Pernah tidak kalian merasa cocok sekali berada di suatu tempat, yang anehnya kalian sendiri pun belum pernah menginjakkan kaki di tempat tersebut?
Seperti itulah yang aku rasakan jika berbicara mengenai Inggris. Mungkin lebih tepatnya, kota London. Setiap orang punya mimpi yang berbeda, dan mimpiku sebenarnya tidak unik. Aku yakin banyak orang memiliki mimpi yang sama sepertiku, mengunjungi berbagai negara dari benua Asia sampai Antartika. Tetapi entah mengapa, Inggris menjadi sebuah titik yang penting untukku, titik tertinggi mimpiku. Seperti suatu pencapaian yang harus kuraih tidak peduli harus makan waktu berapa lama pun.
Bagi yang tidak terlalu berminat dengan Inggris, program #AyoKeUK bersama #WTGB dan #OMGB ini dijamin akan membuat kalian ingin berkunjung juga, mencicipi kekayaan budaya mereka, dan pastinya mencicipi kuliner khas disana.
Awal mulanya sangat sederhana, yaitu bahasa. Aku sudah menyukai Bahasa Inggris sejak aku duduk di bangku SD, dan begitu simpelnya pemikiran siswa SD, aku pun bermimpi untuk bisa ke Inggris hanya demi mendengar langsung percakapan sehari-hari pengguna asli bahasa tersebut. Hal yang, jika dipikir sekarang, sungguh konyol. Toh beberapa negara tetangga kita menggunakan Bahasa Inggris untuk percakapan sehari-hari. Tetapi tidak bisa disangkal, mendengar aksen seksi orang Inggris akan menjadi bonus tersendiri, setuju?
Bagaimanapun juga, bermula dari pemikiran simpel itu, rasa cintaku tumbuh perlahan. Jika harus disebutkan, aku merasa Harry Potter menjadi penyumbang yang cukup signifikan. Penggemar mana yang tidak bermimpi untuk mengunjungi tempat dimana dunia sihir milik Potterheads dibangun? Lalu ada juga Sherlock Holmes dengan 221B Baker Street-nya yang sudah mendunia. Serta ikon musik The Beatles yang kampung halamannya di Liverpool.
Aku juga tidak lupa dengan keinginan masa kecil ku untuk mengunjungi Stamford Bridge, markas klub sepak bola Chelsea FC. Dan pastinya menonton langsung pertandingan Wimbledon bahkan jika hanya sekali seumur hidup. Oh, mungkin 1000 kata pun tidak akan cukup untuk menjelaskan satu-persatu atraksi di Inggris yang tiada habisnya.
Sejak itulah aku mulai melakukan berbagai pencarian mengenai Inggris. Mulai dari tempat yang layak dikunjungi sampai sistem pendidikan yang sekiranya dapat kuikuti. Aku juga selalu memburu tiket promo ke London, tapi apa daya jika memang belum berjodoh dengan tempatnya. Selagi menungu saat yang tepat, aku rajin membaca dan menonton cerita-cerita pengalaman para pendatang yang menetap di Inggris, baik yang sedang berkuliah maupun sudah bekerja. Kesimpulan yang kudapat adalah, Inggris, atau lebih spesifik lagi, London, memiliki atmosfer yang pas.
Pas disini, aku berbicara dari berbagai aspek. Mereka memiliki gaya hidup yang cepat, tapi tidak secepat Hongkong. Mereka ramah, tapi tidak seramah Manila. Mereka baik, tapi tidak sebaik Tokyo. Mereka bisa terkesan cuek, tapi tidak secuek New York. Jika disimpulkan secara singkat, mereka baik, tapi dengan batas yang aman. Bagi sebagian orang mungkin porsi tersebut kurang memuaskan, tapi tidak untuk ku. Saat itulah aku merasa, "Ini yang kucari!" Tentu saja pandangan ku tersebut bisa dibilang hanya observasi secara umum. Walaupun tidak 100% benar, paling tidak begitulah kesan yang kudapatkan.
Hal lain yang begitu ku kagumi dari Inggris adalah budaya teh. Terdengar sederhana memang, tapi entah mengapa aku melihatnya sebagai sesuatu yang klasik, yang membuatku bertana-tanya bagaimana mungkin mereka bisa mempertahankan budaya ini selama sekian abad? Aku melihat kebanggaan orang Inggris dengan teh seperti kebanggaan orang Italia dengan kopi mereka.
Kemudian ikon London, boks telepon merah, yang hampir tidak pernah dilewatkan turis untuk berfoto. Juga para penjaga istana dengan busana merah dan topi tinggi yang khas. Aku benar-benar menghormati usaha yang dilakukan Inggris untuk mempertahankan hal-hal kecil yang, mungkin dalam sekali pandang terlihat biasa, tetapi lama-kelamaan dapat menjadi identitas bangsa.
Konsep preservasi tentu saja tidak hanya diterapkan ke hal-hal kecil tersebut, tetapi juga ke aspek kehidupan lainnya. Mulai dari konsep konkret seperti tempat-tempat bersejarah, sampai konsep abstrak seperti etika dan budaya.
Salah satu pesona Inggris adalah banyaknya bangunan yang masih memiliki kesan kuno. seperti Tower of London, Big Ben, Westminster Abbey, Buckingham Palace, dan lain-lain. Tentu ikon lainnya seperti London Eye, Trafalgar Square, Hyde Park, dan lain-lain juga sangat menarik. Disitulah uniknya. Inggris memiliki jumlah bangunan bersejarah dan bangunan modern yang sama banyak. Ketika berbagai tempat wisata modern mulai bermunculan, mereka tetap menjaga berbagai situs bersejarah sehingga masih terpelihara sampai saat ini.
Selain itu, seperti yang disebutkan sebelumnya, preservasi konsep abstrak dalam bentuk etika adalah satu hal yang mengagumkan. Orang Inggris diketahui cukup eksesif dalam mengucapkan "Thank you" dan "I'm sorry". Hal yang sebaliknya, mulai dilupakan oleh kebanyakan orang. Sangat melegakan mengetahui jika masih ada kelompok yang menjaga etika paling dasar dalam berinteraksi. Tentu saja ini tidak ekslusif ke orang Inggris saja, tetapi lagi-lagi jika berbicara secara garis besar, aku memiliki kekaguman yang spesial terhadap mereka dalam bidang ini.
Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari observasi yang kulakukan selama ini. Meski begitu, seperti mungkin terlihat dari tulisan ini, aku khususnya amat menghormati preservasi yang diterapkan Inggris. Lebih hebatnya lagi, kemampuan melestarikan ini sepertinya dimiliki oleh semua pihak, dari rakyat per individual sampai pemerintah.
Lagi-lagi aku teringat kata orang-orang bijak, jika ingin memajukan negara, mulailah dengan menghargai sejarah dan budayanya terlebih dahulu. Rupanya kata-kata tersebut sungguh akurat. Aku memang bermimpi untuk mengunjungi Inggris, berkuliah di negara impian ku ini. Tapi kurasa, jika aku sudah menginjakkan kaki disana, aku bisa belajar tidak hanya dari ruang kelas, tapi juga dari setiap sudut perkotaan yang ku kunjungi sampai setiap individu yang kutemui.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”