkan guru. Sinergitas antara orang tua dan guru sangatlah diperlukan, sehingga bersama-sama menuju puncak kerucut keberhasilan anak. Seperti puzzle, peran orang tua dan guru saling melengkapi.
Mendidik adalah salah satu amal jariah, kebaikannya terus mengikuti meski sudah tidak bernapas. Mari bergandeng tangan antara orang tua dan guru, sehingga benar terwujud menjadi bangsa yang berakhlak sekaligus berteknologi. Kita wariskan kebaikan yang mendasar, agar mereka pakai di kehidupan yang tentunya sudah lebih maju dari sekarang.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”