Menjalin cinta dalam suatu kisah yang dilalui bersama ntah itu dalam jangka waktu yang lama atau singkat bukanlah suatu penghalang dalam mengikat janji suci di hadapan Tuhan. Kita pun tak tahu pada siapa dan kapan Tuhan akan mempertemukan kita pada belahan jiwa kita. Apakah pada teman, sahabat lama atau seseorang yang sama sekali tidak pernah terbayangkan oleh kita.
Kisahku ini berawal dari pertemuan kita saat masih di bangku SMP. Lugu, polos, ramah, baik hati, sopan, suka membantu, dan pintar adalah sifat yang aku suka darimu. Sifatmu itu membuatku merasa nyaman untuk berteman denganmu hingga akhirnya aku menganggapmu sebagai salah seorang sahabat terbaikku.
Meskipun kau sering merasa tidak percaya diri karena kelainan fisik yang kau punya hingga kau sering jadi bahan ejekan teman-teman. Tapi aku tak peduli dengan itu.
Waktu itu kau sungguh banyak membantuku dalam setiap tugas dan pelajaran di kelas. Tak jarang aku meminta bantuanmu untuk menyelesaikan masalah belajarku. Kau sering mengajariku dan berdiskusi denganmu adalah saat-saat yang sangat aku suka. Kita tidak hanya sahabat dalam belajar, tapi kita juga sering berbagi canda tawa bersama.
Aku selalu bercerita tentang kebaikan dan keminderanmu kepada orang tuaku dan saudara-saudaraku di rumah hingga mereka memiliki keinginan untuk mengenalmu, orang yang telah berbaik hati pada salah seorang anggota keluarga mereka.
Tak jarang namamu dijadikan sebagai bahan lelucon di rumahku. Mereka selalu mengatakan akan memberitahu kenakalan-kenakalanku padamu dengan tujuan agar kau tak lagi mau membantuku. Anehnya, aku selalu merasa takut apabila mereka sampai memberitahukannya padamu.
Setiap kali ayahku mengantar atau menjemputku dari sekolah, ia selalu menanyakan di mana dirimu. Namun, aku tak pernah mau untuk menunjukkanmu padanya. Aku takut nanti ayahku akan memberitahukanmu tentang kenakalanku seperti ancamannya padaku di rumah.
Begitupun dengan saudara-saudaraku. Mereka juga memiliki rasa penasaran yang sama dengan ayahku. Lagi-lagi aku tak mau memperkenalkanmu pada mereka. Sungguh bodohnya aku sampai sebegitu takutnya kehilanganmu.
Aku selalu menyembunyikan sosokmu dari orang tuaku meskipun mereka telah beberapa kali harus datang ke sekolah untuk mengantarku, menjemputku, atau menghadiri pertemuan orang tua yang rutin dilaksanakan setiap akhir semester. Hingga sampai pada hari akan dilaksanakannya pentas seni di sekolah, waktu itu kita sudah kelas 2 SMP, aku dipilih untuk mengisi acara di kelompok alat musik ansambel.
Sekolah memberikan seragam bagi para pemainnya. Aku pun membawanya pulang ke rumah untuk dipersiapkan agar aku pakai di hari pentas seni. Begitu melihatku mencoba pakaian tersebut di rumah, ayahku langsung memujiku karena aku terlihat begitu cantik dan tiba-tiba ia mengatakan kalau kau nanti pasti akan sangat suka melihatku nanti.
Aku hanya bisa merengek manja untuk membantah perkataan ayahku. Sementara anggota keluargaku yang lainnya hanya tertawa menyaksikan ayahku yang telah berhasil menggodaku dengan membawamu dalam candaan hangat malam itu.
Aku begitu bersemangat untuk mengikuti acara pentas seni yang akan berlangsung sekitar 2 hari lagi. Setiap kali ke sekolah aku sangat senang dan berlatih dengan sungguh-sungguh agar ayahku yang telah berjanji akan menghadiri acara pentas seni sekolahku bangga padaku yang tampil dengan cantik dan bagus.
Tampilan yang bagus itu tentu tidak hanya ku siapkan untuk ayahku, tetapi juga untukmu. Namun, Tuhan berkehendak lain. Sehari sebelum hari pentas seni sekolah, ayahku dipanggil Tuhan dan aku tidak jadi mengikuti kegiatan tersebut. Hatiku sangat perih saat itu. Aku harus mengubur keinginanku untuk tampil memesona di hadapan ayahku dan kau.
Semenjak hari itu, tiada lagi namamu disebut-sebut di keluargaku karena memang hanya ayahku yang paling sering menyebut namamu untuk meledekku.
Tak terasa waktu itu, kita sudah akan menyelesaikan masa-masa SMP. Kau masih menjadi sahabat baikku. Kau masih terus membantuku dalam belajar dan menghibur hatiku agar aku mampu kembali bersemangat pasca kepergian ayahku.
Kau mulai selalu hadir dalam kisah-kisahku bahkan di kisah cinta remajaku. Kau selalu menemani salah seorang teman sekelas kita yang waktu itu menyimpan rasa untukku. Sayangnya aku tak menyimpan rasa yang sama dengannya. Aku kecewa mengapa kau tidak ada di pihakku dan mendengar curhatanku bahwa aku tak menyukainya. Kau malah mencoba untuk menyatukanku dengannya.
Ketika hari kelulusan, pihak sekolah kembali mengundang orang tua untuk mengambil surat pengumuman kita. Orang tuaku waktu itu diwakikan oleh kakakku. Untuk pertama kalinya, ketika kakakku menanyakan di mana dirimu, aku dengan berani memberitahukan pada anggota keluargaku sosokmu. Kakakku pun melihatmu kemudian tersenyum meilhatku.
Aku tak paham akan arti dari senyumannya itu. Kau yang saat itu juga melihat ke arahku buru-buru memalingkan wajah begitu melihat kakakku tersenyum sambil melihatmu. Aku tak tahu mengapa kau begitu. Lalu aku meminta kakakku untuk tidak lagi melihatmu dan mengajaknya segera pulang. Aku takut kau merasa kakakku sedang mengejek kekurangan fisikmu.
Aku sama sekali tak pernah melihat kelemahan yang kau punya. Justru kelembutan hatimu melesapkan semua kekuranganmu.
Hari itu adalah hari terakhir pertemuan kita. Tiada kata-kata perpisahan karena di pertemuan terakhir itu kita langsung pulang bersama orang tua kita masing-masing. Persahabatan kita berhenti tanpa kata-kata apapun. Kemudian, kita memilih untuk melanjutkan SMA di tempat favorit kita masing-masing.
Hingga setelah 11 tahun tak bertemu, semesta kembali mempertemukanku denganmu. Kau tak lagi seorang anak remaja dengan kondisi fisikmu yang dulu. Kau kini terlihat gagah dengan seragam angkatan yang kau kenakan. Sahabatku kini telah menjadi seseorang yang mengagumkan.
Bagitu melihatmu, aku langsung teringat pada ayahku. Bagaimana ayahku dulu meledekiku dengan namamu dan mengatakan bahwa kelak aku akan berjodoh denganmu. Aku tersenyum malu mengingat masa-masa itu. Sesaat aku sesalkan mengapa aku dulu malu mengenalkanmu pada ayahku.
Pagi ini, kau berdiri tepat dihadapanku. Kau tak sedang memakai seragammu. Namun, kau tetap terlihat gagah dengan stelan jass berbunga di kantungmu. Kau hadir pagi ini sebagai sosok lelaki yang kini aku cintai seutuhnya. Kau terlihat begitu tampan dengan senyuman yang selalu terlukis indah di bibirmu.
Pancaran kelembutan hati yang aku kenal sejak dulu telah kau miliki tak dapat kau sembunyikan. Itu yang membuatkan tak henti menatapmu hingga aku tak pernah menyangka akan sejatuh cinta ini padamu.
Kau pun mulai memecah lamunanku dengan menggenggam tanganku, tersenyum, dan berkata “Saya memilih engkau menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup.” Semoga waktu tak kuasa menggerus cinta kita.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”