Teruntuk Kamu yang Pernah Singgah tapi Tak Sungguh, Terima Kasih Sudah Membuatku Bertumbuh

kamu singgah tapi tak sungguh

Hai, Apa kabar?

Advertisement

Tidak terasa ya, sudah lama kita tidak bertukar kabar. Sudah lama sekali kita tidak saling menanyai tentang apa-apa saja yang berubah setelah segalanya usai.

Bertemu denganmu adalah syukur dan proses pendewasaan yang sudah punya cerita di bagian tertentu hidupku. Barangkali kau membaca ini dengan kebetulan atau tidak kebetulan kuharap kau mengerti, aku sama sekali tidak ingin membuat kita utuh lagi. Karena semenjak kau memilih pergi hari itu, aku telah memutuskan untuk melanjutkan tualang tanpamu.

Sudah hampir lima tahun, kan? Kukira dulu itu cuman sekadar main-main saat memulai. Nyatanya kita sampai di garis-garis paling menegangkan. Masa di mana orang tidak tahu bahwa setelah seragam abu-abu, aku dan kau masih memilih melanjut, masa di mana orangtuaku pun mengenalmu sangat baik.

Advertisement

Aku selalu rindu ingin menyampaikan ini padamu. Aku selalu ingin kau tahu bahwa beberapa tahun terakhir ini aku banyak kalah dan jatuhnya. Aku tahu, hubungan bukan hanya soal angka, soal dua tahun atau tiga tahun, tapi juga tentang sebuah percaya dan kepastian yang menjadi komposisi untuk bertahan lebih lama, kan?

Kau menanggalkan aku saat jatuhku betul-betul susah berdiri. Banyak ketidakadilan yang kudapatkan saat Cikarang dan Palang Karaya memisah kita. Ucap-ucap rindu yang pernah terjadi sempat membuatku sembuh walau pada akhirnya kau memilih abai.

Advertisement

Aku berusaha tumbuh setiap harinya. Kukalahkan segala hal yang membuatku tak baik-baik. Sulit sekali rasanya ketika semesta mengalahkan usahaku untuk memperjuangkanmu. Aku dibunuh debar-debar bersalah. Apa yang membuatmu suka pergi tanpa alasan? Apa yang membuatmu enggan menjelaskan kesalahapahaman kita? Aku maha penasaran hari itu. Caramu memblokir media sosialku semakin membuatku tak paham, apa di sana kau pernah curang?

Aku sama sekali tak pernah menuai jawab soal itu. Yang kutahu selang sebulan kau pamer tentang puspa baru di media sosialmu. Hari itu kau membuka blokiranmu dan meminta pertemanan padaku. Sebagai orang yang mau membuktikan bahwa aku memang selalu baik-baik saja, kuterima permintaan itu. Entahlah, waktu membuatku semakin kuat. Sayapku ditempah semakin sempurna. Yang bukan milikku sekuat aku memaksa, dia tidak akan bisa menjadi tempatku pulang.

Tapi sesekali aku menipu diriku. Kubilang aku mampu melakukan apa saja yang membuatku bahagia. Jika kau bisa, mengapa aku tidak? Hasilnya harus sama-sama mampu. Aku melakukan hal-hal yang membuatku bernyawa. Belajar, bekerja, tertawa, seperti orang yang baru putus cinta dan mengharap kuat.

Tidak langsung sampai pada tujuan, beberapa kali kakiku tak kuat bertumpu. Aku kehilangan warasku, menyalahkan apa saja yang membuat kita pisah. Waktu itu aku dihajar atas pernyataan kau sudah punya seseorang. Sulit untuk kupahami bagaimana ini bisa terjadi.

Kerap kali aku pun egois, di kepulanganku tahun kemarin aku memohoni supaya temu kita terjadi. Mungkin dalam penerbangan yang sama atau dalam bus yang sama. Kau tahu apa yang terjadi? Sosokmu hanya ilusi di sana. Kota yang mempertemukan kita membuat rinaiku semakin penuh. Tenggelam dalam ketidakmampuan tanpamu.

Kita sudah sungguhan selesai. November akan selalu terlewat tanpa ada arti. Segala-galanya sudah kandas dan tidak akan pernah menuju kata serius.

Setelahmu, aku sempat lupa mencintai diriku. Titik sadar ini kupunya saat aku mengeja angkara cinta pada telaga mata seorang asing. Kaca matanya memancarkan kejujuran. Di sana selalu membayang sosokmu, alasan tidak pernah mengikhlaskan segala tentangmu. Tamu yang baru tidak bisa mengganti tamu lama. Betah sekali aku menghafalmu. Tak mau lupa dan tak mau maju.

Setelahmu, tahun panjang mengajariku banyak hal yang kukira tak mampu. Mataku dipejamkan, diajak berdialog dari hati ke hati. Dituntun menerima kebenaran, dihadapkan pada nyata yang tidak bercampur mimpi. Kau bukan rumahku. Kau bukan tempatku mengadu lebih sungguh. Kitalah jalan-jalan putus itu, yang tidak akan pernah sampai pada kata sudah sampai pada rencana.

Sekarang aku sudah di sini, mengaku dan jujur pada hatiku. Ketika setelahmu tubuhku sudah banyak memaafkan atas diri yang tak sempat tidak mau dimaafkan. Bahagialah selalu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Freelancher

Editor

une femme libre