Ayah Meski Ragamu Telah Tiada, Tapi Jiwamu Tetap Selalu Ada

Ayah, aku selalu merasakan jiwamu ada di sini.

Selamat siang Ayah. Bagaimana keadaanmu di dalam tanah? Mungkin segumul tubuhmu sudah habis dikerubungi semut dan dihabisi cacing-cacing tanah. Tapi aku yakin, jiwamu masih selalu berdampingan denganku.

Advertisement

Ayah, aku selalu merasakan jiwamu ada di sini. Di sisiku dan membantu menyokong pundak yang lemah, keyakinan itu terlalu besar untuk merasakan bahwa kau benar-benar tidak akan hilang.

Meski sering aku berbohong dan berpura-pura tidak mengingatmu, tapi kebohongan itu rasanya mustahil. Aku selalu mencampuri kehidupanku dengan mengingat semua tentangmu.

Berulang kali, kau menguatkan dan menopang segala keluhan yang aku laporkan. Meski saat itu belum banyak problema yang harus aku jalankan. Tapi sekelintas pesanmu selalu teringat. Untuk terus kuat dan teguh disuatu keputusan. Begitu pun tanggung jawab yang telah aku tetapkan. Sedemikian rupa cara, harus dipertahankan.

Advertisement

Bukan persoalan egois dan tidak menerima masukan dari orang lain. Tapi yang dimaksud adalah, setiap keputusan, harus berani menanggung resikonya. Ntah itu kondisi baik atau buruk nantinya.

Seharusnya aku kuat menanggung keputusan yang telah aku tetapkan. Tanpamu, seharusnya aku mampu terus bergerak tanpa merubah keadaan. Nyatanya, tanpamu membuat aku tidak baik-baik saja. Aku katakan sekali lagi, Tanpamu membuatku tidak baik-baik saja.

Advertisement

Bergelut segala pemikiran dan keyakinan perihal kekuatan, tapi itu hanyalah sia-sia. Berulang kali berkata pada diri sendiri “Kamu akan kuat”, nyatanya hanyalah percuma. Ketika keadaan sedang menegurku dengan kejadian yang menghantam, mudah aku tersungkur sampai berdarah-darah menghadapinya.

Kepedihan yang terpendam. Bahkan sering pula aku merongrong emosi untuk melawan prakara yang ada. Sebenarnya itu bukan lah suatu hal yang bijaksana. Tapi hati ku mudah terbakar yang setelahnya bersedih tak karuan.

Ayah .. aku ingat betul pesan baik mengenai kesabaran dan lembut sikap yang mendinginkan. Emosi yang meledak-ledak tidak akan menghasilkan kepuasan, begitulah katamu Tapi, ntah di akhir-akhir ini aku lebih tersiram minyak tanah yang rawan jika tersulut api.

Aku menembus kaca persoalan dengan menghantamnya dengan emosi yang meledak-ledak. Aku tau, malah akan membuat retak keadaan atau bahkan bisa hancur menjadi kepingan. Aku tidak kuat, ayah Menembus persoalan dengan sikap yang kuat dan tetap sabar. Seakan hanya memakan waktu ku saja.

Pernah merasakan bom atom yang meledak berbalik ke arah tubuhku, itu karena aku sendiri yang melemparnya. Api yang ada di dalam diriku mudah tersulut dan tak bisa ku kendalikan. Meski akhirnya hanya kesedihan yang kembali menyapa.

Kenapa kau sekuat itu? Kuat hati mu menjadi seseorang yang tabah dan sabar, bahkan mampu berbuat lembut pada seseorang yang sudah jelas membuatmu terperosok dalam?

Tidak pernah sedikit pun, aku melihatmu melakukan aksi dendam. Terbuat dari apa hati dan pikiranmu, Ayah? Kekuatanmu kala itu cuma satu yang kuingat.

“Ada Allah yang akan membalas semuanya, Nak dan hanya Allah yang menguatkan kita”.

Ayah. segitu hebatnya kau begitu percaya pada Tuhan. Sedangkan Ayah hanya manusia biasa yang pastinya berhak untuk membakar amarah yang memuncak.

Ayah, bantu aku mampu bisa sepertimu. Menghindari emosi dan tetap bersikap baik kepada mereka yang jelas mendorong hingga aku terseret berdarah-darah. Aku tau, bukannya kau lemah dan tidak berdaya. Tapi sikap lembutmu yang akan mengalahkan kesadaran mereka. Ayah, bantu aku. Tidak ingin rasanya memiliki sikap dendam atau bahkan amarah yang akan membakar habis seluruh tubuhku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Es Matcha