Flores, Nusa Tenggara Timur, orang sering memandang provinsi ini terkenal dengan kesulitan air bersihnya. Wajar saja karena memang sebagian besar dataran NTT terdiri dari bukit-bukit dan pegunungan, tetapi perspektif umum tidak sebanding dalam kenyataannya. Tanah Flores ternyata menyimpan sejuta rahasia alam yang terpendam di dalamnya. Apalagi kalau boleh dibilang, inilah surganya dunia, juga kalau melihat lebih jauh lagi, ternyata Kabupaten Ngada adalah Jawanya Flores. Kenapa bisa disebut Jawanya Flores apalagi surganya dunia?
Nama kota di Kabupaten Ngada adalah Bajawa yang memang terkenal sangat dingin dan berkabut, terutama di Desa Were yang terkenal sangat dingin di seluruh Kabupaten Ngada. Ternyata pandangan umum bahwa di Flores sering terjadi kekeringan dan kelaparan, di Desa Were ini sungguh berbanding terbalik karena semua sumber bahan makanan langsung bisa diambil dari alam. Karena terletak di pegunungan yang sangat dingin, tumbuh-tumbuhan di Desa Were ini, oleh warga masyarakat dimanfaatkan untuk ditanami jenis-jenis sayuran yang beraneka ragam seperti wortel, sawi, daun ubi, labu, bayam, buncis, tomat, brokoli, bawang merah, dan sebagainya.
Kabut dari pegunungan yaitu Gunung Wolobeo inilah yang menjadi jantung tumbuhnya tanaman tetap tumbuh subur walaupun musim panas. Di desa ini memang tidak mengenal adanya musim kemarau maupun musim penghujan, karena kabut setiap hari selalu menyirami tumbuh-tumbuhan meskipun sedikit air. Itupun karena pengaruh topografi tanah yang tinggi rendah, yang menyebabkan air tidak dapat mengalir ke dataran yang lebih rendah. Jika pagi hari, selalu muncul embun sehingga menyirami tumbuhan-tumbuhan, bunga-bunga, dan sayuran-sayuran tetap tumbuh segar.
Karena warga di sini benar-benar sadar akan kebutuhan makan yang bergizi, terutama untuk anak-anak dalam masa pertumbuhan di setiap rumah. Jika pergi ke kampung-kampung, kabut ini banyak dijumpai di setiap halaman rumah, di depan maupun di belakang rumah pasti ada suyuur-sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, dan jagung. Sepertinya sudah menjadi simbol orang Were yang harus mempunyai sayuran sendiri. Karena hasilnya cukup banyak, maka biasanya orang Were ada yang menjual hasil sayurannya ke pasar terdekat.
Memang tidak semua di Kabupaten Ngada penghasil sayur karena letak dan lokasi tanahnya berbeda. Di Were ini memang tanah subur seperti apa kata Koes Plus, "Tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan bambu, jadi tanaman". Hal ini sebenarnya bisa dijadikan potensi wisata yang sangat menjanjikan, misalnya Kampung Were dijadikan sebagai salah satu percontohan produksi sayuran dengan dibuat sebidang tanah sendiri untuk pengunjung wisata sehingga pendapatan desa makin bertambah.
Hal senada memang sangat kental di masyarakat Were yang mempengahui aspek pendidikan di Desa Were ini salah satunya di SMP Negeri 1 Golewa. Di mana kegiatan untuk di sekolah ini sangat beragam, tetapi salah satunya pengembangan potensi alam yang dimiliki seperti yang disebutkan di atas. Adapun di sekolah ini, contoh kegiatan bertanam ubi-ubian dan jahe yang ditanam di kebun sekolah, yang mula-mula dibuat bedeng dulu, kemudian ditanam jahe dan ubi.
Hal ini, di masyarakat Ngada sudah menjadi ciri khas untuk menanam ubi, karena teah diajarkan oleh nenek moyang dulu untuk menanam ubi seperti disimbolkan upacara Reba dengan penari menyerukan O….Wi…O….Wi….. Pendidikan yang baik jika mampu mengembangkan potensi yang ada di daerahnya dan tidak meninggalkan ciri khas budaya, sehingga secara tidak langsung kemampuan hidup juga telah diajarkan sejak di bangku sekolah. Itulah cara belajar dari masyarakat yang lebih mengena untuk membekali siswa kehidupan di masa depannya.
Terlebih lagi, orang tua sangat paham akan keberlangsungan potensi alam yang mereka miliki untuk anak cucu di masa mendatang, yang patut dijaga terus. Boleh dibilang orang-orang Were di sini sangat terkenal rajinnya untuk mengolah tanah mereka menjadi uang, yang sampai mampu menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi. Banyak anak-anak Were ini sangat cerdas dan banyak yang menamatkan sekolahnya sampai perguruan tinggi. Karena apa? Tentu saja kebutuhan gizi mereka terpenuhi setiap hari, juga tubuh anak-anak di sini terlihat sangat segar dan ceria karena setiap mereka makan sayura-sayuran tentu saja plus ikan yang menjadi ciri khas masyarakat Ngada pada umumnya.
Demikianlah cerita singkat dari Desa Were, semoga menjadi pembelajaran bagi kita semua. Nilai-nilai kegotongroyongan masyarakat dan masyarakat yang rajin untuk bercocok tanam sebagai simbol masyarakat yang selalu bekerja sama. Walaupun dalam kondisi sesulit apapun kondisi desa yang dingin, tak menyurutkan semangat kerja keras bagi warga masyarakat.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.