Kepada Ayah dan Ibu, yang semakin hari semakin menua.
Aku sebenarnya tak ingin melihat kalian menua. Aku ingin kalian tetap muda, sama seperti aku kecil dulu. Aku ingin waktu-waktu yang kita habiskan bersama tak pernah berlalu. Aku masih ingin bersama kalian. Aku masih ingat semua yang pernah kita lakukan saat aku kecil dulu.
Ayah, aku masih ingat rasa sayangmu padaku yang tak pernah luntur. Dari aku sekolah dasar sampai aku menginjak dewasa, kau selalu mengantarku. Dengan motor tua yang kau miliki, kau mengantarku ke sekoilah, bahkan hingga aku lulus SMA. Saat aku akan melamar pekerjaan pun masih kau yang mengantarku.
Masih teringat di benakku saat kau mengajariku banyak hal. Pelajaran-pelajaran sekolah, melakukan pekerjaan rumah untuk membantu ibu, bahkan saat aku bertengkar dengan teman-temanku, kau ada di sana untukku. Kau memberiku penyemangat. Kau memberikanku tempat untuk berlindung. Kau menyejukkan hatiku yang saat itu dipenuhi panas membara.
Ayah, tanpa terasa usiaku nyaris menginjak seperempat abad. Usiamu pun semakin beranjak senja. Kau kehilangan sebelah penglihatanmu, tetapi kau tak pernah menyerah. Kau selalu menunjukkan pada kami apa arti hidup. Kau selalu menunjukkan pada kami arti berusaha.
Selama aku kuliah, terbersit rasa takutku bila kau tak dapat mendampingiku saat wisuda nanti. Tetapi syukurlah, kau masih diberikan kesehatan hingga saat ini. Kau mendampingiku saat wisuda. Kau diam saja, tak seperti ibu yang menangis terharu, tetapi aku harap, jauh di dalam hatimu, kau bangga memiliki anak seperti aku.
Kau banyak melewati rintangan hidup, Ayah. Semua telah kau lakukan untuk anak-anakmu. Agar kami bisa bersekolah. Agar kami bisa menikmati hidup dari hasil kerjamu. Kau sangat memanjakan kami. Kau adalah ayah terbaik yang kami punya. Walau terkadang kau marah saat kami membuat kesalahan, tetapi kami mengerti semua itu demi kebaikan kami.
Aku harap kau sehat selalu. Kuharap kau bisa mendampingiku saat aku menikah nanti, Ayah. Kau sangat berarti bagiku. Mengingatmu selalu membuatku ingin menangis. Menangis haru, sedih dan bahagia. Aku sangat tak ingin berpisah denganmu.
Untuk Ibu, sosok yang selalu ada di saat kami terjatuh.
Kau mendampingi Ayah dengan baik, Ibu. Kau bangun pagi-pagi sekali, tak peduli saat itu kau harus bekerja pagi dan kau tetap membuatkan sarapan untuk kami. Kau tersenyum, menyapa kami dan menyemangati kami.Â
Tak seperti ayah yang pendiam, kau adalah sosok yang periang. Melihatmu menangis tentu saja membuat hati kami sangat pilu.
Ibu, entah sudah berapa kali kami, anak-anakmu, membuatmu menangis. Entah sudah berapa kali kami membuatmu dan Ayah menangis karena kenakalan kami. Maafkan kami, Ibu, Ayah, kami tak bermaksud menyakiti hati kalian. Kami tak ingin melukai hati kalian. Maafkan kami.
Ayah, Ibu, entah sudah berapa banyak yang kau berikan untuk kami. Bahkan semesta ini melebihi kasih sayangmu pada kami, tetapi kami, anak-anakmu, belum bisa membalasnya. Maafkan kami.
Terutama aku.
Maafkan aku, Ayah, Ibu, sebagai anak sulung, aku masih belum bisa menjadi yang terbaik. Maafkan aku karena aku masih sering membuat kalian kecewa dan menangis.
Kuharap, aku bisa membahagiakan kalian suatu saat nanti.
Salam sayang dari anakmu yang sangat menyayangimu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”