Hari itu, 13 Mei 2017
Pertama kali aku melihatmu saat kamu memainkan organ dengan piawai sambil terkekeh entah karena kamu menikmatinya atau sedang menertawai rekanmu yang ketukannya salah, aku terkesima. Melihatmu di gereja kali itu buatku merasa yakin Tuhan punya rencana memilihku datang ke kotamu.
Sebab, bukankah menyukai seseorang tak perlu menunggu waktu lama?
Sepanjang malam, aku sibuk menceritakanmu pada Tuhan bersama lantunan doaku. Aku tak mengenalmu, bahkan namamu pun aku tak tahu. Yang aku tahu hanya ingatan parasmu di benakku. Maka, setiap detil parasmu selalu  aku ceritakan pada Tuhan. Bahkan sesekali aku tersipu malu.
Betapa konyol rasanya, meminta Tuhan mengenalkanmu padaku. Tanpa perantara manusia. Jika memikirkannya dengan logika. Rasanya mustahil. Aku hanyalah musafir yang singgah berkunjung di kotamu. Waktuku tentu terlalu singkat untuk memiliki peluang mengenalmu.
Tiap hari, saat mentari memilih sembunyi di balik bulan yang sendu, aku kembali berkelakar bersama Tuhanku. Aku bersikeras memintaNya memberiku kesempatan mengenalmu. Pianist di Gereja Methodist Tanjung Morawa, Medan. Sesekali aku berceloteh
"Iya ya, Tuhan, gimana mungkin aku mengenalnya? Teman saja tidak punya di gereja itu. Bagaimana bisa? Bahkan untuk sekadar tahu namanya pun bisa-bisa semesta sibuk menertawakan kekonyolanku."
Setiap kali Minggu datang, aku selalu bersemangat. Kali ini bukan saja ingin menjumpai Tuhan, tetapi juga menjumpai ciptaanNya dan berharap bisa mendapatkan sedikit clue untuk aku ceritakan lagi pada Tuhan.
Juni 2017, Semesta membantuku
Aku pergi ke Gereja Velangkani. Rasanya kurang puas kalau hanya mendoakanmu tiap detik di dalam otakku. Sebab, aku hanya bisa memejamkan mataku. Men-display parasmu di benakku lalu bergumam singkat
"Tuhan, lihat yang aku pikirkan kan? Aku tak tahu namanya, namun aku ingin mengenalnya lebih dari sekadar menatapnya dari bangku ke lima di gereja. Tolong buka jalan."
Sesampainya aku di Velangkani, aku kembali bersemangat saat teman kantorku berkata "Ta, kalau nulis pokok doa di sini, nanti pastor akan doakan".
Kamu tahu? (Jika kamu membaca tulisanku ini) Aku menulis pokok doa yang meminta bisa kenalan dan tahu namamu. Dalam pokok doa, aku cuman menulis clue yang aku tahu. Pianist Gereja Methodist Tanjung Morawa, berkaca mata, kalau ketawa bikin aku ikut tertawa.
Konyol yah? But, that's true. Aku nulis itu saking inginnya bisa mengenalmu. Tak cuma itu, aku juga berdoa dengan khusyuknya di Kapel. Temanku akhirnya menggodaku,"doain apa sih, kamu Ta? Lama amat. Haha"
Aku jawab dengan santai , "jodoh," Hahaha! Kami sontak tertawa.
Semesta memang menciptakan pertemuan yang tak terduga.
Saat sedang kunjungan kerja, aku melihat sosok familiar. Ya, sosok yang selalu aku doakan hampir dua bulan belakangan ini. Sayangnya, aku terlalu naif untuk mengakui itulah kamu. Lelaki yang selalu ingin ku jumpai di gereja. Aku masih saja berpikir, aku berhalusinasi. Bagaimana mungkin itu kamu? Masa iya teman kantor?
Hari itu aku pulang membawa banyak tanya, lalu kembali aku sampaikan pada Tuhan.
Tuhan, aku bertemu orang yang mirip dengan yang aku ceritakan itu. Aku bertemu dengannya tadi. Di super market  Ayahanda. Masa iya, dia teman kantor aku? Ini bukan karena aku yang terlalu ingin mengenal dia kan, Tuhan? Sampai saat kerja pun aku masih saja berhalusinasi. Tuhan, kenalkan aku padanya.
Semesta kembali mempertemukanku, hingga aku tersadar.
Aku yang sudah ogah-ogahan untuk balik ke toko tetapi sungkan dengan atasan yang memaksa singgah. Memasuki toko Indomaret Mandala Bypass, ku seret kakiku agar bisa bekerja sama tinggal beberapa menit. Tapi, kamu hadir di antara kerumunan orang, mengajakku ngobrol sampai akhirnya tawamu membukakan mataku. Kamu…orang yang sama dengan yang aku ceritakan pada Tuhan sepanjang malam.
"Abang pianist di Gereja Methodist ya?" ujarku memastikan dugaanku.
Degup jantungku serasa mau terhenti saat kamu mengiyakan. Semesta sedang berulah, aku merasa di kerjain habis-habisan. Bagaimana bisa kamu orang yang sama!?
Aku mulai memutar ulang setiap kejadian yang terjadi setiap hari di kantor. Tentang bagaimana Tuhan meminta semesta menyadarkan aku bahwa lelaki yang ingin aku kenali hanya sejauh doa. Seringkali bertemu di lobi kantor, berpapasan saat keluar dari toilet, saat menuruni tangga, dan saat duduk di meja kerja pun ternyata sehadapan dengan selisih beberapa meja saja.
Tuhan memang memiliki skrenario terbaik. Mengenalmu adalah definisi bahagia untukku.
Tak hanya dikenalkan denganmu saja, Tuhan menjawab lantunan doaku menjadi bagian dari cerita hidupmu. Dengan susunan cerita yang apik, aku dan kamu menjadi bagian cerita yang manis. Membayangkan akan bertemu denganmu saja tidak pernah. Bahkan singgah ke kotamu seperti kisah yang telah digariskan Tuhan, kita dipertemukan dengan sengaja.
Kamu adalah kesengajaan yang Tuhan ciptakan.
Kita mulai saling mengenal, saling berbagi kisah untuk mengenal lebih dalam. Kamu berceloteh panjang tentang mimpimu, tentang masa depanmu, bahkan tentang keluargamu dan tentang siapa kamu sebenarnya. Hingga suatu hari, aku dan kamu memutuskan menjalin hubungan. Tuhan memang sebaik itu.
Kamu akhirnya menjadi jawaban dari apa yang aku semogakan. Kamu adalah temu yang aku cari. Ternyata Tuhan selalu menyimpan yang terbaik untuk ditempatkan di akhir. Begitu pula denganmu, menjadi jawaban dari segala apa yang aku semogakan, sejak pertemuan pertama yang menghadirkan nyaman.
Kita adalah perjalanan dari "dia siapa?", hingga "dia di mana?".
Jika suatu saat nanti, kita saling lupa karena kesibukkan urusan kita, kembalilah. Bukankah kapal akan selalu ke dermaga untuk pulang?
Apapun alur cerita yang kita perankan nanti,tetaplah bersama. Jangan sampai kita hanya terkenang. Amin ya, Sayang.
Kamu adalah untaian paragraf kenyamanan dan kebahagiaan.
Jawaban dari skenario Tuhan atas segala doa yang aku ceritakan padaNya.
Selamat datang, Sayang!
Â
Dariku,
seorang perempuan yang kini berhenti mencari.
-NCU-
Â
I love you!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”