Transportasi merupakan sarana yang mendukung aktivitas manusia agar lebih efektif dan efisien. Dengan adanya sarana transportasi, mobilitas manusia menjadi lebih mudah dan cepat. Salah satu alat transportasi yang kita tahu yaitu kereta api. Saat ini, kereta api menjadi alat transportasi darat yang banyak digemari masyarakat. Selain nyaman, kereta api juga lebih cepat ketimbang transportasi darat lainnya karena kereta api memiliki jalur sendiri yang tidak terpengaruh oleh ramainya lalu lintas jalan raya. Di era modern ini, kereta api hadir dengan versi yang lebih canggih dan lebih cepat. Akan tetapi, di balik kecanggihan kereta api di masa kini, ternyata menyimpan sejarah yang begitu panjang lho.
Munculnya kereta api di Indonesia tidak terlepas dari pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan antara Semarang-Vorstenlanden (wilayah raja-raja Mataram Islam/Surakarta dan Yogyakarta). Ide pembangunan jalur tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pengangkutan komoditas hasil tanam paksa. Sistem Tanam Paksa (cultuurstelsel) yang diterapkan oleh Van den Bosch pada tahun 1830 cukup memberikan dampak bagi perekonomian Pemerintah Belanda. Oleh karena itu, penanaman komoditi untuk diekspor seperti kopi, teh, dan kopra terus digencarkan. Hasil kebun tersebut semakin melimpah selama beberapa tahun pelaksanaan tanam paksa.
Namun, kondisi tersebut tidak diikuti dengan alat pengangkut yang memadai. Pada saat itu alat transportasi yang digunakan masih sederhana, yaitu gerobak yang ditarik menggunakan hewan ternak seperti sapi atau kerbau. Hal ini tentu saja sangat menghambat pengiriman komoditas menuju ke pelabuhan untuk kemudian diekspor ke pasaran Eropa. Proses pengiriman yang terlalu lama terkadang merusak komoditas ekspor.
Maka dari itu muncul saran untuk membangun jalur kereta api di Hindia Belanda sebagai solusi dari permasalahan alat pengangkutan. Pada 28 Mei 1842, Raja Willem II mengeluarkan Surat Penetapan Raja Nomor 270 yang berisi instruksi persiapan pembangunan jalur kereta api selama 20 tahun (1842-1862) dengan menggunakan tenaga hewan ternak (kerbau, sapi, dan kuda). Akhirnya rencana pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda dapat terealisasi. Hal ini ditandai dengan pertama pembangunan jalur kereta api yang dilakukan di Desa Kemijen, Semarang, pada hari Jumat tanggal 17 Juni 1864. Pembangunan pertama tersebut dilakukan oleh perusahaan swasta yaitu Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschaappij (NISM) di bawah pimpinan Ir. J.P de Bordes. Dimana jalur tersebut menghubungkan antara Desa Kemijen menuju Desa Tanggung sepanjang 26 km.
Selain untuk kepentingan ekonomi, pembangunan jalur kereta api juga mempertimbangkan kepentingan militer. Hal itu terlihat dari pembangunan rute Kedungjati-Ambarawa. Percabangan Kedungjati-Benteng Willem I (Ambarawa) ini sebenarnya tidak memberikan keuntungan secara ekonomi, tetapi dibangun untuk kepentingan militer. Pemerintah kolonial menganggap jalur cabang tersebut penting sebagai akses utama militer untuk mengantisipasi kemungkinan pemberontakan susulan oleh sisa-sisa laskar Diponegoro. Pembangunan jalur kereta api terus diperluas, hingga pada 10 Februari 1870, jalur sepanjang 110 km berhasil terbentang antara Semarang-Surakarta. Atas keberhasilan NISM ini mampu mengundang banyak investor swasta untuk memperluas jaringan rel kereta api.
Bukan hanya dilakukan oleh NISM, pembangunan jalur kereta api juga dilakukan oleh Staats Spoorwegen (SS) yang merupaan perusahaan kereta api negara. SS dibentuk pada tahun 1871 oleh Pemerintah Hindia-Belanda. Jalur pertama yang dibangun oleh SS adalah jalur Surabaya-Pasuruan-Malang yang dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama yaitu pembangunan rute Surabaya-Pasuruan yang diselesaikan pada 16 Mei 1878. Jalur sepanjang 63 km tersebut diresmikan oleh Gubernur Jenderal van Landsberge. Sedangkan pembangunan tahap kedua yaitu rute Pasuruan-Malang yang selesai pada 20 Juli 1978.
Jalur kereta api Surabaya-Pasuruan-Malang memiliki panjang 112 km yang menghabiskan dana sebesar 9.500.000 gulden. Tidak hanya di Jawa, pembangunan jalur kereta api juga dilakukan di Aceh (1876), Sumatera Utara (1889), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), dan Sulawesi (1922). Sedangkan di wilayah Kalimantan, Bali, dan Lombok hanya dilakukan studi mengenai kemungkinan pemasangan jalan rel, belum sampai tahap pembangunan. Hingga pada tahun 1928, panjang jalan kereta api dan trem di Indonesia mencapai 7.464 km. Jumlah tersebut merupakan akumulasi pembangunan jalur kereta yang dibangun oleh pemerintah dan swasta.
Pada saat Jepang masuk ke Indonesia dan memukul mundur tentara Belanda,  semua hal yang dulunya dikuasai oleh Belanda diambil alih oleh Jepang, salah satunya yaitu  perusahaan kereta api negara yang berubah nama menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api). Selama pendudukan Jepang di Indonesia, kereta api lebih diprioritaskan untuk kepentingan perang. Namun setelah Indonesia merdeka, dinas kereta api milik Jepang berhasil direbut. Puncaknya yaitu pengambil alihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung tanggal 28 September 1945, dimana peristiwa ini menandai berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia (DKARI). Tidak hanya itu, di saat Belanda kembali menguasai Indonesia, Belanda membentuk kembali perkeretaapian di Indonesia bernama Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS).
Hingga pada tahun 1949, tepatnya pada saat KMB (Konferensi Meja Bundar), dilakukan pengalihan nama SS/VS dengan DKARI menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) tahun 1950. Pada tanggal 25 Mei DKA berganti menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Selanjutnya pemerintah mengubah struktur PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) tahun 1971. Dalam rangka meningkatkan pelayanan jasa angkutan, PJKA berubah bentuk menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) tahun 1991. Perumka berubah menjadi Perseroan Terbatas, PT. Kereta Api (Persero) tahun 1998. Pada tahun 2011 nama perusahaan PT. Kereta Api (Persero) berubah menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan meluncurkan logo baru.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”