25 Januari merupakan hari gizi nasional yang diperingati setiap tahunnya dengan tema yang berbeda. Pada peringatan hari gizi kemarin, kementrian kesehatan (Kemenkes) mengusung tema Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas sebagai tema hari gizi dan makanan nasional 2022. Â
Stunting seperti yang telah diketahui merupakan kondisi yang ditandai dengan terhambatnya tumbuh kembang secara fisik dan penurunan kemampuan kognitif pada anak-anak disebabkan oleh kurangnya asupan gizi atau malnutrisi.
Selain stunting, masalah serius lainnya adalah tingkat obesitas dikalangan kanak-kanak. Dikutip dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, prevalensi anak-anak Indonesia yang mengalami obesitas menyentuh angka 18,8% dengan presentase lebih tinggi terjadi di daerah perkotaan.
Status berat badan pada anak-anak ditentukan oleh Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan perhitungan BMI. Anak memiliki kecenderungan obesitas ketika persentil BMI mereka berada pada rentang 23-29,9 sementara jika hasil perhitungan BMI nya lebih dari 30, artinya anak tersebut  sudah mengalami obesitas.
Bukan hal yang diragukan lagi bahwa ketersediaan makanan cepat saji dan maraknya iklan junk food membuat pola makan anak-anak menjadi kurang bergizi, hal ini diperparah dengan kebiasaan bermain gadget yang menyebabkan kurangnya aktivitas fisik harian yang diperlukan.
Terlebih tingkat aktivitas fisik juga menurun 2 tahun belakangan akibat pandemi Covid-19 yang mengharuskan anak-anak untuk tetap berada di dalam rumah, sehingga waktu mereka untuk bermain bola, berolahraga dan pulang pergi ke sekolah tergantikan oleh aktivitas pasif seperti menonton TV dan duduk seharian bermain game online. Hal tersebut lah yang menjadi penyebab utama meningkatnya angka obesitas pada anak.
Penelitian lebih baru mengungkapkan bahwa obesitas pada anak juga diwarisi dari Ayah dan Ibu. Anak-anak yang memilki keluarga dengan riwayat kelebihan berat badan, lebih cenderung mengalami hal yang sama. Meski begitu faktor keturunan ini bukanlah penyumbang utama dalam lonjakan angka obesitas.
Dibanding stunting, masalah obesitas kerap disepelekan oleh orang tua, salah satu peyebabnyanya adalah stigma yang melekat di masyarakat bahwa semakin gemuk anak, artinya semakin sehat, sehingga orang tua memberikan makanan yang lebih dari porsi rata-rata diusia mereka agar anak terlihat lebih berisi.
Selain itu, orang tua juga seringkali keliru dalam mendeteksi status berat badan buah hati mereka. Sebuah studi pada tahun 2013 yang diterbitkan oleh jurnal Maternal & Child Nutrition menemukan bahwa 62% orang tua dari anak-anak yang obesitas menganggap bahwa anak mereka memilki berat badan normal dan sehat. Â Â
Padahal kesalahpahaman ini dapat berakibat pada penyakit obesitas pada anak yang kemungkinan dapat bertahan hingga dewasa. Jika peningkatan obesitas pada masa kana-kanak terus meningkat, maka prevalensi permasalahan kesehatan lain yang terkait seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular juga akan bertambah. Hal ini bukan hanya dapat merusak generasi yang akan datang, namun juga memberikan tekanan pada bidang ekonomi.
Selain masalah medis, obesitas juga menyerang mereka secara emosional. Anak-anak yang obesitas lebih berpeluang untuk mengalami masalah kesehatan mental seperti  kesulitan bersosialisasi, perundungan, pembentukan citra tubuh yang negatif bahkan depresi.
Sebagai bentuk pencegahan obesitas pada anak, libatkan seluruh keluarga untuk melakukan perubahan kecil seperti menjadwalkan rutinitas lari pagi sebagai bentuk aktivitas fisik. Mengubah kebiasaan makan juga berpengaruh dalam menurunkan berat badan anak, contohnya memasak makanan sendiri dirumah agar anak tidak membeli makanan cepat saji diluar, alih-alih melarang sepenuhnya mereka memakan makanan manis, cobalah untuk mengurangi konsumsi gula dan mengganti makanan ringan dengan buah-buahan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”