Apa kabarmu kak? Aku harap kau baik-baik saja dengan sejumlah teman karibmu yang juga berada disana. Aku pula selalu berharap agar kau terus dan tetap mengingat pertemuan kita beberapa hari yang lalu, yang harus berakhir dengan pilu di hatiku, luka di ragaku. Sejujurnya aku ingin bertemu sapa denganmu kembali kak, untuk hanya sekedar mengucap maaf dan bertanya 1 tanda tanya dasar: ada apa?
Sebelah mataku sepertinya buta, kak. Aku tak mampu menerka apa yang telah terjadi di antara kita. Dengan segala memar dan guliran luka yang kau torehkan di ragaku, belum juga di jiwaku, untuk seusia ku aku masih belum mampu mencernanya. Sebelah mataku buta, kak. Aku bahkan masih sulit mengerti mengapa amarah begitu memuncak di dadamu, sehingga kau tak mampu membendungnya dan pada akhirnya memoleskan bara api tersebut dengan bebas di tubuh tak bersalah ini.
Bukan, bukan sakit raga yang aku sayangkan. Aku menyayangkan betapa kau dan aku adalah manusia yang seharusnya saling mengasihi, namun karena hausnya kasih yang mungkin tak kau dapati, lalu kau melampiaskan segala dukamu kepadaku. Sebelah mataku buta, kak, maukah kau meminjamkan sebelah matamu agar aku mampu melihat juga luka di dalam dadamu?
Apa yang sekarang kau rasakan, kak? Aku sedikit ingin tahu. Pun begitu, tetap kuharapkan yang terbaik untukmu. Tak perlu kau tahu, kak, bagaimana keadaanku saat ini. Luka dan air mataku kemarin telah mengering, dengan bantuan cairan alkohol serta ditemani aroma tempat pesakitan bagi mereka yang terbaring lemah di ranjang sambil menatap langit-langit putih. Kurasa sepertinya luka-luka itu perlahan berpindah ke dalam lubuk jiwa ini.
Sebenarnya aku mengharapkan pertemuan kita kemarin hanya ditemani dengan sinar senja dan secangkir cokelat atau teh panas, sambil berbincang tentang bagaimana asyiknya menjadi anak sekolah menengah atas saat ini. Namun, terkadang kita memang tidak bisa banyak meminta di dunia ini. Kau justru menyeretku ke dalam lingkar persoalan recehmu, kau membutakan aku, memperkosa hakku sebagai seorang manusia yang bebas dan memiliki hak penuh akan rasa. Sebelah mataku buta, kak. Bisakah kau dan teman-temanmu membantuku melihat benang merah yang sesungguhnya?
Ini adalah doaku untukmu, pun untuk kita seluruhnya. Aku harap kau tak pernah merasa kehilangan cinta dan kasih dalam hidupmu, yang mungkin menjadi sebagian besar penyebab saat ini mengapa kau begitu mudah menumpahkan riuh amarahmu kepada orang lain yang bahkan tak bersalah. Atau mungkin aku memang salah menurutmu, kak? Karena aku lebih mendapatkan banyak telaga cinta, yang hanya sedikit kau dapatkan diluar sana? Maafkan aku jika memang seperti itu.
Apa kabarmu kak? Kuharap kebutaan ini tak lagi mendera kita mulai saat ini hingga nanti kita menua. Meski sebelah mataku sempat buta, namun kini perlahan aku mampu melihat lembar demi lembar kejadian. Tak luput terima kasih pula kuucapkan kepadamu, kak, atas perlakuanmu yang membuatku menjadi lebih kuat dan teduh di kala badai merayu. Luka tubuh tak menyusutkan niatku mendoakan kebaikan untukmu kak, namun aku tak berjanji bagaimana kabarnya luka yang kau tak sengaja toreh di relung jiwaku. Aku benar-benar tak mampu.
Tuhan memiliki cinta yang bersih dan putih, yakinlah dan berceritalah kepada-Nya. Namun, sekali lagi kak, maukah engkau meminjamkan sebentar matamu, agar aku dapat melihat jauh ke dalam lubang kosong di jiwamu?
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”