Kita tak pernah bisa menentukan kapan perasaan di dalam hati tiba-tiba memiliki perasaan ingin memiliki. Karena perasaan tak memiliki tombol “on-off” yang bisa diatur kapan berfungsi dan kapan berhenti. Ini tentang cinta dan perasaan. Bukan tentang logika mana yang benar dan yang salah.
Kata orang, cinta itu adalah pilihan. Namun bagiku, cinta itu tak menyisakan satu pun pilihan. Cinta itu hanyalah bilangan ganjil, yang tak menciptakan ruang untuk memilih. Cinta itu adalah bilangan telak, tentang mencintai, salah mencintai atau mungkin tak dicintai.
Tak dicintai atau mungkin sudah tak dicintai lagi adalah masalah klasik dalam cinta. Mayoritas manusia pernah mengalaminya. Dan mayoritas diantaranya pun berhasil bangkit dari kekecewaan itu.
“Mencintai seseorang yang tak mencintaimu kembali adalah perbuatan yang bodoh. Bangkitlah dari perbudakan itu, kasihanilah dirimu sendiri. Kamu berhak untuk mendapatkan yang lebih baik lagi. Berhentilah menjadi cengeng!”
Mungkin terkesan memaksa, namun harus begitu keadaannya. Memaksa adalah jalan utama untuk menjadi biasa. Kamu merasa sepi, namun pada akhirnya nanti akan mulai terbiasa untuk hidup sendiri. Semua itu hanyalah tentang waktu bukan?
“Tiada pesan untuk memperkuat diri sendiri, selain jaga diri baik-baik. Semoga bisa berjumpa pada titik terbaik menurut takdir. Aku ingin selalu berada di sampingnya, menjaganya, meskipun diriku bukan siapa-siapa. Dan di sana aku tersadar bahwa aku adalah manusia terbodoh di dunia. Namun apa daya?”
Kalau sudah begini, mau bilang apa lagi? Terbodohi oleh cinta memang sesuatu yang konyol, namun takdirlah yang membuat hati menjadi sedikit berantakan. Perasaan memang sudah terombang-ambing seperti perahu tanpa nakhoda. Namun mau tak mau, perahu itu harus tetap sampai pada tujuan.
Sudah saatnya untuk berubah. Mulai berhenti untuk merindukan seseorang yang sepantasnya untuk dilupakan. Hidup ini sudah singkat, jangan diperpendek dengan hal-hal yang jauh dari kata bahagia.
“Semua memang terasa sakit. Dipukul mundur oleh situasi, namun dipaksa menetap oleh perasaan yang tak sengaja terisi. Namun mau bagaimana? Adakah yang bisa mengatur naik turunnya suhu perasaan masing-masing?”
Orangnya telah tepat, namun waktunya yang salah. Itu adalah bentuk penolakan terhalus dari Tuhan untuk direstuinya hubungan mu dengan dirinya. Jika yang kuasa tak berkehendak, mau sekuat apa pun hati menentang, nasib akan tetap tertendang. Sudah, mulailah untuk melupakan.
Biarkan dia pergi, setelah semua pengorbanan telah dilalui. Suatu saat nanti, dia akan mulai tersadar bahwa dirimu adalah pihak yang paling banyak berkorban dalam mencintai. Lepaskan, ikhlaskan, dan biasakan.
“Kelak kamu juga akan sadar, bahwa aku adalah orang yang paling setia untuk menemanimu. Kelak, ketika lukamu telah sembuh, ingatlah bahwa aku pernah mati-matian berjuang keras untuk menemukan cara untuk membuatnya berhenti berdarah”
Semua itu memang tak mudah, namun waktu akan membantu untuk membuatnya mudah. Tugasmu hanya menjalani takdir, nanti Tuhan yang mengambil bagiannya sendiri. Hidup susah memang sulit, namun sulit itulah yang akan menjadi kekuatan. Maaf, mungkin kalimat ini terlalu pecundang.
“Ikhlas dan merelakan itu bohong. Yang benar itu adalah memaksa, kemudian membiasakan. Paksa diri sendiri melupakan kenangan yang memang tak pantas untuk dikenang, nanti waktu yang akan membantu untuk membiasakan. Kamu pasti bisa, karena kamu harus mulai terbiasa. Apa pun yang terjadi, tetaplah bernapas. Kata orang, you cannot wake up and directly become a butterfly. It takes time “
Pada akhirnya kita mulai tersadar, bahwa mencari yang sempurna itu adalah perbuatan yang sia-sia. Maka berhentilah mencari yang sempurna, namun sempurnakan yang masih tersisa. Dan hidup akan bahagia.
“Otak diperas hingga keras, hati ditikam, jam tidur tak beraturan, mood berantakan. Namun bibir tetap dipaksa untuk tersenyum. Terkadang dunia sekejam itu dalam mendewasakan seseorang”
Namun hidup harus tetap bernapas. Kaki harus bisa tetap melangkah. Jalani walau mulai tak kuat, agar cerita hidup berakhir seperti pahlawan. Mulai dengan menawan, akhiri seperti layaknya pahlawan.
“Lain kali, hati-hati dalam mencintai seseorang. Dicintai oleh dirinya saja tak cukup. Namun pastikan juga bahwa dia tak dimiliki oleh orang lain. Jangan biarkan bahagiamu menjadi sumber derita bagi yang lainnya”
Hingga akhirnya kita paham, apa pun dalilnya, cinta itu memang bukan tentang keabadian. Yang pergi biarlah berlalu, sudah saatnya untuk mulai mencari yang baru. Lain kali hati-hati, jika mencintai seseorang, pastikan dia tak dimiliki oleh siapa-siapa. Agar situasi tak semakin rumit.
Mencintai orang yang tepat namun pada situasi yang salah memang menyakitkan. Namun menyalahkan diri sendiri bukanlah jawaban. Jika Tuhan tak merestui, maka terimalah dengan lapang dada.
Takdir Tuhan tak boleh dilawan, agar rasa sakitnya tak berlebihan. Saat ini, mungkin hati sulit menerima, namun pada suatu hari nanti, Tuhan akan tiupkan jawaban, makna dari sebuah melepaskan dirinya dengan hormat.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”