Kenyataan dan Penilaian Harapan Saat Pandemi

Manusia

Berangkat dari keinginan untuk menggapai impian, banyak generasi muda yang baru saja menyelesaikan studinya langsung merumuskan kemampuan dan data diri dalam bentuk selembar Curiculum Vitae sesegera mungkin.

Advertisement

Mulai dari lulusan sekolah tingkat atas, kejuruan, hingga sarjana muda ikut berlomba mengisi kursi yang terbatas di ruang-ruang kerja perusahaan Ibukota. Harapan demi harapan senantiasa dilempar ke penjuru langit dengan tangan dan kaki yang tidak kunjung menyerah agar pekerjaan impiannya dapat segera diraih.



Belum berhenti gelombang para pencari kerja baru mendapatkan pekerjaan impiannya, pandemi virus CoVid-19 menerjang para pencari nafkah bak daun kering yang sengaja digugurkan. Fenomena semacam ini dilakukan para pemilik usaha dengan harapan pohon-pohon bisnisnya tetap hidup saat melewati kemarau ekonomi yang berlangsung dari awal tahun 2020 hingga kini di pertengahan 2021.

Bahkan tidak sedikit juga teman-teman kita yang kehilangan pekerjaan dan tidak sedikit pula yang tenggelam usahanya diakibatkan krisis yang diluar prediksi dari kebanyakan kita. Bagaimanakah cara virus itu mematikan setengah upaya manusia di muka bumi dan mengembangkan sebagiannya? Adaptasi, mungkin kata tersebut adalah kunci bagi siapapun yang ingin tetap bertumbuh di kemarau yang begitu gersang ini.

Advertisement



Kemudian kebutuhan seseorang akan kebahagiaan mengalami perubahan jadi lebih sederhana. Ketika siapapun dari manusia tahun ini bisa merasakan nikmat sehat beserta keluarga dan orang-orang terdekatnya, maka kebahagiaan seolah jadi cahaya terang-benderang yang dapat dilihat siapa saja.

Adapun kecurigaan dan kehati-hatian seolah nampak samar dan sulit sekali menukil perbedaannya. Hari dan bulan senantiasa berlalu hingga lebih dari setahun masa virus ini meluas seolah membentuk paradigma dan kebiasaan baru.

Advertisement

Mulai dari wajah yang tertutup hingga silaturahmi tanpa sentuhan yang kerap jadi buah bibir agar terus dilakukan. Ketika kebiasaan umum telah berubah, bukan tidak mungkin perilaku khusus juga berubah. Mulai pasang-surut moralitas yang menjangkau berbagai elemen, seperti tukang palak yang bertobat hingga kaum elit kaya raya yang mengais kesempatan dengan cara apa saja.

Setelah beberapa paragraf tulisan ini berlalu, kemampuan radar manusia dalam mencari makna semakin kencang dan tersimbol pada pertanyaan, “Apa sebenarnya maksud sang penulis dalam susunan kata ini?” Maka jawabnya adalah tidak ada sama sekali.

Sesekali tulisan juga boleh merangkai maknanya sendiri, menjangkau ruang imajiner pembaca tanpa harus dikatakan dan dipastikan secara konkret dan gamblang. Berkaitan dengan kebahagiaan? Siapa yang paling bisa menggambarkan tentang luapan rasa tersebut? Lengkung senyum di dua belah bibir merah atau suara tawa yang terlepas tanpa kontrol dari pita suara manusia?

Pekerjaan dan kebahagiaan, jerih payah dan loyalitas, moralitas dan realitas yang menyesakkan. Apakah variabel-variabel tersebut adalah perumpaan yang dapat mewakili pikiran-pikiran kita belakangan ini? Atau justru perbandingan antara harapan dengan kenyataan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sedang belajar menulis