Hari ini tepat setahun aku menjadi pengangguran, selepas menyelesaikan pendidikan strata-1 kegiatanku hanya di rumah, sesekali ikut nongkrong.
Bukan, bukan aku tidak berusaha selama ini, sudah ribuan surat lamaran yang kusebar di beberapa perusahaan yang sedang memerlukan karyawan. Hasilnya hanya sampai batas panggilan interview saja, dan sisanya surat lamaran yang kusebar itu hanya menjadi tumpukan yang berdebu di bagian pojok meja staff HRD perusahaan yang kulamar. Dan terkadang aku juga lupa perusahaan mana saja yang sudah kulamar tahu-tahu ada panggilan.
Padahal dari masa sekolah sampai kuliah nilai-nilai akademisku selalu bagus, aku termasuk lulusan terbaik di kampus tempat aku menuntut ilmu. Aku selalu ikut organisasi, bukan mahasiswa kupu-kupu (kuliah – pulang, kuliah – pulang). Tapi entah kenapa sangat sulit untuk aku mendapat pekerjaan.
Jangan dipikir hidupku enak menjadi pengangguran, walaupun sebenarnya orangtuaku tidak pernah mempermasalahkannya, karena aku anak tunggal. Orangtuaku berasal dari orang yang berada semisal aku mau lanjut pendidikan lagi pun mereka enggak mempermasalahkan.
Tapi kembali lagi ke konsep di masyarakat kebanyakan, kita yang menjalani tapi mereka yang mengomentari. Tidak perlu orang lain yang mengomentari, salah satu tante reseku saja setiap bertemu ada saja yang keluar dari mulutnya.
***
"Saras kerja dimana?" tanya salah satu tanteku
"Belum kerja, Tan," jawab ku sambil tersenyum sopan, walaupun aku tahu habis ini pasti ada lagi sanak keluarga yang bakal ikutan menimpali.
"Loh loh kamu kan lulusan terbaik, kenapa masih belum dapat kerja juga. Kamu pasti banyak mau ini," saut tante rese bermulut pedas
Aku hanya diam, enggan menjawab rasanya percuma menjelaskan sama orang lain, toh, bagi mereka nantinya tetap saja aku yang salah. Manusia kan memang seperti itu, enggak tahu permasalahnnya apa tapi selalu ikut menghakimi.
"Jangan jadi benalu buat orangtuamu, mau sampai kapan kamu jadi pengangguran? Tuh liat sepupu-sepupu kamu sudah pada hebat-hebat di bidang masing-masing, dan mereka juga sudah pada mau nikah."
Ah, sudah berapa kali aku mendengar ini semua, ingin dekat dengan sanak keluarga tapi basa basi mereka ini jadi basi.
"Ras, kalau kamu lanjutin kuliah lagi, mama sama papa sanggup aja ngebiayain semuanya. Enggak usah kamu pikirin omongan-omongan tante kamu itu," ucap mamaÂ
"Nanti ya, Ma, kalau Saras memang ingin lanjut kuliah lagi, Saras ngomong sama mama. Biar Saras usaha sendiri dulu ya buat cari kerja," jawabku. Bukan apa-apa, rasanya sudah cukup aku menjadi beban buat orangtua, aku hanya ingin membuktikan ke orang lain kalau aku bukan benalu.
***
Dua bulan berlalu dari tawaran mama untuk membiayai kuliahku lagi, tadi malam aku sudah memikirkan semuanya. Dan hari ini aku memutuskan untuk menerima tawaran mama, mungkin rejeki ada setelah aku melanjutkan sekolah lagi siapa yang tahu. Aku melangkahkan kaki untuk ke luar kamar mencari mama, tapi kakiku terhenti ketika ada panggilan masuk di handphoneku.
"Halo selamat pagi, benar ini mbak Saras Wijaya?" tanya seorang perempuan diseberang sana
"Pagi, iya ini Saras Wijaya. Ada apa ya, Bu?"
"Saya Nia dari perusahaan X ingin mengabarkan kalau Mbak Saras diterima, dan bisa mulai bekerja besok hari"
Aku terdiam sebentar, ini nyata kan bukan halusinasi ku. Nama tadi Saras Wijaya nama ku kan yang dia sebut, dan itu adalah perusahaan yang selama ini aku inginkan.Â
"Baik bu, terima kasih" Aku menjawab dengan gagu setelah perbincangan singkat itu diakhiri tanpa sadar air mata ku menetes.
***
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”