Katanya Ayah adalah Cinta Pertama Anak Perempuannya. Tapi Mohon Maaf, Tidak Bagi Saya

Hubungan tidak baik dengan ayah



Kepada laki-laki yang aku panggil Ayah,

Advertisement

Saat aku terlahir ke dunia, dirimu adalah lelaki pertama yang aku kenal. Seharusnya. Nyatanya Tidak. Maaf jika hubungan kita tak sedekat layaknya Ayah dan anaknya. Seringkali aku mendengar cerita haru kehangatan seorang anak dengan ayahnya. Bagaimana pelukkan Ayah jadi tempat ternyaman, didekatnya adalah kesempatan untuk bermanja.

Aku menyimak cerita teman-temanku ketika memuji kebaikan Ayahnya, sedangkan aku, hanya jadi penikmat dalam diam, lalu membayangkan hubungan kita yang tak sedekat itu. Aku tersenyum getir membayangkan kecanggungan kita berdua. Ayah…kenapa aku tak bisa sedekat nadi denganmu?


Aku coba memahami tentang kekakuanmu dalam bertindak. Sikap acuh dan amarah yang mudah tersulut. Aku mencoba berdamai dengan kerasnya sifatmu. Meski kecewa adalah akhirnya.


Advertisement

Kadang pertengkaran menjadi cara kita berkomunikasi. Saat mulut tidak dapat lagi mengontrol tindakan, maka aku tak lagi ingin banyak bicara. Kegaduhan adalah caraku ‘menyampaikan’ maksud untuk dapat kau dengar.

Ayah…kau telah mematahkan peran ‘ ayah cinta pertama puterinya’. Kau merusak pandanganku tentang laki-laki. Jangan salahkan aku jika mengganggap semua laki-laki itu sama.  Ayah , karaktermu yang pemarah ikut andil dalam kerasnya sikapku. Bertahun-tahun tinggal satu atap denganmu, menonton segala tingkah lakumu, keributan yang kau buat, meski aku berkeras diri untuk tidak ‘ sepertimu’, nyatanya ada sisi lain diriku yang meniru tingkahmu.

Advertisement

Ayah, bagaimana bisa aku jadi wanita yang lemah lembut dalam bertutur kata, jika sarapan tiap hariku adalah teriakan dan bentakan. Bagaimana aku bisa menjadi gadis yang anggun jika sepanjang hari yang ku lihat adalah sikap serampanganmu.

Ayah, nama itu masih ku sematkan padamu. Sebab menghargai andilmu dalam proses aku ada didunia.  Meski bagi orang lain kau adalah sosok cinta pertamanya, namun tidak bagiku, kau bukanlah yang akan aku banggakan. Namun kau tetaplah bagian dari doa-doa panjang yang aku panjatkan.

Saat aku tidak mampu membawamu jadi manusia yang baik, maka yang bisa kulakukan adalah terus mendoakanmu tanpa henti tanpa bosan. Anggaplah itu sebagai bentuk sayangku padamu. 

Dear ayah, Semoga Tuhan menyentuh hidayah-Nya padamu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penyuka Arunika - Penikmat Swastamita

Editor

Not that millennial in digital era.