Seperti jatuh lalu kemudian tertimpa tangga, kamu meninggalkanku untuk kedua kalinya. Hatimu terbuat dari apa?
Dulu, saat pertama kali kita saling mengenal, kamu adalah laki-laki paling manis yang pernah aku kenal. Sikapmu yang begitu sopan dan tenang, mampu meluluhkan hatiku yang sempat tertutup karena berkali-kali mengalami kegagalan. Aku merasa sepertinya aku sudah menemukan yang aku cari, dari sosokmu yang begitu mengerti semua kekurangan dan kelebihan yang aku miliki.
Ditambah dengan keseriusanmu untuk menjalani hubungan ini, kamu berjanji akan menyayangiku apapun yang terjadi, tapi janji memang hal yang mudah terucap dan mudah pula diingkari.
Kamu berubah, persis setelah aku memutuskan untuk menyayangimu lebih dalam. Untuk menempatkanmu di ruang hatiku sebagai orang yang spesial.
 Seiring berjalannya waktu, hatiku yang sebelumnya tertutup kini perlahan terbuka. Aku mulai belajar menyayangimu pelan-pelan, walau pada awalnya aku harus bertarung dengan egoku sendiri yang sulit percaya pada cinta lagi. Dan perlahan kamu juga meyakinkan bahwa kamu akan bersabar untuk menungguku bisa benar-benar sayang.
Tapi entah kenapa segalanya mulai berubah, kamu mulai menunjukkan sifat aslimu yang selama ini tersembunyi dibalik semua sikap manis yang terlihat. Kamu mulai membuat jarak yang begitu sulit aku rengkuh. Kamu menjauh, persis setelah aku memutuskan untuk jatuh hati lebih dalam dan berharap hubungan ini akan berjalan sesuai harapan.
Aku tak mengerti kenapa, tapi aku merasa seperti dipermainkan oleh cintamu yang ternyata tak pernah nyata. Rindu yang palsu, dan janji yang semu.
Belum selesai tanyaku pada semua sikapmu, aku harus kembali dihadapkan pada kenyataan kamu benar-benar menghilang. Kamu hilang tanpa kabar dan pesan, menyisakan segala kekhawatiran tentang apa yang sebenarnya kau alami dan rasakan. Aku gamang, apakah ingin bertahan dan menunggu atau pergi saja darimu. Karena menunggu tanpa kepastian tidak pernah semudah itu sayang.
Ditinggalkan tanpa pertengkaran dan alasan, rasanya begitu menyebalkan. Kalau memang sejak awal hanya ingin mencari pelampiasan sepi, kamu tak usah memberi janji yang akhirnya hanya membuatku sakit hati. Kamu tidak tahu rasanya menjadi aku, yang kamu biarkan menunggu tanpa bisa bertemu. Ini sakit, sungguh.Â
Lalu tiba-tiba kamu datang, mengucap rindu dan ingin bertemu, dan kemudian pergi lagi. Apakah mencintai harus dengan cara seperti ini?
Kamu datang lagi, tanpa mengucap maaf ataupun mengakui segala kekeliruan yang terjadi. Kamu bilang kamu rindu, dan ingin bertemu. Dan aku yang masih berharap padamu, dengan bodohnya mengiyakan untuk bertemu. Tapi setelah itu, kamu kembali menghilang tanpa alasan. Aku kira, jarak akan mengajarkanmu untuk lebih dewasa.
Aku kira, semua yang terjadi akan membuatmu mengerti dan menghargai perasaanku ini. Tapi ternyata tidak, kamu masih sama. Laki-laki yang tidak bisa bertanggung jawab pada segala yang terucap, laki-laki yang terlalu pengecut untuk menghadapi segala yang terjadi, dan aku menyesal karena pernah mencintai laki-laki ini. Apakah mencintai harus dengan cara seperti ini? Kisah apa yang sebenarnya sedang kita jalani?
Aku seperti berjuang sendirian, memangkas jarak yang begitu curam. Tapi semua perjuanganku hanya kau anggap seperti mainan. Aku menyerah, sayang.
Aku tiba pada titik lelah untuk mengerti lagi. Aku ada di titik yang merasa menangis pun sudah percuma, karena tak akan mengubah apa-apa. Kamu tetap saja akan pergi, sekeras apapun aku mencoba menahanmu untuk tetap di sini. Kamu tetap saja menutup diri, sekeras apapun aku mencoba untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi?
Aku lelah, sungguh. Ini tidak adil sayang, kalau harus aku yang selalu mengalah untuk mengerti kamu tapi kamu tak pernah mau mencoba mengerti perasaanku. Aku seperti orang bodoh yang ditinggalkan tanpa alasan dan berusaha bertahan pada orang yang tak mau dipertahankan. Â
Satu hal yang ingin aku sampaikan padamu. Jika suatu saat kamu jatuh cinta lagi, tolong jangan lagi bersikap seperti ini. Karena aku tahu rasanya tidak dihargai sama sekali, sakit.
Kini aku akan berjalan untuk meninggalkan semua kenangan tentangmu, aku ingin melepasmu tanpa perlu membencimu. Walaupun luka yang telah kau tinggalkan begitu sulit aku sembuhkan. Tapi perlahan aku ingin mengikhlaskan segala rasa yang tertinggal.
Tuhan mungkin sedang mengajarkanku untuk lebih bersabar, Tuhan sedang mengajarkanku untuk ikhlas melepaskan yang sudah tak mungkin digenggam. Terima kasih telah menjadi pelajaran untukku, bahwa cinta harus diperuangkan berdua, bukan hanya aku saja.Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”